•-----•
Mark?
•-----•
At, Crazy Coffee Shop.
Di balik mini bar, Mark tengah serius --terlihat dari kerutan di dahinya. Ia sedang melakukan french press untuk manual brewing; teknik penyajian kopi dengan cara seduh manual tanpa mesin.
French press; biasa disebut dengan coffee press. Teknik dalam penyajian kopinya dibuat menggunakan gelas khusus.
Cara menyeduhnya dengan mendiamkan kopi sebentar selama kurang lebih 4 menit, dengan takaran 60 gram untuk 1 liter air. Setelah itu, tekan bagian atasnya perlahan hingga ampas kopi tertekan ke dasar. Setelah itu segera tuangkan kopi ke dalam cangkir selagi masih fresh.
Itulah yang membuat kopi racikan Mark sangat berbeda bagi penikmat kopi. Memang, semua sesuai selera masing - masing. Hanya saja kopi buatan Mark memang sangat dominan.
Seperti saat ini, customer yang tadi malam datang ke coffee shop milik Mark kembali ke sana dengan seseorang yang berbeda. Siapa lagi kalau bukan Aya dan Jeno.
Mark yang tengah serius dengan teknik pembuatan kopi itu tak menyadari kehadiran keduanya. Ia asik dengan dunianya sendiri. Kopi adalah dunia Mark.
"Permisi..." Jeno sengaja menggoda Mark yang tengah serius itu.
Di samping Jeno, terlihat Aya yang terkekeh pelan karena ulah sahabatnya itu. Ia menepuk pelan pundak Jeno untuk tak mengerjai Mark.
"Ya, ada yang bisa—" Mark terlonjak kaget, ia tak percaya dengan siapa yang ia lihat di hadapannya. "—Jeno? Astaga, ini kau?"
Mark langsung bergerak meletakkan semua peralatan yang sedang ia pegang. Lalu ia melangkah mengitari mini bar. "Yo brother!" Laki - laki pemilik wajah asia itu langsung menghambur memeluk Jeno.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Mark setelah melepaskan pelukannya. Lalu ia melirik ke arah samping Jeno. "O, Aya? Ada kau juga rupanya."
Jeno terkekeh. "Aku baik. Kau sendiri bagaimana?"
"Hai Mark. Aku kembali lagi," sahut Aya sambil tersenyum malu.
"Seperti yang kau lihat. Woah, ini sahabat yang sering kau ceritakan padaku 'kan?" Mark berbisik ke telinga Jeno. "Seperti yang kau ceritakan, dia cantik bro." Lalu Mark membalas senyum Aya.
Sedangkan Aya, hanya menyimpan rasa penasarannya karena melihat Mark berbisik pada Jeno. "Kau sedang sibuk sekali sepertinya Mark?"
"Tidak juga," sahut Mark sambil tersenyum. Melihat gadis di samping Jeno itu, membuatnya bersemangat.
Hal itu tak lepas dari penglihatan Jeno. Ia menaruh curiga pada Mark, bahwa laki - laki itu tengah tertarik pada Aya --sahabatnya. "Mark, bisa kita duduk?"
"Ah, sorry Je. Kau mau di tempat semalam atau berbeda kali ini?" sahut Mark lalu bertanya pada Aya.
Lagi - lagi, Mark membuat Jeno mendengus kesal. Ia hanya tak ingin Mark selangkah lebih maju darinya. Jeno sangat tahu, Mark akan lebih friendly ketika ia mulai menaruh perasaan pada seorang gadis. Dan itu, berlaku pada Aya sekarang.
"Kurasa di rooftop memang tempat paling cozy. Hanya saja di meja yang lain. Masih ada yang kosong?" sahut Aya.
Mark mengangguk. "Kalau untukmu, pasti ada." Ia tersenyum. "Ah, kalian berdua langsung saja ke rooftop. Aku akan menyusul." Ia teringat sesuatu, jadi harus kembali ke ruangan kantornya.
Aya yang tengah tersenyum, mengangguk dan terkekeh melihat Mark sedikit panik. Entah apa yang membuat laki - laki itu langsung berlari meninggalkannya dan Jeno.
"Ayo Je, kita ke atas. Aku tahu jalannya. Ikuti aku doneus," ucap Aya tanpa memerhatikan raut wajah Jeno yang masam.
Jeno merasa tak suka melihat kenyataan bahwa Aya sudah seperti kenal dekat dengan Mark. Bahkan sedaritadi mereka berdua berbincang seakan Jeno tak ada di antaranya.
"Doneus! Ayo!" seru Aya yang sudah berjalan lebih dulu, namun Jeno masih saja diam di tempatnya.
Dengan langkah enggan, Jeno mengikuti Aya. "Seharusnya aku tidak menurutimu untuk ke sini," gerutunya yang samar - samar di dengar Aya.
"Hah? Kau bicara apa Je?" tanya Aya.
Jeno terkesiap, ia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bicara apa pun," elaknya.
"Eoh? Tapi, tadi aku mendengarmu bicara... ah, entahlah," sahut Aya.
Gadis itu melanjutkan langkahnya dan diikuti oleh Jeno yang sedang menghela napas lega. Hampir saja ia ketahuan karena menggerutu di belakang sahabatnya itu.
Mereka berdua tiba di rooftop caffe. Belum juga Jeno mendudukkan dirinya, ponselnya bergetar. Tapi, ia abaikan. Setelah berkali - kali, mau tak mau Jeno merogoh saku celananya untuk mengambil benda pipih itu.
"Kenapa doneous?" tanya Aya yang sudah duduk, dan melihat Jeno masih berdiri.
Jeno mengangkat ponselnya dan Aya tahu kalau laki - laki itu mendapat telepon penting. Dengan langkah lebar, Jeno sedikit menjauh.
Ternyata yang menelepon adalah Jaehyun. Atasannya sendiri. Ada apa Jaehyun menghubunginya? Jeno segera menerima panggilan tersebut.
[Yeoboseyo.]
[Ya chef Jeno. Maaf sekali kalau aku menganggu waktumu. Hanya saja di restoran sedang ramai sekali, ada booking place dadakan dan kami membutuhkanmu.]
Hhh, baru juga Jeno bisa bernapas lega karena bisa pulang lebih cepat karena sudah ada Taeyong yang menghandle dinner time di restoran. Tapi, nyatanya ada suatu acara dadakan yang diadakan di sana.
Mau tak mau, Jeno harus kembali ke La Bosseade. Kalau tidak itu sama saja ia tidak profesional. Tapi, bagaimana dengan Aya? Kalau Jeno harus mengantar Aya lebih dulu, akan buang waktu.
[Baik chef.]
Jeno mengakhiri panggilannya dan menghampiri Aya.
"Firefly, bagaimana ya aku menjelaskannya."
"Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat panik?" sahut Aya yang melihat raut wajah Jeno berubah khawatir.
"Bisakah kau pulang sendiri nanti? Maaf aku tidak bisa menemanimu, aku harus kembali ke La Bosseade."
"Astaga Jeno! Kukira ada apa. Ya sudah tidak apa - apa. Aku bisa naik bus nanti. Jangan khawatir."
Jeno menghela napas lega. "Baiklah, nikmati kopimu dan langsung kembali. Jangan pergi ke mana pun tanpa aku, mengerti?"
"Ya, ya... sudah sana pergi. Nanti Jaehyun menunggumu bagaimana?"
"Bagaimana kau tahu kalau Jaehyun yang menghubungiku tadi?" sahut Jeno.
"Sebelum dia meneleponmu, dia mengirimiku pesan dan menanyakan keberadaanmu."
O, astaga. Sudah sedekat itukah Aya dan Jaehyun? -menurut Jeno. "Ya sudah. Aku pergi kalau begitu. Ingat, langsung pulang setelah ini!"
Aya mengangguk dan menyengir. "Hati - hati doneus," teriaknya karena Jeno langsung bergegas pergi.
•-----•
"Di mana Jeno?" tanya Mark sambil membawa tiga gelas kopi dengan wadah.
Aya mendongak untuk menatap Mark. "Ah, Jeno baru saja pergi. Ada urusan di restoran. Jadi, aku ditinggal sendiri."
"Sayang sekali... aku sudah menyiapkan kopi caramel untuknya."
"Ya sudah, untukku saja. Kebetulan aku sangat suka kopi caramel selain red eye."
Mark mengangguk dan tersenyum, lalu meletakkan ketiga kopi tersebut di atas meja. "Kalau begitu, biar kutemani. Bagaimana? Itu pun kalau kau tidak keberatan."
"Tentu saja tidak. Sepertinya mengobrol denganmu sangat seru. Aku juga tertarik dengan dunia photography, tapi bingung ingin diskusi dengan siapa. Berhubung kau mengetahui lebih banyak soal itu, jadi aku akan mengganggumu dengan berbagai pertanyaan nanti," ucap Aya sambil tertawa renyah.
Mark ikut tertawa. "Tanyakan apa pun padaku, pasti akan kujawab. Asalkan jangan bertanya aku sudah punya kekasih atau belum."
"Memang kenapa?"
"Karena aku masih single," sahut Mark sambil tertawa riang.
Membuat Aya tak bisa menyembunyikan lagi tawanya. Ia merasa nyaman ketika mengobrol dengan Mark. "Astaga Mark. Kukira kenapa."
"Ah, aku punya sesuatu untukmu. Tapi sebelumnya maaf, hanya saja aku tak bermaksud untuk mengganggu privasimu." Mark mengeluarkan beberapa lembar foto dari balik coatnya.
Aya mengernyitkan dahinya. "Ini apa?" Ternyata lembar foto itu ada foto dirinya dengan berbagai ekspresi saat mengobrol dengan Jaehyun semalam.
"Astaga Mark! Aku terlihat sangat berbeda di foto ini. Anglenya sangat cantik," ujarnya sambil melihat - lihat lembar foto lainnya.
Mark tersenyum lebar mendapati respon yang baik dari Aya. "Objek yang kufoto semalam itu tak kalah cantik dari angle."
"Kau bisa saja Mark. Ah, bolehkah aku bawa? Foto ini untukku."
"Bawa saja semuanya. Aku memang sengaja memberikan itu untukmu sebagai hadiah pertemanan kita," sahut Mark.
"Terima kasih, Mark." Aya kembali memerhatikan foto - foto hasil jepretan diam - diam Mark semalam. Tanpa sengaja, fokus gadis itu tertuju pada Jaehyun yang terekam dalam salah satu foto itu.
Di dalam foto itu, Jaehyun terlihat tengah memandangi Aya dengan tatapan yang bisa dibilang sangat teduh. Sedangkan, Aya terlihat tertawa di foto tersebut. Benar - benar momen yang tidak biasa bagi Aya.
Tanpa Aya sadari, Mark memerhatikan ekspresi wajah Aya saat melihat foto tersebut. Bahkan laki - laki itu menyunggingkan senyum tulusnya.
"Aya, izinkan aku mengajakmu makan siang besok. Bisa?" tanya Mark tiba - tiba.
Aya mengernyit bingung. "Dalam rangka apa Mark? Hanya kita berdua?"
"Aku ingin mengenalmu lebih dekat. Itu saja... kalau kau keberatan, tidak masalah. Aku akan menunggu sampai kau bersedia."
Seperti ada kupu - kupu yang berterbangan di dalam perut Aya. Ia sedikit senang tapi juga bingung maksud dari ajakan Mark itu.
"Ayolah, anggap saja seperti Jeno yang sering menteraktirku makan siang. Begitu pun Mark, dia hanya ingin mengajakku makan siang sebagai teman barunya," batin Aya.
Aya mengangguk tanda setuju. "Baiklah, aku biasa makan siang di tempat Jeno bekerja, restoran La Bosseade."
"Restoran Jaehyun? Ah, baiklah." Mark tersenyum lebar.
•-----•