Lima jam kemudian, Randika membangunkan Christina dan membawanya turun dari kereta.
Meskipun sudah larut malam, kembali di kota kesayangannya yaitu Cendrawasih membuat Christina sedikit tidak percaya. Dia hampir menangis mencium aroma kebebasan ini.
Jika bukan karena Randika, dia sudah akan menjadi korban dari praktek perdagangan manusia.
"Menangislah kalau kamu mau. Aku ada di sini." Kata Randika. "Jika ada yang mengejekmu maka aku akan membunuhnya di tempat!"
"Huh, memangnya siapa yang mau menangis." Christina menghapus air matanya. "Aku itu seorang guru jadi aku harus memberikan contoh yang baik."
"Guru atau tidak, kamu tetaplah seorang perempuan yang nyaris mengalami kejadian mengerikan. Menangis air mata bahagia bukanlah contoh yang buruk."
Christina lalu berjalan ke arah pintu keluar dengan kepala terangkat, dia tidak akan membiarkan kejadian mengerikan itu menghantui dirinya.