Setelah Renee mengetahui wajah asli Ivana, wanita paruh baya itu tidak pernah datang lagi ke kamarnya hanya untuk sekadar menyuruhnya melakukan sesuatu, Renee menghela napas lega, seharusnya kalau ia tahu, ia akan melakukan hal seperti ini lebih awal.
Dengan begitu ia tidak akan melihat wajah menyebalkan Ivana yang datar itu.
Berbeda dengan beberapa hari yang lalu, kamar Renee sekarang lebih terang, tirai yang menutupi jendela ia buka lebar dan ia membiarkan angin berhembus masuk, membuat kamarnya yang tadinya pengap, kini terasa lebih nyaman.
Renee tidak lagi khawatir tidak bisa membedakan siang dan malam, ia bisa bangun tepat waktu dan bersiap untuk mencari Leo, melakukan tugas dari sang Ratu.
"Baiklah, hari ini aku harus melakukan semuanya dengan baik."
Renee menatap pantulan dirinya di cermin, tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Wanita itu dengan cepat keluar dari kamar, menuju kamar tidur Leo dan berdiri di depan pintu, tidak sampai lima menit ia melihat pintu itu terbuka.
Leo mendongak melihat Renee yang tersenyum cerah padanya, ia tidak mengerti mengapa wanita itu begitu semangat, tapi tidak ingin mencari tahu.
"Aku akan mendorongmu sampai ke meja makan." Renee langsung pergi ke belakang kursi roda, mendorong tanpa keluhan.
"Tuan ...." Ivana datang dengan kening berkerut, ia jelas tidak suka dengan Renee. Tapi sebisa mungkin menahan raut wajahnya yang tidak bahagia. "Sarapan anda sudah siap."
"Baiklah, mari pergi." Leo melambaikan tangannya.
Renee mendorong kursi rodanya sambil melirik Ivana, dua wanita itu kemudian saling membuang muka.
Leo tidak peduli, atau lebih tepatnya ia tidak mau peduli dengan masalah mereka berdua. Ivana sepertinya tidak tahan ditatap Renee di depan Leo, ia menjauh.
"Berhenti membuat masalah dengannya," kata Leo sambil mengoleskan selai ke roti, matanya melirik Renee yang berdiri di sisinya. "Ivana bukan orang yang mudah diprovokasi."
"Tidak, aku tidak melakukan apa pun." Renee melihat ke arah lain, selain kamarnya seluruh mansion ini masihlah gelap, kemudian ia teringat sesuatu. "Apa tanganmu baik-baik saja?"
Leo tersenyum tipis. "Sudah lebih baik."
Tangan Leo tidak lagi terbalut perban, tapi masih ada bekas luka yang samar di punggung tangannya, kalau ia tidak memakai lengan panjang yang menutupi, bekas itu akan terlihat dengan jelas.
Setelah menyelesaikan sarapan yang sepi itu, Renee membawa Leo ke ruang kerja, mereka berdua tidak banyak bicara.
Ruang kerja yang rusak tempo hari sudah diperbaiki tanpa cela sedikit pun di dindingnya, Leo dengan tenang mengerjakan satu demi satu dokumen yang ada, tidak jarang ia akan menuliskan beberapa hal di kertas dengan penanya.
Renee tidak ingin duduk dan memperhatikan laki-laki itu terus-menerus, ia bergerak merapikan segala sesuatu yang sebenarnya sudah rapi, mencari petunjuk tentang siapa yang mengendalikan semua keanehan di kota Dorthive ini.
"Jangan berkeliaran di sekitar, duduklah di sana." Leo bergumam dengan suara rendah, keningnya berkerut lagi.
"Aku akan lebih pelan." Renee menolak dengan halus, tetap berkeliling seperti seorang guru yang mengawasi muridnya.
Leo berdecak, tidak mengatakan apa-apa lagi, ia tenggelam dengan pekerjaannya. Hingga beberapa langkah Renee melihat satu demi satu buku, pintu ruang kerja diketuk oleh seseorang.
"Ada apa?" tanya Leo dengan pelan, tangannya sibuk menuliskan sesuatu di atas kertas. Renee berjalan pelan menuju pintu, membukanya dengan perlahan.
Tampak Ivana berdiri dengan wajah datarnya, ia memandang Leo yang sibuk.
"Tuan, Ducches Celia berkunjung."
Renee yang ada di depan Ivana merasa diabaikan, ia mendengkus.
Leo diam sesaat, tangannya yang memegang pena itu mengepal dengan gerakan yang samar.
Renee menghela napas panjang.
Bisakah Leo menerima tamu dalam situasi seperti ini? Luna hanya berharap semoga ia tidak terbakar.
"Baiklah, tunggu aku di rumah kaca." Leo menganggukakn kepalanya, Ivana melirik Renee dengan kilatan mata yang aneh, lalu pergi.
"Bagaimana kau … tunggu …." Renee melihat Ivana yang benar-benar menghilang di lorong, ia menutup pintu dengan hati-hati dan berjalan menuju Leo. "Apakah kau tidak akan terbakar? Orang itu menyetujuinya?"
Walau pun Renee tidak tahu siapa 'orang itu,' tapi ia tetap harus mewaspadainya.
"Aku tidak tahu." Leo merapikan lembaran kertas, menggulungnya dengan tali tipis.
"Apa maksudmu?"
Leo tidak bicara lagi, ia menggerakkan kursi rodanya keluar, Rene akhirnya mendorong dengan tanda tanya besar di wajahnya.
Rumah kaca ada di samping Mansion, letaknya di luar dan tidak mungkin terhalang oleh tirai, semakin Renee mendorong kursi roda Leo ke arah pintu, perasaannya semakin tidak karuan.
Bayangan Pelayan yang terbakar menjadi abu berkeliaran di benaknya, belum lagi Leo yang jatuh dan tangannya menghitam terkena sinar matahari.
Wanita itu menggigit bibirnya dengan kuat.
Renee melihat Leo yang ada di depannya, laki-laki itu tetap tenang. Tidak khawatir kalau tubuhnya akan terbakar sengatan sinar matahari.
Renee menarik napas dalam-dalam.
Pintu terbuka oleh Ivana yang menunggu, ia kemudian berjalan dan mendorong Renee dari belakang kursi roda Leo, tanpa kata membawa sang Marquis keluar.
"Tunggu di sini, Renee." Leo bergumam dengan pelan, dari matanya ia mengisyaratkan kalau Renee tidak perlu mengikutinya kemana-mana.
Tapi Renee tidak ingin tinggal diam, ia berjalan mengikuti, saat Leo keluar dari teras dan kulitnya langsung merasakan sinar matahari yang hangat, Renee menahan napasnya.
Tapi tidak ada yang terjadi, kursi roda berjalan dengan lancar dengan dorongan Ivana, menuju rumah kaca. Renee merasa lega sekaligus penasaran, ia bergerak mengikuti.
Di rumah kaca, Celia tengah menunggu dengan gaun merah jambu yang indah, rambut coklatnya yang bergelombang itu ia biarkan tesampir di bahunya, wanita itu duduk di depan sebuah meja bundar, menunggu dengan sabar Pelayan yang datang membuatkam teh melati untuknya.
Seperti biasa, Celia selalu terlihat menawan dengan parasnya yang cantik, ia langsung berdiri begitu melihat Leo yang datang bersama Ivana.
"Marquis Leo, senang melihatmu." Celia tersenyum manis, untuk sesaat Renee merasa iri dengan segala hal tentang Celia.
"Ada keperluan apa kau bertemu denganku?"
Celia kembali duduk di kursinya, ia terkekeh pelan dan melirik Ivana dan Renee yang ada di belakang Leo. "Yah, aku ingin mengatakan hal penting, tapi tidak nyaman kalau ada orang lain di sekitar kita."
Tanpa pikir panjang, Leo langsung melambaikan tangannya. Ivana pergi dan Renee yang terlihat enggan itu menatap Celia dengan dalam.
Cela tersenyum padanya, sangat manis dan matanya yang indah itu menyipit. Renee mau tak mau menjauh dan pandangannya tidak bisa lepas dari Celia yang mengajak bicara Leo.
Renee mengusap lehernya, mungkin ia terlalu banyak berpikir akhir-akhir ini. Celia adalah orang baik dan lembut, tidak mungkin ia melakukan sesuatu yang aneh-aneh.