Descargar la aplicación
60.16% Lady Renee / Chapter 71: Pertaruhan 2

Capítulo 71: Pertaruhan 2

Sosok berjubah hitam yang menjadi dalang semua ini itu menghela napas panjang, ia melihat semuanya dari lantai paling atas Mansion keluarga Emmanuel, ia melihat bagaimana Renee yang hampir saja terpengaruh dengan perkataan Arthur dan Dylan yang datang bersama seorang gadis kecil.

Membawa gadis kecil adalah hal yang paling buruk dalam keadaan seperti ini, ia tidak tahu apakah Renee atau Dylan terlalu bodoh menyadarinya.

"Dua orang bodoh itu … bagus sekali …." Sosok berjubah itu terkekeh pelan, ia mengusap kedua tangannya yang dilapisi sarung tangan hitam. "Sekarang, aku ingin lihat, bagaimana keadaan kekasih tercintaku? Apakah ia masih kesakitan?"

Sosok itu berbalik, hanya dengan lambaian tangannya sebuah pintu langsung muncul dari bawah lantai, terbuka dengan suara derak yang halus, memperlihatkan ada ratusan anak tangga menuju ke bawah.

Sosok berjubah hitam itu mengambil lentera, turun ke bawah dengan langkah ringan, mulutnya mengeluarkan senandung pelan yang lembut didengar.

Mungkin saat ini ia dalam suasana hati yang sangat baik, apalagi setelah melihat Renee yang tidak dalam keadaan yang menguntungkan.

Tangga itu menurun ke bawah dan sangat panjang, jika tidak ada lentera yang ia pegang di tangannya maka tidak akan terlihat anak tangga di bawah kakinya, awalnya terlihat bagus dan normal, tapi lama kelamaan anak tangga itu berubah, menjadi tangan-tangan yang saling terjerat satu sama lain, berupa gumpalan daging dan akhirnya berubah menjadi tulang belulang.

Kaki sosok itu menginjak tanpa rasa khawatir, suhu semakin turun dan lembab, aroma karat yang kuat menguar di udara, terasa menyesakkan dan tidak nyaman.

Ia sampai di lantai terbawah, tempat Leo yang selama ini terkurung, tempat yang mustahil akan ditemukan oleh Renee di atas sana.

"Cintaku? Apa kau merindukan aku?" Sosok itu bergumam dengan suara yang sengaja ia sebutkan dengan mendayu-dayu. "Aku datang untuk menjengukmu."

Sosok itu bertingkah seakan-akan Leo saat ini berada dalam keadaan yang baik, seakan-akan bukan ia yang melakukan semua ini pada Leo.

Bertingkah seperti orang polos yang tidak tahu apa-apa.

"Cintaku? Kenapa tidak menjawab?"

Lentera ia angkat tinggi-tinggi, cahaya langsung berpendar mengitari sekitar, bebatuan masih diselimuti lumut dan tangan-tangan yang muncul di bawah masih berdiri tegak mengangkat cakar mereka.

"Cintaku? Kau masih bisa mendengarkan aku, bukan?"

Sosok itu melangkah, tangan-tangan yang berdiri tegak itu mulai bergerak-gerak.

Cahaya lentera mulai mendekat ke ujung yang merupakan tempat Leo terjerat di sana, terlihat sosok dalam lilitan rantai itu tidak lagi bergerak.

"Cintaku?"

Sosok berjubah itu mendekat hingga ia benar-benar berdiri di depan Leo yang terkulai.

"Kau baik-baik saja?"

Leo menundukkan kepalanya dalam-dalam, deru napas terengah-engah terdengar, awalnya terdengar keras hingga lama kelamaan menjadi perlahan, seakan-akan Leo tengah mengatur agar dirinya tidak terlihat terlalu buruk di depan sosok yang kini terlihat tengah mengejeknya.

"Kalau kau patuh padaku, kau tidak akan bernasib seperti ini cintaku."

Sosok itu perlahan-lahan mengulurkan tangannya, menyentuh wajah Leo dan memaksa mereka agar saling bertatapan. "Terlebih lagi, diantara semua wanita, kenapa harus Karren?"

Leo tidak membuka matanya hingga dagunya benar-benar dicengkeram sosok itu dengan kuat, kukunya yang panjang menembus pipi Leo hingga meneteskan aliran darah.

Hal-hal seperti ini adalah hal yang terus terjadi, sampai-sampai Leo merasa dirinya berada dalam sebuah dimensi yang membuatnya terjebak dalam ruang dan waktu yang sama.

"Cintaku, menyerah saja …. Karren sudah mati, aku juga akan mengembalikan semuanya seperti dulu …."

Sosok itu selalu berbicara dengan nada yang berbeda setiap kali ia datang, tidak peduli itu bujukan atau ancaman, Leo tidak pernah menanggapinya.

Entah itu teriakan atau tangisan, Leo tidak luluh, laki-laki itu selalu diam, bibirnya terkatup rapat.

Hingga kali ini sosok itu datang dengan membawa nama Karren, nama yang tidak pernah Leo dengar lagi selama lima tahun lamanya.

"Karren bahkan tidak punya apa-apa untuk memuaskanmu, tapi kau memilihnya. Berapa banyak wanita yang harus aku waspadai di sekelilingmu, cintaku?"

Sepasang mata hitam gelap membuka mata, ruang bawah tanah yang gelap itu terasa semakin dingin, tetesan air yang jatuh ke bawah perlahan-lahan mulai berhenti dan tangan-tangan monster yang bergerak mulai tenggelam kembali ke dalam tanah.

"Omong kosong apa yang kau katakan?" Leo bergumam dengan suara rendah, seakan-akan dari suaranya saja sudah terasa suasana yang menyesakkan. "Untuk apa membawa nama orang yang sudah mati?"

Leo tidak ingin mengingat Karren, bahkan ia tidak pernah lagi menginginkan ingat wanita itu.

Sosok itu melepaskan tangan dari wajah Leo, ia tertawa hingga lentera yang ada di tangan itu cahayanya bergoyang-goyang.

"Cintaku, tidak usah marah. Aku tahu kau menyesal atas apa yang telah terjadi di masa lalu. Ayo, patuh saja padaku. Aku akan menyelamatkan semua orang dan kau akan baik-baik saja."

Leo menjilat sudut bibirnya yang berdarah, mata hitamnya itu suram seperti pekatnya malam.

"Jawabanku sama."

GREK … GREK ….

Rantai yang selama ini mengikat kaki dan tangan Leo terlepas dalam satu kali tarikan, bunyi gemerincing pecahan rantai yang berjatuhan di atas batu terdengar lirih.

Laki-laki yang sudah meringkuk di tempat yang dingin itu akhirnya bergerak, luka-luka yang ada di tubuhnya mulai pulih dan sorot matanya berubah menjadi lebih dingin daripada biasanya.

"Tidak."

Laki-laki itu perlahan bangkit dengan tubuh yang penuh noda lumpur dan darah, ia menatap balik ke sosok berjubah hitam itu sembari berdiri, tangan-tangan monster yang tadi masuk kini melonjak naik, mencakar bebatuan.

"Apa kau pikir aku berdiam diri saja selama lima tahun ini?" Leo menggerakkan lengannya, sosoknya terlihat lebih gelap dan matanya itu perlahan berubah menjadi hitam sepenuhnya.

"Tidak mungkin kau …."

Sosok itu terkejut, sontak ia langsung mundur menjauhi Leo, tongkat yang selama ini tidak ada di tangannya tiba-tiba saja muncul menapak ke atas batu dengan suara yang keras.

"Cintaku, kau tidak akan melakukan sesuatu yang buruk padaku, kan?"

Sosok itu terlihat waspada, mungkin ia sama sekali tidak memprediksi bahwa hal yang seperti ini akan terjadi, tongkat yang ia pegang kembali mengetuk bebatuan.

Leo mengangkat wajahnya, ia terlihat tidak menunjukkan raut wajah yang berarti, darah yang menetes di tubuhnya perlahan-lahan mulai mengering.

"Ya, kalau kau bisa … kenapa aku juga tidak bisa?"

Leo menyeringai, perkataannya seperti petir di malam hari yang dingin, kuat dan penuh makna yang mendalam. Di detik berikutnya tangan-tangan yang melonjak itu melompat, menampilkan sosok-sosok monster yang telah terkubur lama di dalam tanah.

"Cinta?" Leo menyeringai lebar, matanya melotot. "Kata-kata menjijikkan itu membuatku muak mendengarnya."


next chapter
Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C71
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión