Adel berlari dengan tergesa saat melihat Karina berjalan mendekat. Rumah dua tingkat itu begitu sederhana, halamannya tidak begitu luas namun cukup untuk memarkirkan motor motor milik mereka.
"Kakak... Astaga Adel nungguin Kak Karin dari kemaren. Kakak dari mana? Kakak tau gak kalo tadi pagi kak Leo ngurus rumah baru buat kita "
Gadis yang terpaut tiga tahun darinya itu terus berceloteh sepanjang jalan menuju rumah. Seperti biasa, para kakak akan bekerja hingga petang tiba dan meninggalkan Adela sendiri menjaga rumah. Mama Riska memiliki rumah sendiri, dia hanya akan datang untuk menagih uang tiap bulan ataupun meminta sejumlah uang. Tentu tidak ada perlawanan dari mereka.
Walaupun mama Riska hanya datang sesekali, tapi tidak dengan sang suami. Di awal - awal kepergian bunda Ayu, om Retno selalu datang setiap malam hanya untuk melampiaskan rasa kesal. Memukul, mencambuk, hingga melempar barang - barang. Karina bahkan memiliki bekas luka memanjang di bagian perutnya karena vas bunga yang dilempar.
Oleh sebab itu anak laki - laki mencoba menjauhkan segala benda dari bahan kaca. Hingga sekarang intensitasnya sudah berkurang, hampir tidak ada pajangan di dalam rumah itu. Hanya ada satu pigura besar. Foto yang diambil saat hari kelulusan Karina dari sekolah menengah atas.
Karina dan Adela sama - sama menggunakan kebaya, lima anak lainnya serempak dengan jas semi formal berwarna hitam. Karina tidak percaya mereka menyewa pakaian itu hanya untuk berfoto di hari kelulusannya. Entahlah, harusnya uang itu bisa dipakai untuk kebutuhan sehari - hari ataupun pengobatan Adela.
"Iya kakak tau. Ayo kita ngomong didalam. Kamu udah masak? Kakak lapar."
"IYA AYO."
Karina tersenyum, mengikuti arah tangannya yang ditarik. Adela begitu bersemangat untuk pindah ke rumah baru. Tidak akan ada lagi alasan tante Riska untuk datang dan terus melukai mereka. Walaupun tempat ini penuh dengan kenangan bunda, hampir tidak ada lagi benda yang terhubung dengannya selain si bangunan tua.
"Aku gak habis pikir sih,, astaga kita bakal pindah. Kak Leo tadi semangat banget sampai hampir kepeleset. Sedih sih harus ninggalin bunda, tapi kata kak Khansa bunda bakal lebih sedih kalo liat kita sengsara di sini."
Karina menatap makanan yang disiapkan Adela. Meja makan bundar itu dipenuhi makanan sederhana namun terasa nikmat. Adela juga ikut duduk dan makan bersama. Mereka bercerita seperti teman lama yang baru bertemu kembali. Sebagai anak bungsu Adela sangat dengan Karina, tentu saja karena dia adalah satu satunya wanita lain di rumah ini selain dirinya.
kriing
"Halo kak." Karina mengangkat telpon genggam nya yang baru saja berbunyi. Sebuah panggilan dari si sulung Leo.
"Kamu hutang banyak cerita sama kakak !! Gimana caranya kamu dapat rumah sebesar ini Karin ? Astaga kamu nggak macam - macam, kan ?"
Alis Karina terangkat, "Sebesar apa ?" tanya nya.
"Sebesar rumah teman perempuanmu itu."
Ini gila ! Satu - satunya teman perempuan Karina adalah Alura. Walau terlihat seperti gadis urakan yang sering terlihat dengan anak - anak 'malam' Alura adalah anak dari salah satu artis terkenal. Ayahnya memiliki perusahaan batu bara di kalimantan dan tentu dengan pendapatan mereka sebuah rumah besar dengan tiga kolam renang bukanlah masalah.
Mungkin tidak sebesar rumah milik Surya Mahendra, tapi tetap untuk ukuran seorang 'kakek' yang bahkan belum jelas apakah Karina benar - benar cucunya, hal ini sangatlah tidak masuk akal.
"Kak, apa kau sudah memindahkan barang atau sesuatu tentang rumah itu ?"
"Kakak aja nggak berani tanda tangan kontraknya. Astaga, rumah sebesar itu cuman mimpi. Karina kamu beneran gak macam - macam kan dibelakang kakak ?" Leo benar - benar tidak percaya. Ketika pesan dari seseorang yang mengaku sebagai kerabat Karina memberi tahunya tentang sebuah rumah yang menjadi hadiah karena telah merawat Karina selama 22 tahun, Leo pikir itu hanya bualan belaka.
Hingga sang atasan menyuruhnya pulang lebih dahulu dan berkata seseorang sudah menunggunya — Leo benar benar tercengang. Dia hanya bisa menatap rumah dan kontrak kepemilikan ditangannya bergantian.
"Kakak pikir aja, emangnya ada yang mau sama aku ?"
"Nanti aku yang ngomong sama kakek. Kakak balik aja dulu, istirahat. Kapan terakhir kali kakak pulang cepat dan istirahat dengan baik."
.
.
.
Setelah berbincang banyak dengan sang Kakek, Karina diajak untuk berkeliling rumah. Tidak membayangkan betapa kesepiannya pria itu, hanya tinggal seorang diri tanpa keluarga. Walaupun dia memiliki banyak pengawal dan pelayan, tentu rasanya akan sangat berbeda.
Dari sani juga cerita tentang Surya menganggap cucu dari tangan kanannya sebagai cucunya sendiri. Memperlakukannya sebagaimana seorang kakek dengan cucu laki - laki. Sang tangan kanan adalah sahabat semasa kecil, Jagra Parwana. Putra putri mereka tumbuh besar bersama sebagai saudara. Jadi sangat wajar ketika putra Jagra memiliki anak dan dia menganggapnya sebagai cucunya kan ?
Surya bahkan sudah bertekad untuk memberikan harta waris pada sang cucu angkat. Awalnya ditolak dengan tegas, hal seperti ini akan memunculkan prasangka dan presepsi lain dalam diri semua orang. Masyarakat awam akan menganggap keluarga Parwana hanya setia demi harta.
Namun orang yang mereka tolak adalah Surya Mahendra. Sang legenda bisnis yang keras kepala. Jevan — cucu angkatnya akhirnya setuju dengan syarat dia harus bekerja di perusahaan dan diperlakukan sebagaimana pegawai lainnya.
SM ENTERTAIMENT bergerak dalam industri musik dan hiburan. Perusahaannya banyak menghasilkan orang - orang berbakat. Grup grup musik, boy dan girlband, serta aktor dan aktris — SM ENTERTAIMENT memiliki segalanya. Sebuah boygrup yang saat ini sedang menjadi candu di kalangan muda juga berada dalam naungan mereka. Sebuah boygroup yang bergerak secara universal, memiliki sub unit dengan konsep yang berbeda adalah ciri khas mereka. Selain bakat, wajah nan rupawan itu juga memikat banyak kalangan muda.
"Jevan sedang berada di Jepang. Aku menyuruhnya memeriksa perusahaan di sana. Dia sangat bisa di andalkan dan di percaya. Aku harap kalian akan menjadi saudara yang akur seperti orang tua kalian dulu."
"Pasti. Jevan pasti orang yang baik, aku pikir aku yang akan membuat canggung. Kakek pasti sudah menebak jika aku tidak pandai bergaul, kan?"
"Ya, dan Samudra adalah lelaki dengan mulut secerewet perempuan. Kalian pasti akan cocok, hahaha."
Karina ikut tertawa, bergerak meminum es jeruk yang ada didepannya. Mereka sedang duduk di taman belakang rumah besar itu. Ada danau buatan yang tidak terlalu besar dengan ayunan dari kayu jati disebelahnya. Tempat yang tidak pernah Karina bayangkan akan dia datangi.
Rumah yang seharusnya dia miliki sejak bertahun silam.