Descargar la aplicación
40% Kupu Kupu Hitam / Chapter 2: Empat pilar raksasa

Capítulo 2: Empat pilar raksasa

Seperti dugaan, rumah dari pemilik SM ENTERTAIMENT ini sangatlah besar. Sebuah rumah yang tidak pernah Karina pikir akan dia masuki. Pilar pilar nya tinggi dengan diameter besar. Empat pilar utama yang menopang teras depan bahkan sudah bisa membuat Karina terpana.

Mereka masuk, Karina sedikit khawatir akan air yang menetes dari pakaian basahnya. Walaupun sudah setengah kering, lantai yang seluruhnya berlapis karpet menjadi masalahnya. Apa tidak apa - apa ?

"Antarkan dia ke kamar Asyala dilantai atas. Ganti pakaiannya dengan pakaian terbaik dan suruh pelayan lainnya menyiapkan makanan. Layani dia dengan baik, mulai sekarang kalian harus menghormatinya." gadis itu mengikuti arahan dari seorang pelayan. Bahkan untuk ukuran seorang asisten rumah tangga, pakaian yang digunakan seperti seragam pelayan sebuah restoran terkenal.

Karina berpikir, berapa gaji yang dia dapat jika bekerja disini ?

Kamar yang dimaksud berada tak jauh dari tangga, pintunya berwarna merah muda dengan sebuah gantungan kayu bertuliskan 'Asyala'. Sebenarnya dia agak terkejut. Asyala adalah nama tengahnya, Karina Asyala Candratika. Kak Reno — kakak tertua kedua setelah kak Leo — pernah bilang jika dulu dia memiliki kalung dengan nama Asyala yang akhirnya bunda tempatkan ditengah namanya. Sayangnya kalung itu hilang ketika Karina berusia empat tahun.

"Silahkan masuk nona. Kamar mandi ada disebelah sana, saya akan siapkan pakaian anda. Sudah ada handuk bersih di lemari kaca didalam kamar mandi." Karina masuk ke dalam pintu bercat putih yang disebut sebagai kamar mandi.

"Astaga... Orang kaya emang suka buang buang uang ya ?" gumam Karina ketika melihat isi kamar mandi tersebut.

Di sisi lain, tuan Surya Mahendra duduk di ruang kerjanya setelah mandi dan berganti pakaian. Seorang dengan jaz hitam formal berdiri di depannya. "Kau sudah lihat cucu ku ? Cari segala informasi tentang dia. Terutama siapa yang membesarkannya selama ini, aku berhutang budi pada mereka. Cucu ku tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik." senyum tak henti hentinya terpatri di wajah letihnya.

Bertahun - tahun hidup seorang diri membuatnya lelah akan dunia. Segala harta benda bisa dibelinya, tapi tidak dengan keluarga. Kehadiran sang pewaris sah yang selama ini didamba dalam mimpi akhirnya terwujud.

"Baik, tuan."

.

.

.

Karina benar benar tidak habis pikir dengan pakaian yang disiapkan. Di atas kasur itu sudah terlipat rapi beberapa baju yang mungkin bisa Karina jadikan pilihan. Berikut juga dengan bawahan dan pakaian dalam nya. Astaga, pelayan itu bahkan menaruh pakaian dalam secara terang - terangan, batin Karina.

Dia melihat sekeliling, netra nya jatuh pada sebuah lemari berukuran besar di salah satu sisi kamar. "Kakek itu bilang ini kamar ku, jadi tidak masalah, kan jika ku ambil apapun disini ?" Karina mulai berjalan menuju lemari itu. Tubuhnya hanya ditutupi jubah mandi berwarna marun dengan sebuah handuk diatas kepala.

Lemari berwarna putih itu memiliki segala yang Karina impikan. Bagian atasnya dipenuhi tas - tas mewah. Kecil, sedang, besar. Segala bentuk, ukuran, dan model yang hanya bisa Karina lihat dibalik layar pipih. Baju - baju dengan berbagai model bergantung rapi. Kepala Karina naik turun memindai segala benda yang ada di sana.

Awalnya sebuah piyama hitam bergambar tikus perempuan dari karakter disney menarik perhatiannya. Iya, awalnya. Hingga manik legamnya menangkap sebuah pintu lain disebelah kanan lemari. Jika pintu disisi lainnya adalah kamar mandi, lalu pintu apa ini ?

Karina mungkin terlihat dingin, menatap lawan bicara dengan tajam. Tapi tentu sebagaimana kaum hawa lainnya, Karina selalu memiliki rasa 'penasaran' akan banyak hal. Dia tumbuh dengan terlalu berpaku pada keseriusan belajar dan nilai. Sedikit waktu bermain bersama teman membuat dia sulit berinteraksi. Karina bahkan hanya memiliki satu sahabat. Perempuan yang selalu berada disisinya sejak sekolah dasar.

Namanya Alura. Mereka menjadi teman sebangku saat kelas tiga. Melihat Karina yang pasif, gadis kecil itu berinisiatif untuk membuatnya lebih aktif dan bergaul dengan anak anak kelas yang lain. Hasil nya, hanya Alura yang sibuk berbincang dan tertawa. Karina hanya duduk diam melihat interaksi teman - temannya.

Tapi Karina tidak pernah merasa di acuhkan. Alura selalu mencoba membuat Karina masuk dalam perbincangan yang hanya di jawab singkat olehnya. Sejak saat itu Alura bertekad untuk selalu berada di sekolah yang sama dengan Karina.

"Kamu tuh susah banget temenan. Nanti kalo kita pisah kamu makin kayak arca gimana ? Tahan banget sih seharian gak ngomong apa apa."

Karina tersenyum kala lintasan kenangan itu muncul dalam benaknya. Kini dia kembali pada fokus utama. Masuk dan mengetahui isi dari pintu misterius itu.

.

.

.

Surya tersenyum kala melihat sang cucu yang berjalan menuju meja makan. Tak henti hentinya dia mengucap syukur kepada Tuhan setiap melihat gadis dihadapannya ini. Rambut panjang dan mata hitam itu benar benar mirip seperti sang putri. Garis mata tajamnya menurun dari sang ayah. Hanya saja ada yang berbeda dari caranya menatap lawan bicara.

Rautnya pasif, matanya menatap kosong jauh ke depan. Berbeda dengan netra sang putri yang mampu menenggelamkan siapapun yang menatap pada ketenangan, sedangkan cucu nya mampu membuat seseorang memeluknya dan berkata, "Semua akan baik baik saja."

Matanya sangat rapuh. Tubuh nya putih cenderung pucat. Gerakannya canggung, beberapa kali Surya menangkap Karina mengalihkan pandangan ketika dia sedang berbicara.

"Ayo sayang. Duduk di sebelah opa."

Karina mengikutinya. Menggeser kursi disebelah kanan sang kakek dan duduk dalam diam. Belum pernah dia melihat hidangan makanan sebanyak ini hanya untuk dua orang. Pelayan pelayan berjejer di belakang ruangan, berdiri tegak menunggu perintah si pemilik rumah.

"Jadi, mau berbicara sambil makan ? Kamu pasti lapar. Pilih apapun yang kamu suka, mau opa ambilkan ?" Karina mengucapkan terima kasih ketika pria paruh baya itu dengan antusias mengambil sepotong ayam panggang dan meletakkannya di piring kosong Karina.

"Opa mau tahu apa tentang aku ?" sebenarnya Karina belum terlalu yakin. Tapi reaksi pertamanya saat bertemu dengan Karina meyakinkan setengah hatinya. Hanya ada sedikit orang yang mengetahui tentang simbol kupu - kupu hitam di lengan kanannya.

"Bagaimana dengan nama panjang dan sesuatu tentang dirimu ?" jawabnya.

"Karina. Karina Asyala Candratika, itu namaku. Aku suka segala hal yang berwarna ungu dan semua yang bersangkutan dengan coklat. Aku lulusan Universitas B jurusan sastra Indonesia dan sekarang sedang bekerja disalah satu kantor publishing."

"Jadi itu alasan kenapa kau berada di daerah itu."

"Iya, di rumah aku memiliki lima kakak laki laki dan satu adik Perempuan — oh astaga aku lupa belum memberi kabar apa apa. Opa, bisa aku meminjam charger ? Handphone ku mati sejak siang."

"Tentu saja, Linda ambil hp nya dan cas di kamar saya. Suruh bimo untuk membelikan charger baru dan letakkan dikamar Asyala." Surya memerintah salah satu pelayan yang ada di sana, Karina merasa tidak enak ketika hal remeh seperti itu harus dilakukan oleh orang lain.

Tapi mau bagaimana lagi. Entah kenapa dia merasa nyaman untuk duduk dan berbincang seperti ini. Tidak ada rasa canggung, seperti ketika dia berbincang dengan Alura dan saudara saudaranya yang lain. Apakah ini yang dinamakan ikatan batin keluarga ?


next chapter
Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C2
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión