Ny. Zemira berbalik badan secara perlahan. "A-apa yang kau katakan barusan?" tanyanya kepada Jhana.
"Apa yang saya katakan adalah kebenaran yang ada," ucap Jhana. "Yang anda pegang itu sebenarnya bukan obat-obat anda, tapi racun dari besan anda sendiri, itulah kenapa rasa obat-obat itu berubah, karena pada kenyataannya, itu bukan obat-obat yang seharusnya anda minum," sambungnya.
Ny. Zemira kemudian melihat botol-botol obat yang sedang dipegangnya. "Tamara?" gumam Ny. Zemira. Ia lantas menegakkan kepalanya.
"Kuberitahu padamu, Karin," ujar Ny. Zemira sembari berjalan mendekati Jhana. "Kau tidak akan pernah bisa memecah keluargaku, tidak akan pernah bisa," lanjutnya, ia lalu kembali berjalan menuju pintu.
"Jadi anda lebih memilih mati dari pada mempercayai saya?" tanya Jhana.
"Percaya padamu hanya akan membawaku pada kematian yang memilukan. Karin, aku memang sudah tua, tapi aku bukan anak kecil yang mudah untuk dibodohi," kata Ny. Zemira.
"Saya punya bukti!" sergah Jhana.
"Bukti palsu apapun tidak akan pernah membuatku percaya padamu."
"Lihat ini." Jhana memberikan struk yang dipegangnya pada Ny. Zemira, Ny. Zemira lalu melihat apa yang tertera pada struk itu.
"Semua nama barang yang ada di nota itu adalah racun, kan? Dan lihat jamnya, di situ dibuat kalau nota itu dicetak pada siang hari kemarin. Coba anda ingat, siapa yang kemarin pulang berbelanja pada siang hari di sini?" papar Jhana, Ny. Zemira hanya bisa diam.
"Anda bilang jika pagi kemarin rasa obat-obat anda masih normal, dan ketika siang, rasanya berubah. Saya yakin, Nyonya Tamara telah mengeluarkan semua obat anda dari botol-botol itu dan menggantinya dengan racun-racun yang dia beli sebelumnya, beberapa saat sebelum anda meminum obat-obat itu," sambung Jhana.
Ny. Zemira kemudian teringat akan saat dirinya mencari-cari obatnya kemarin siang dan secara tidak sengaja bertemu dengan Jhana yang memperingatinya untuk berhati-hati dengan mata yang berkaca-kaca.
'Saat itukah?' batin Ny. Zemira.
"Dan saya berani bersumpah, bahwa saya tidak menaruh racun ke jus anda waktu itu. Nyonya Tamara datang ke dapur dan dia menyuruh saya untuk membuatkan dua gelas jus buah naga, ketika saya bertanya siapa yang akan meminum jus-jus itu, dia tidak memberitahu, dan dia langsung menyuruh saya untuk pergi dari dapur setelah saya membuat jus-jus itu, dia tidak mengizinkan saya untuk mengantar jus-jus itu kepada orang-orang yang akan meminumnya, dan ternyata yang meminumnya adalah dia dan anda. Ketika saya keluar, saya yakin saat itulah dia menaruh racunnya. Saya memang tidak memiliki bukti kuat, tapi saya memiliki penjelasan yang masuk akal," ucap Jhana.
"Tapi itu tidak masuk akal bagiku." Ny. Zemira masih membela Tamara.
"Dengar, Nyonya, jika saya ingin meracuni anda saat itu, maka saya akan meracuni Nyonya Tamara juga, dengan begitu orang-orang akan menyalahkan buah naganya yang mereka pikir tidak segar, dan tidak akan ada yang berpikir bahwa saya telah meracuni kalian berdua. Dengan kata lain, setidaknya niat saya untuk membunuh anda tidak terlalu kelihatan, saya akan melakukannya dengan halus, dengan cara itu."
Ny. Zemira lantas berpikir sesaat. "Aku tidak akan pernah percaya pada omong kosongmu! Jika kau tidak ingin membuatkanku sup, maka tidak apa! Aku akan meminum obat-obat ini tanpa supmu! Aku sanggup melakukannya!" tegas Ny. Zemira.
"Nyonya, saya tidak akan meminta bayaran apapun untuk sup-sup yang akan saya buat untuk anda, tapi tolong, buang semua racun yang sedang anda pegang itu."
"Supmu bukan obatku yang sesungguhnya!"
"Ya! Ya, mungkin sup saya bukan obat yang sesungguhnya untuk anda, tapi yang sedang anda pegang itu adalah racun, dan sup saya jauh lebih baik dari pada racun. Setidaknya sup saya bisa membuat anda lebih sehat meskipun efeknya tidak akan sebesar obat-obat anda. Sup saya bukan racun, Nyonya. Tolong sadarlah, bahwa anda sebenarnya lebih memilih racun-racun dari pada sup yang baik."
Ny. Zemira kali ini tidak menjawab lagi, namun ia mengambil sebuah tindakan: merobek struk belanjaan Tamara sampai menjadi potongan-potongan yang sangat kecil, kemudian membuangnya sembari membuang ludah di tong sampah yang sama. "Cuih!"
"Tamara itu ibu Rasyid anakku, dia ibunya juga, jadi dia dan aku sama, kami seperti memiliki satu jiwa yang sama, dan hal itu yang mencegah kami untuk berlaku buruk satu sama lain," pungkas Ny. Zemira, ia kemudian pergi dari dapur.
Jhana lalu menarik napasnya dalam-lama, kemudian membuangnya.
***
Sementara itu, Ny. Zemira kembali ke kamarnya dan ia tidak mendapati suaminya di sana. Ibu dari 4 anak itu lantas duduk di atas ranjangnya dan memandangi obat-obatnya yang sebenarnya adalah racun.
"Karin hanyalah perempuan gila, orang waras tidak akan mempercayainya," gumam Ny. Zemira. Ia yakin bahwa semua yang dikatakan oleh Jhana hanya suatu kebohongan belaka, namun entah kenapa ia masih merasa sangat berat untuk meminum obat-obat tersebut.
Tapi, akhirnya Ny. Zemira mengisi gelasnya dengan air dan bersiap untuk meminum obat-obatnya. Baru saja Ny. Zemira akan meminum racun-racun itu, namun ketukan di pintu kamarnya membuatnya harus menunda untuk meminum racun-racun itu. Segera Ny. Zemira membuka pintu kamarnya dan mendapati Jhana yang datang bersama semangkuk sup.
Mereka berdua hanya mematung setelah saling bertatapan, tidak tahu harus berbuat atau berbicara apa.
"Apa yang kau lakukan?" Ny. Zemira akhirnya bertanya.
"Saya tidak akan membiarkan racun-racun itu bekerja dengan baik, makanlah ini," jawab Jhana.
"Aku menolak, terima kasih."
"Anda yakin? Anda belum meminumnya, kan?"
"Aku tidak akan menjatuhkan harga diriku, Karin."
"Siapa yang peduli? Karin hanya perempuan gila, kan?"
Ny. Zemira lalu terlihat bingung.
"Saya mendengarnya, anda mengatakan bahwa saya ini gila. Tidak perlu ragu untuk mengakuinya, saya tidak tersinggung sama sekali, malahan saya suka jika saya tahu bagaimana pendapat orang tentang saya," sambung Jhana.
"Pergilah, aku akan meminum obat-obat itu tanpa bantuan supmu. Aku akan membuktikan padamu kalau kaulah yang sebenarnya sedang berusaha meracuniku," ucap Ny. Zemira. Jhana kemudian mendengkus, ia memaksa untuk masuk dan meletakkan nampan yang sedang dibawanya di atas laci yang ada di sebelah ranjang.
"Apa yang kau lakukan?! Keluar kau!" suruh Ny. Zemira.
"Saya hanya orang gila, Nyonya, jangan pedulikan tentang harga diri di hadapan saya. Ayo sini, kita makan sup ini bersama," kata Jhana sambil menyiram nasi yang ada di piring dengan supnya. Ny. Zemira pun menyerah sebab bau yang dikeluarkan sup itu benar-benar menggetarkan hidungnya, bau enak itu membuatnya tak bisa untuk menolak lagi, ia lantas menutup pintu kamarnya dan duduk di sebelah Jhana.
Jhana lalu menyuapi Ny. Zemira, dan tak lupa ia juga memakan supnya itu bersama nasi. Keduanya memakan sup itu dengan lahap, dan setelah sup juga nasinya habis, Ny. Zemira jadi merasa canggung karena baru sadar bahwa dari tadi ia disuapi oleh Jhana dan mereka memakan sup Jhana dengan sangat lahap. Tidak bisa dipungkiri memang kalau rasa sup buatan Jhana sangat enak.
"Bagaimana bisa kau membuat sup seenak itu dalam waktu yang sangat cepat?" tanya Ny. Zemira.
"Itu bakat namanya, Nyonya," canda Jhana. "Hahaha, saya bercanda. Cara membuat sup ini memang sangat mudah, bahannya juga tidak banyak, dan waktu memasak yang dibutuhkan tidak lama," jelas Jhana.
"Tapi meski begitu, yang bisa membuatnya enak hanyalah Jhana," sambungnya.
"Jhana?" ucap Ny. Zemira.
"Eh?" Jhana salah tingkah, ia baru sadar jika dirinya keceplosan. "Jhana adalah nama ibu saya, dia yang memberi resep sup ini kepada saya, tapi saya rasa, sup buatannya masih jauh lebih enak dari pada buatan saya," lanjutnya.
"Benarkah?"
"Ya, dan memakan sup ini bersama anda membuat saya teringat akan ibu saya. Dia tidak luar biasa, tapi dia benar-benar wanita yang saya kagumi."
"Dia masih hidup?"
"Ya, dan kami memiliki sedikit masalah di hubungan kami, jadi kami belum menjalin komunikasi lagi sejak beberapa bulan terakhir."
Ny. Zemira sama sekali tidak menyadari jika Jhana sebenarnya sedang menceritakan tentangnya dan menceritakan bagaimana kondisi hubungan mereka yang sebenarnya sekarang, dan Jhana sendiri mulai menangis setelah Ny. Zemira hanya menatapnya.
Entah kenapa belakangan ini Jhana menjadi lebih sering meneteskan air matanya, dan penyebabnya sama-sama Ny. Zemira. Wanita itu merasa bahwa kesempatannya untuk berbicara dengan Ny. Zemira seperti ini hanya satu kali seumur hidupnya, yaitu saat ini, karena ia sadar bahwa berbicara seperti ini dengan Ny. Zemira adalah hal yang mustahil baginya untuk dilakukan sebagai Jhana, bukan hanya berbicara, tetapi juga menyuapi ibu angkatnya itu.
"Kau merindukannya, ya?" tanya Ny. Zemira yang melihat air mata Jhana tak berhenti menetes.
"Sangat. Tapi yasudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan, saya akan menyelesaikan masalah saya dengannya suatu saat nanti, dan untuk saat ini saya akan fokus bekerja dulu," jawab Jhana, ia lalu berdiri dan membawa nampan yang berisi mangkuk dan piring kosong itu ke dapur dan melanjutkan pekerjaannya.
Ny. Zemira hanya tersenyum melihat Jhana yang kembali bekerja. Pandangannya tentang Karin sudah sedikit berubah sekarang, menjadi lebih positif, meskipun sedikit. Tapi sup itu benar-benar membawa perubahan padanya dan Jhana. Perlahan namun pasti, hubungan mereka yang sebelumnya buruk, akan berubah menjadi lebih baik, walaupun Jhana bukan sebagai Jhana untuk hal ini.
Mungkin hanya sup dan suapan dari Jhana yang membuat hatinya sedikit luluh dan menemukan sisi baik dari Karin yang selama ini dikenal sebagai wanita yang kurang disukai, tapi sebagai orangtua, itu saja sudah cukup baginya untuk merasa disayang dan dipedulikan, bahkan oleh pribadi yang sebelumnya sangat ia benci.
Dan sekarang, akankah Ny. Zemira meminum racun-racun itu dan berpegang teguh pada pendapatnya? Entahlah, ia pun bingung harus meminumnya atau tidak, sebab kini ia kembali menatapi racun-racun tersebut.
Untuk pertama kalinya nih, satu bab cuma menceritakan Ny. Zemira dan Jhana hahaha