Velina agak terkejut melihat buku harian Nadine yang terbuka. Hatinya tergelitik karena rasa penasaran, namun, dia tahu betul jika itu sama sekali tidak benar. Jika dia membacanya, maka dia sepenuhnya telah menginvasi privasi Nadine.
Tetapi, menurutnya, ini adalah satu-satunya cara untuk dapat mengetahui pribadi Nadine yang sebenarnya. Setidaknya, agar dia sedikit dapat memahami Nadine yang baginya sangat misterius dan tertutup.
Kemudian, Velina membuat keputusan. Dia mengambil ponsel dari saku celana jeansnya, lalu dia membuka sebuah aplikasi yang dibuatnya sendiri. Di dalam aplikasi tersebut, dia mencari nama Nadine, dan memindai lokasi keberadaannya.
Hmmm... ternyata benar, Nadine masih berada di kantor.
Velina lalu mengetik sesuatu. Kemudian, dia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.
Lalu, dia menarik sebuah kursi dan duduk di atasnya. Tangannya menopang pada meja kerja Nadine.
Jika Nadine berada dalam jangkauan lima kilometer dari Velina, maka ponselnya akan bergetar, mengingatkannya jika Nadine sudah berada dekat darinya.
Dadanya bergetar hebat. Dia belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Tangannya gemetar ketika dia membuka halaman pertama buku harian milik Nadine.
"Nadine… Aku ijin baca buku harian kamu, ya! Maaf!" Velina berkata kepada buku harian itu, seolah-olah dia sedang berbicara langsung pada adiknya.
Buku harian itu tidak terlalu tebal, berukuran sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Pas untuk dibawa kemana-mana.
Nadine mengerutkan keningnya, lalu dia membuka halaman demi halaman, mencoba mencari tahu sesuatu. Setelah dia perhatikan, ternyata Nadine tak sering mengisi buku hariannya, sepertinya dia hanya menulis sesuatu jika memang ada kejadian dalam hidupnya yang menurutnya penting untuk dicatat.
Yang membuatnya mengerutkan kening, karena ternyata buku harian itu berusia 10 tahun! Dan yang lebih mengherankannya lagi, ternyata buku harian itu dihadiahi oleh Velina untuk ulang tahun Nadine yang ke-10!. Padahal, dia benar-benar lupa akan kado yang pernah dia berikan pada Nadine itu.
*
Dear Diary,
Buku harian ini diberikan oleh kakakku yang cantik, kak Nana untuk ulang tahunku yang ke 10! Aku merasa sangat senang sekali dan sekaligus sedih! Karena, ini berarti aku tidak bisa lagi bermain dengannya karena dia sudah senang tinggal di Hang Zhao T_T
Kemarin, kak Nana sempat pulang ke rumah, aku kangeeeeeen sekali padanya! Sepertinya dia sangat betah tinggal di Hang Zhao, dari kemarin dia tak bosan-bosannya bercerita tentang kehidupannya di Tiongkok. Katanya, buku harian ini dia berikan untukku karena dia sudah tidak tinggal di rumah lagi, jadi aku pasti kesepian, begitu katanya.
Meskipun kak Nana pulang ke rumah, aku tak bisa ikut bermain dengannya. Karena penyakit sialanku ini, aku harus check-up ke dokter, sementara kak Nana dan kak Rino pergi jalan-jalan terus T_T
Kenapa hanya aku yang sakit dan mereka tidak? Bukannya aku ingin kedua kakakku sakit, tapi aku sangat muak sekali, harus bolak-balik rumah sakit dan tidak bisa ikut bermain dengan mereka! Oh Tuhan, kenapa hidup ini sangat tidak adil?
Aku sebal sekali sama jarum suntik!
Aku sering bertanya-tanya, apa kedua kakakku diam-diam masih marah karena akulah penyebab kematian ibu? Apakah penyakitku ini adalah hukuman dari Tuhan karena aku ibu jadi meninggal? Kalau begitu, kenapa aku tidak mati saja?
Tadi pagi, aku baru tahu. Ternyata, kak Nana sudah punya dua adik baru di Hang Zhao. Dari yang aku dengar, katanya, mereka kembar. Aku belum pernah bertemu ataupun melihat mereka langsung. Tapi, menurut Ayah, yang namanya Li Jun, sangat pandai bela diri, sedangkan Li Wanwan, sangat pintar, bahkan, mendekati jenius. Mungkin itu sebabnya, kak Nana lebih menyukai mereka daripada aku?
Aku kan sakit-sakitan dan tak berguna!. Bahkan kak Rino sering bilang aku bodoh!
Aku senang, kak Nana memberikan kado ini untukku, tapi, sebenarnya, kalau aku boleh memilih, aku lebih suka jika kak Nana berada di sampingku untuk bertukar cerita.
Malam ini, aku akan mengecek langit, semoga, nanti malam ada hujan meteor! Aku sudah membuat daftar untuk berdoa kepada bintang-bintang.
Sudah dulu ya, dear diary, suster barusan memanggilku. Bye!
*
Velina menelan ludah yang tak ada. Tenggorokannya tercekat. Dia membuka halaman demi halaman. Semakin banyak dia membaca, semakin kedua matanya terasa panas. Tak terasa, air mata tak henti-hentinya mengalir dari kedua pipinya.
Dia tidak pernah mengira, dibalik sifat adiknya yang pendiam dan bermulut tajam, ternyata ia menyimpan banyak sekali kekecewaan dan merasa sendirian.
Keberadaan kakek dan ayahnya, serta banyaknya orang-orang yang bekerja di rumah mereka, tak juga bisa mengisi kekosongan hatinya.
Dia tiba-tiba merasa malu, selama ini, meskipun dia selalu bersikap baik pada adiknya, namun di dalam hatinya, dia selalu merasa cemburu karena adiknya sangat disayang dan diperhatikan oleh kakek dan ayahnya. Tidak seperti dirinya yang dilepas ke 'alam liar'. Dulu, dia merasa seperti anak kucing yang sudah beranjak dewasa, lalu begitu saja dilepas oleh induknya, seakan-akan mereka sudah tidak saling mengenal lagi.
Ketika Velina tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri, tiba-tiba ponselnya bergetar, dia lalu mengecek pemberitahuan dari ponselnya yang menandakan jika Nadine sudah dekat.
Dia lalu beranjak bangkit, meletakkan buku harian Nadine dan mengembalikan bangku ke tempat semula, mengecek semuanya, agar terlihat sama seperti ketika dia belum memasuki kamar Nadine.
Setelah memastikan semuanya aman, dia lalu keluar dari kamar Nadine, berjalan perlahan-lahan menuju pagar penyangga yang membatasi lantai satu dan lantai dua. Dari atas, dia dapat melihat ke bawah.
Tak berapa lama, dia melihat Nadine berjalan memasuki rumah, wajahnya terlihat sangat kelelahan.
Velina mengamati Nadine baik-baik, adiknya yang tahun ini baru berumur 20 tahun entah kenapa jadi terlihat lebih tua dari usianya yang sebenarnya. Mungkin hal itu disebabkan oleh gaya berpakaiannya yang terbilang cukup konservatif dan tak mengikuti fashion.
Nadine memang seorang gadis yang cuek, ia tidak mengikuti perkembangan fashion, hari-harinya disibukkan oleh pekerjaannya, berbagai macam rapat, dan di waktu luang, ia lebih suka berada di kamarnya, membaca majalah bisnis ataupun bermain saham dan mengecek perkembangannya melalui sebuah aplikasi di tabletnya.
Ketika ia sedang menaiki tangga, Nadine memperhatikan Velina yang berdiri bersandar pada pagar di lantai dua, tengah menatapnya dari atas sampai ke bawah.
"Ada apa?" tanyanya, terlihat tak peduli. Wajahnya terlihat sangat letih.
"Eh? Tidak ada apa-apa kok!" jawabnya kikuk. Dalam hati, Velina masih merasa sangat bersalah karena telah melanggar privasi adiknya.
Ketika Nadine hampir sampai di depan pintu kamarnya, Velina tiba-tiba memanggilnya.
"Nadine!" Adiknya menoleh, menunggunya untuk melanjutkan ucapannya.
"Apa besok kamu sibuk?".
Nadine mengerutkan kening, namun ia kemudian menggelengkan kepalanya.
Hai semua! Maaf ya minggu ini lagi sibuk2nya jadi belum bisa sering update bab baru T_T
Tapi tenang aja, di bawah ini aku akan memberitahu beberapa judul novel yang kudu wajib musti harus di cekidot!
1. Perfect Partner
2. Unstoppable BOSS
3. Twillight Connoisseurs
Naaaah... sambil nungguin kisah Velina si ratu nggak jelas banyak mau, sok mangga cekidot 3 novel diatas!
PS: Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di novel ini biar aku tahu siapa aja yang udah nunggu2 novel ini ya!
Ciao!