Descargar la aplicación
3.73% Keperawanan Sari Terenggut / Chapter 10: Diskotik

Capítulo 10: Diskotik

"Ayo joget donk!" ajak Ica ke temannya.

"Gile.. asik banget musiknya,"Wati mulai menggoyangkan badannya.

"Gue ga bisa joget, malu," Sari berbisik ke Wati.

"Uda joget suka-suka lo aja," Ica menepuk pundak Sari.

Sari memandangi apapun yang ada di ruangan ini, ia tak tahu apa nama tempat ini, tempat yang penuh akan manusia yang asyik berjoget, manusia yang asyik meminum minuman botol beling pada mejanya, manusia yang asik menghisap rokoknya sambil memejamkan mata.

"Ini namanya tempat apaan ca?" Sari berbisik ke telinga Ica.

"Hahaha…," bukan menjawab Ica malah tertawa.

"Ini tu namanya DISKOTIK sayang," wati yang membisiki Sari.

'Oh jadi ini yang namanya diskotik,' gumam Sari.

Kini mereka tampak menikmati suasana dalam ruangan ini, Sari yang tadinya enggan bergoyang kini sudah meliuk-liukan badannya mengikuti irama musik dj, tanpa di sadari beberapa pasang mata memperhatikan gerak tubuh mereka sejak tadi.

"Hai cantik, mau minum?" Seorang lelaki berkaos hitam mendekat membawa beberapa botol minuman.

"Boleh, pas banget lagi haus," Ica sigap mengambil satu botol yang ditawarkan.

Wati pun ikut mengambil satu botol, dan meneguknya dengan dahaga, sementara Sari hanya melihat kedua temannya meminum cairan agak sedikit hitam itu.

"Kok kamu ga minum sih..manis?", Lelaki itu bertanya pada Sari sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Eh iya, makasih." Sari mengambil botol plastik berisi air bening yang dingin.

"Oke.. selamat bersenang-senang ya, aku disana jika kalian membutuhkanku," tawar lelaki itu meninggalkan mereka menuju kedua temannya.

Sari merasa tak nyaman karena sejak tadi ketiga lelaki itu memperhatikan mereka, memang mereka cukup tampan namun Sari tak tergoda sedikitpun, karena di hatinya sudah tertanam nama Abra dan hanya Abra yang mampu membuatnya terpesona.

Ica dan Wati tampak sudah sempoyongan, mereka berjoget tak tentu arah, peluh pun sudah membasahi kedua gadis itu, kini kedua gadis itu melepas jaket jeans yang membalutnya sejak tadi maka tereksposlah tubuh langsing mereka yang menggoda mata lelaki memandangnya.

"Ca kepala gue pusing," ucap Wati.

"Joget aja terus ntar juga hilang," sahut Ica.

"Lo gak papa ti?" Sari panik melihat Wati.

"Kepala gue sakit ri, gue pengen muntah rasanya,' jawab Wati.

Baru saja Sari hendak menyambut Wati yang akan terjatuh, laki-laki berkaos coklat itu telah lebih dulu menopang tubuh Wati.

"Kayaknya temannya mulai mabok deh," ucap lelaki berkaos coklat itu menggendong Wati yang sudah tak berdaya.

Wati pun dibawa ke meja disudut ruangan itu, dimana disana juga terlihat lelaki yang memberikan minuman tadi ke mereka, dan seorang temannya yang memakai topi hitam. Sari tampak mengikuti Wati, ia tak ingin terjadi apa-apa dengan Wati.

Sementara Ica masih asik menikmati irama musik yang menggema di ruangan diskotik ini, bahkan ia semakin liar meliuk-liukan tubuhnya, seolah tak tahu apa yang terjadi sama Wati.

"Wati, kamu kenapa?" Tanya Sari sambil memegang pipi Wati.

Wati masih terpejam, tubuhnya lemah tak berdaya, ia masih dalam pangkuan lelaki yang menolongnya.

"Dia ga biasa minum, jadinya mabok ntar juga sadar kok," lelaki itu menenangkan Sari.

"Tapi dia ga kenapa-kenapa kan?" Sari masih cemas.

"Santai aja.. biasa itu," lelaki berkaos hitam ikut bicara.

"Biasa gimana, itu gara-gara kamu kasih minuman tadi ke dia, jadi gini," Sari kesal.

"Ga usah marah donk, kan dia yang ambil bukan aku yang kasih," kilah lelaki itu.

"Udah ga usah ribut, semua bakal baik-baik saja," laki-laki yang menolong Sari menenangkan suasana.

Sari memandang kesal pada laki-laki berkaos hitam itu, 'untung temannya baik, ga kaya dia' desis Sari, yang segera beranjak hendak meninggalkan mereka.

"Mau kemana?" Tanya lelaki baju hitam itu.

"Ke toilet." Sari sinis.

Sari meninggalkan lelaki berkaos hitam itu dengan wajah marah, dan membiarkan Wati dipangkuan lelaki berkaos coklat yang cukup baik menurut Sari, sementara disana Ica tengah asyik berjoget bersama lelaki bertopi hitam tadi.

'Huh kalau tahu bakal kaya gini aku gak akan mau ikutan' gumam Sari kesal, sambil mencari-cari di mana letak toilet dalam ruangan ini.

OMG..betapa terkejutnya Sari sehabis dari toilet ia menyaksikan Ica yang asik berciuman dengan lelaki yang belum dikenalnya sambil berjoget ria.

'OMG, apa-apaan si Ica kok mau aja,' desis Sari melihat

 temannya yang asik di tengah sana.

Sari memalingkan wajahnya tak ingin melihat apa yang dilakukan kedua orang itu, dan ia teringat akan Wati.

'Wati.. gimana dia ya, udah sadar belum' desahnya sambil berlari menuju meja tempat Wati tertidur.

Tiba-tiba langkahnya terhenti, saat melihat Wati, bukan bukan karena Wati yang tak sadar-sadar, melainkan kini Wati telah duduk mesra di pangkuan laki-laki yang menolongnya tadi.

Sari tak menyangka kalau malam ini ia akan menyaksikan kedua temannya bermesraan dengan lelaki yang baru saja ditemui, Sari hanya bisa terdiam dan menelan salivanya, apalagi saat melihat Wati mendesah nikmat saat dicumbu oleh lelaki itu, lelaki yang memanjakan bibir Wati dan membelai setiap inci bagian tubuh Wati.

Tubuhnya terasa gemetar, sebagai wanita dewasa hasrat seksualnya terpancing, seakan menginginkan apa yang teman-temannya rasakan saat ini.

"Kenapa.. mau juga?" Suara bariton itu mengagetkan Sari yang terdiam.

Sari masih terdiam dan enggan menjawab pertanyaan murahan dari lelaki itu.

"Aku bisa puasin kamu kok," goda lelaki itu tepat ditelinga Sari.

"Jangan ganggu aku!" Ucap Sari tegas.

"Aku bukan mau ganggu, justru aku mau memberikan kesenangan sama kamu," rayu lelaki itu.

"Aku gak butuh,"

"Ah masa, tapi kamu terus melihat mereka bercumbu" kilah lelaki itu.

"Aku gak mau temanku kenapa-napa," Sari makin kesal.

"Jangan sok jual mahal deh," lelaki itu menarik jaket jeans yang sejak tadi menutupi tubuh Sari.

Plakkk….

Sebuah tamparan mendarat ke wajah lelaki berkaos hitam itu, Sari menampar atas kelakuannya yang membuat Sari jengah, Sari pun bergegas meninggalkan ruangan itu menuju pintu keluar.

'Brengsek.. sok jual mahal, awas akan ku balas perbuatanmu' desis lelaki itu sambil memegang pipinya yang baru saja dapat belaian panas dari Sari.

Sari menghirup udara yang sejak tadi di carinya, ia merasa legah keluar dari ruangan penuh asap rokok itu, namun ia teringat kedua temannya yang masih didalam. Tak mungkin meninggalkan Ica dan Wati apalagi keadaan mereka tak sadar sepenuhnya.

Lama sari menikmati hembusan angin malam, sambil ditemani segelas bandrek yang dibelinya dari gerobak yang lewat, perasaannya cukup tenang, pikirannya terbuka, dan energinya mulai terisi kembali.

'aku harus bawa Ica dan Wati keluar sekarang juga' batin Sari teringat akan nasib temannya.

Sari melirik jam ditangan kirinya, jarum menunjuk angka 1 dini hari,' ya ampun udah jam segini' panik Sari dalam hati. Ia segera bergegas ke dalam menemui Ica dan Wati sebelum semuanya semakin jauh.

"Ca ayo pulang!" Sari menarik tangan Ica kasar, dan Ica hanya menurut tarikan Sari, mungkin karena tak berdaya lagi akibat minuman yan sudah tiga botol dihabiskannya.

"Wati.. uda stop!! Kita pulang," kali ini Sari menarik Wati.

Wati terkejut, karena tengah asik bercumbu bersama pasangannya, namun ia tak bisa menghindar karena ia juga takut kalau temannya ini marah.

"Eh..iya..iya.. Sari jangan tarik-tarik," pinta Wati meringis.

"Kalau gak di tarik, ya kamu gak akan pulang," titah Sari kesal.

Sari sudah memesan mobil untuk mengantar mereka pulang, dan kini ketiganya ditengah perjalanan menuju Asrama.

'huh jangan sampai mas Abra tahu aku habis dari sana semalam, bisa-bisa dia marah dan gak mau ketemu aku lagi' gundah Sari dalam hatinya.

Sementara Ica dan Wati tertidur pulas selama perjalanan, akibat minuman yang mereka teguk, beruntung Sari memilih air mineral, jadi bisa bawa pulang kedua teman-temannya ini, andai Sari pun ikut minum entahlah mungkin mereka bertiga udah jadi santapan kucing-kucing liar tadi, uhh..menakutkan atau mungkin mengasyikan.

Kurang lebih satu jam, kini mereka sampai di depan asrama itu, tak ingin kedatangan mereka yang sudah hampir pagi ini diketahui oleh satpam perumahan, Sari turun duluan membuka pintu rumah, tak lama kemudian Ica dan Wati menyusul dan berlari secepat kilat.

"Aku gak akan mau ca ke tempat itu lagi," Sari masih kesal dengan kejadian di diskotik tadi.

"Iya maaf deh, aku ga sadar tadi kalo aku uda kelepasan sampe-sampe bisa ciuman sama tu cowok." Sahut ica yang merebahkan badannya di lantai.

"Tapi aku suka sama dia, dia ga paksa aku memang aku yang mau kok," sambung Wati.

"Iya tapi ga di situ juga lah, kan bisa cari tempat yang lain biar ga diliat banyak orang, di hotel kek, dimana," Sari bicara panjang lebar.

"Hmm.. kamu kaya uda pernah masuk hotel aja ri," timbal Ica.

Sari terkejut mendengar respon Ica," ya iyalah kan kemarin aku seminar di hotel," kila Sari cepat. Ia segera masuk ke kamarnya dan mengganti seluruh pakaiannya dengan baju tidur, tak lupa Sari membersihkan wajahnya dari debu-debu dan sisa make up, ini rutinitas wajib bagi Sari, dan akhirnya ia bisa merebahkan tubuhnya pada Kasur kesayangannya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C10
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión