Descargar la aplicación
16.66% Kembang Berbuah / Chapter 6: Kembang Berbuah

Capítulo 6: Kembang Berbuah

Bab Empat.

Rumah milik Herman banyak bagian yang rusak.Jendela dan kaca kaca nampak begitu kotor oleh debu.Rumput liar tumbuh di halaman.Memperhatikan kondisi rumah seperti itu hati Herman menyesal,seharusnya setelah dia menikah mengajak Halimun menempati rumahnya.Tapi entah mengapa waktu itu dia menjadi pria penurut,selalu menuruti semua keinginan Halimun.

Kawan kawan Herman banyak memberi saran agar tidak tinggal di kampung Setengah tapi tak satu pun saran yang didengar.Walapun begitu kawan kawannya hanya tersenyum.

Setiap pernikahan masih baru suami biasanya menghadapi istri bermanja - manja.Dan orang harus maklum manakala punya kawan menjadi pengantin baru tiba-tiba tidak bisa berpikir normal.

Herman mengingat kembali pengalaman pengalaman di kampung Setengah.Surya dan Rumi selalu bermanis budi ternyata hanya sebuah upaya mencegah keinginan Herman membawa Halimun ke luar dari kampung Setengah.Selisih paham dengan Halimun dirasakan gampang terjadi.

Halimun memang istrinya,tetapi tidak mencintai.Halimun mau menikah dengan Herman karena berharap bisa membantu ke dua orang tuanya.Disamping itu memang sedang ngetren wanita muda senang terhadap pria tua.Biar olok-olok dan tawa datang menerpa yang penting bisa hidup senang.Dan tidak dimadu.

Herman masih mengamati dinding dinding dalam rumahnya,dia menarik nafas lega.Lalu dia melangkah masuk ke dalam kamar untuk menyimpan koper.Sana tukang ojeg mendekati kursi tamu yang berdebu,ia menyapu debu itu dengan saputangan warna gelap diambil rari saku belakang celana,setelah itu ia duduk." Jadi ini rumah Kang Herman ? " tanya Sana.

" Ya " sahut Herman.

" Kang Herman akan tinggal di rumah ini lagi ?" tanya Sana.Ia meliahat ke sudut ruangan yang ada meja tulis dan laptop.

Di dalam kamar Herman sibuk memindah-mindahkan pakaian dari koper ke dalam almari.Setelah itu dia keluar,dilihatnya Sana sedang memegang megang laptop."Kamu bisa mengoperasikan laptop,Sana ? ", ujar Herman mebuat Sana terkejut dan malu.

" Sedikit sedikit Kang..",sahut Sana." Tapi itu dulu,sekarang sudah lupa lagi ".

Herman tersenyum mendengar kata-kata Sana.Kemudian mengeluarkan dompet dari saku belakang celana,mengambil uang 50 ribu rupiah untuk membayar ongkos ojeg.Sambil menyodorkan uang Herman meminta supaya keberadaannya dirahasiakan." Siapa saja yang mencari saya jangan dikasih tahu kalau saya ada di rumah ini,ya ".

" Percaya sama saya,Kang.Saya bisa tutup mulut ",sahut Sana.Sesaat ia berpikir,lalu ujarnya lagi," Kalau Darmo mencari kang Herman,bagaimana ? ".

" Tetap kamu jangan memberi tahu ", jawab Herman.

" Tapi kalau saya main ke sini tidak apa apa,Kang ? ".

" Saya tidak melarang kamu main ke rumah,tapi jangan bawa teman orang kampung Setengah ",sahut Herman lagi.

Sana memasukan uang pemberian Herman ke dalam saku jaket,senyumnya memancarkan hatinya sedang gembira."Saya pamitan pulang,kang Herman ", ujarnya,bersalaman setelah itu ia melangkah ke luar rumah menuju motornya yang diparkir dekat pintu pagar halaman.

***

Di luar hujan gerimis turun sejak subuh.Herman baru saja selesai berzikir,raut wajahnya cerah.Suasana hati tentram dia dapatkan kemali.

Jam dinding menunjukan pukul 06 ,televisi yang distel sejak menjelang subuh tadi kini sedang menyiarkan berita pagi.Herman mendengar suara pintu diketuk-ketuk dan suara orang memanggil.Herman hapal,suara orang yang memanggil itu suara Heri.Kawan lamanya." Masuk saja,pintu tidak dikunci ! ",seru Herman.

Heri segera membuka pintu,melihat Herman sedang duduk asyik menonton berita di TV. Sambil menghampiri ia bertanya," Jadi pergi ke Jakarta ? ".

" Jadi ", jawab Herman.Matanya melirik ke Heri sedang menggeser kursi untuk duduk.Kemudian pergi ke kamar untuk mengambil kartu nama pemberian Astuti beberapa hari lalu.

Heri duduk melihat banyak kue di atas meja lalu mengambil satu dan memakannya.Belum selesai mulutnya mengunyah kue Herman ke luar dari dalam kamar sambil membaca kartu nama yang ada di tangannya."Menteng dalam Kecamatan Tebet ,Jakarta Selatan ". " Saya hapal jalan ke daerah itu ", ujar Heri." Dari perapatan Pancoran belok ke kanan ",katanya lagi sambil diselingi batuk-batuk kecil,kerongkongannya tersedak.

Herman melihat Heri sedang berusaha menghilangkan rasa tidak nyaman di tenggorokannya." Seret ya ?" lalu melihat ke arah kue tinggal sedikit." Kalau mau minum ambil sendiri di dapur ", ujarnya lagi sambil menyerahkan kartunama Astuti.

Heri menerima kartunama ,membacanya sejenak,lalu menyodorkan kembali kepada Herman,sesudah itu ia pergi ke dapur untuk mengambil airminum.

" Maaf ,rumah ini tidak ada pembantu,kalau mau air kopi bikin sendiri ", seru Herman.

Tak beberapa lama kemudian Heri keluar dari dapur sambil membawa secangkir kopi.

" Bila mobil kamu dipakai ke Jakarta,apakah tidak mogok ? " kata Herman," Kalau naik mobil sering mogok perasaan saya tidak pede ".

" Jangan menghina mobil saya dulu...",sahut Heri,lalu menyeruput kopi.Dan katanya lagi," Mobil saya itu sudah sering ke Palembang,tidak pernah mogok "'

" Pengalam saya naik mobil sering mogok sangat melelahkan ", ujar Herman.

" Tapi pengalaman itu tidak dengan mobil saya ",sahut Heri menyela kata kata Herman." Belum pernah mencoba maka belum percaya ".

Jam 09 WIB, Herman dan Heri berangkat ke Jakarta menggunakan mobil Datsun tua milik Heri.Ternyata kata kata Heri bisa dipercaya,Herman tidak meragukan mobil Datsun tua.Kecepatannya bisa diandalkan.Dari pintu toll Cikampek menuju daerah Cawang tidak mogok.Herman pun akhirnya memuji muji mobil Datsun tua membuat Heri tersenyum bangga.

" Kita jangan langsung ke Mentengdalam,lebih baik ke Pasarminggu,ke puskesmas tempat Astuti kerja", tiba tiba Herman merubah alamat tujuan saat berada di Pancoran.

" Saya turut apa kata majikan ", sahut Heri,lalu membelokan mobilnya ke arah jalan Pasarminggu raya.

Mobil Datsun tua berwarna merah itu melaju cukup kencang.Tetapi di daerah Durentiga jalannya merayap.Arus lalulintas sangat macet sampai pertigaan Kalibata.Dari arah Cililitan beberapa pengemudi Mikrolet kelihatan tidak sabar,tidak mau antri.Lalulintas jadi semakin semrawut.Mobil ada yang malang melintang tak karuan.Suara klakson mobil dan motor bersahut sahutan.

Heri dan Herman akhirnya merasa kepayahan juga naik mobil berjam-jam di jalan macet.Tempat tujuan dekat jadi terasa sangat jauh.Heri akan memutar balik menghindari kemacetan namun ia merasa kagok,maka ia menghibur Herman dan menghibur dirinya juga,memilih sikap tidak perlu terburu buru.Sabar dan sabar sampai arus lalulintas normal kembali.Dan lagi bukankah hal macet di jalan raya bagi semua orang sudah merupakan hal yang biasa ?

Setelah kesal berjam-jam dalam suana macet akhirnya Heri dan Herman berseri-seri.Mereka telah sampai di tempat yang dituju.Puskesmas Pasarminggu.

Setelah memarkirkan mobil,Heri mengikuti Herman masuk ke kantor Puskesmas.Seorang bidan berparas cantik mirip Hanan Turk artis Mesir,datang menghampiri dan menyapa : " Bapak bapak akan berobat ? Sebaiknya mendaftar dulu di loket depan...".

" Owh..tidak.Saya hanya ingin bertemu dengan dokter Astuti.."'

Bidan itu menatap kepada Herman dan Heri." Apakah bapak sudah ada janji sebelumnya ? ",tanya bidan itu.

Herman kemudian menjelaskan kepada. idan itu tentang hubungannya dengan dokter Astuti." Dia kawan saya,dan menyuruh saya untuk datang...".

" Sayang sekali ya pak ", kata bidan itu," Sudah satu minggu ibu dokter tidak masuk kerja ".Sekejap saja ia melihat ada rasa kecewa di wajah Herman dan Heri,lalu ia mencoba menghibur." Kalau bapak-bapak butuh alamat rumah dokter Astuti nanti saya carikan dari dokter Irwan ".

" Wakh...kalau begitu saya ucapkan terima kasih,Zus " sahut Heri.

" Sama sama ",balas bidan itu.Wajahnya yang cantik menjadi pusat perhatian Heri.Bola mata yang bening dan senyumannya terasa seperti menggoda perasaan Heri,kawan Herman itu menadak bertingkah tidak karuan.

Kalau sudah seperti itu hasrat untuk bicara berlama lama bersama bidan cantik mirip HananTurk menggebu gebu.

" Bapak bapak tunggu saja di ruang tunggu,nanti saya kasih alamat dokter Astuti ", ujar bidan lalu pergi.

Herman dan Heri berjalan menuju ruang tunggu.


next chapter
Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C6
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión