BRAK!
"Apa ini, Kriss? Apa kamu tidak bisa mencari sekertaris yang benar untukku? Kenapa kamu memilihkan aku sekertaris berotak udang seperti itu, hah?" bentak seorang laki-laki tampan dengan kilatan kemarahan yang jelas terpancar di wajahnya.
"Maaf, Tuan. Saya akan memperbaiki segalanya. Maafkan atas kelalaian saya," ucap pria bernama Kriss dengan kepala yang menunduk.
"Memang kamu harus memperbaiki segalanya, Kriss! Singkirkan sekertaris bodoh itu sekarang juga! Aku tidak mau melihatnya lagi ada di hadapanku! Ingat, jangan membuatku kembali harus mengeluarkan tenaga untuk memarahimu, Kriss! Walaupun ketika di rumah kamu adalah pamanku, tapi di kantor kamu tetap bawahanku. Aku tidak suka orang yang teledor seperti ini. Kamu tentu tahu apa hukuman untuk orang-orang yang sudah membuat moodku berantakan!"
"Tentu, Tuan Alva, saya berjanji tidak akan mengecewakan Anda lagi. Anda boleh memberikan hukuman apa pun pada saya jika nanti saya kembali berbuat salah," ujar Kriss karena saat ini mengalah dari Bos-nya itu adalah hal yang paling benar untuk dilakukan.
"Ya sudah, pergilah! Aku mau, sekertarisku besok pagi sudah ada di meja kerjanya!"
"Tentu, Tuan. Saya permisi dulu," pamit Kriss yang harus segera melakukan apa yang diinginkan oleh Bos-nya itu.
"Hem." Hanya deheman yang keluar dari bibir Alva. Raut kekesalan jelas masih terlihat di wajahnya.
Ya, dia adalah Alvaro Zafran Abraham, putra sulung dari seorang Rifki Abraham dan Marissa Anastasya.
Sifat pemuda itu jelas 99,99 persen menurun dari sang Ayah, Rifki. Tidak pernah ada yang boleh melakukan kesalahan ketika bekerja dengannya, semuanya harus sempurna dan berjalan sesuai keinginannya. Jika ada yang berani berbuat kesalahan, maka jangan harap bisa selamat. Hukuman paling ringan di tendang dari perusahaan dengan tidak hormat dan tanpa kompensasi sedikit pun. Dan yang lebih parahnya, hanya lelaki itu dan orang-orangnya saja yang tahu.
Jangan tanya apa banyak orang yang ingin bekerja di perusahaan Alva Group karena jawabannya banyak sekali yang mengantri.
Selain Alva Group adalah gabungan dari dua perusahaan besar yang pastinya sangat-sangat wah, gaji yang ditawarkan pun tidaklah main-main.
Namun memang, di balik gaji yang besar, selalu ada tanggung jawab yang lebih berat juga di dalamnya. Seperti di perusahaan Alva Group ini.
Jangankan para orang yang bekerja langsung dengan Alva, para OB sekalipun akan langsung kena mental jika sampai melakukan kesalahan.
Apalagi sekarang, sekertaris Alva yang lama ini resign karena memang sedang mengandung dan harus istirahat total, Kriss lah yang harus pusing karena Alva yang hampir setiap hari gunta ganti sekertaris.
Sebagai catatan, saat ini Kriss bukan hanya sekertaris dari Rifki saja, tapi juga suami dari Azalea, adik tiri Rifki. Yang artinya, paman dari Alva sendiri.
Namun, ketika di kantor, predikat sebagai paman itu jelas tidak berguna sama sekalu. Jangan berharap karena ada hubungan keluarga maka perlakuan pun akan spesial, justru malah sebaliknya. Alva akan lebih membuat sakit kepala orang itu berkali-kali lipat lagi.
****
Seharian ini, Alva terus uring-uringan karena jadwal kerjanya berantakan akibat kesalahan sekertaris yang baru saja dipecat. Laki-laki itu terus mengeluarkan sumpah serapan untuk mantan sekretaris nya itu.
Namun, bukan Alva namanya jika dia tidak bisa mengatasi segalanya dengan cepat. Laki-laki itu tidak pernah berbuat kesalahan dalam mengerjakan apa pun juga.
Saat sedang fokus-fokusnya bekerja sambil mendumel, deringan gawainya membuat Alva menghentikan aktivitas yang sedang dia lakukan.
Kala melihat jika ada panggilan masuk dari salah satu orang yang bisa menjinakkannya, bibir laki-laki itu langsung mengulas senyuman.
"Hallo, Via. Apa kamu sudah pulang dari kampus, Hem?" tanya Alva dengan suara yang sangat lembut sekali. Sungguh berbanding 360 derajat dengan nada suaranya dari tadi.
"Kak, aku sudah keluar dari kampus, tapi mobilku mogok. Aku takut, Kak," rengek orang di sebrang dengan gaya bicara yang begitu manja.
"Kamu dimana? Kakak akan langsung meluncur ke sana. Jangan pergi kemanapun sebelum Kakak sampai!" titah Alva yang langsung beranjak dari duduknya tanpa perduli pada berkas yang masih merengek meminta untuk di periksa.
"Aku ada di jalan xxx, Kak."
"Hem, oke."
Tut.
Alva segera mematikan panggilan teleponnya. Tangan lincah pemuda itu kembali berkerja dengan cepat di atas layar ponselnya.
"Heh, sialan! Mobil apa yang kau suruh untuk adikku pakai? Apa kau tidak pernah memeriksa mesinnya? Kenapa mobil itu bisa sampai mogok? Apa kau sengaja ingin mencelakai adikku? Kalau sampai terjadi sesuatu pada Alvia, aku akan langsung memenggal kepalamu!"
Tut.
Entah siapa yang kali ini mendapat damprat dari Alva, yang pasti jika Alvia sampai tergores sedikit saja, maka orang itu tidak akan selamat.
Alvi Queenza Abraham adalah adik dari Alva. Salah satu orang yang bisa menundukkan kebringasan Alva selain dari Marissa, ibundanya.
Apa pun yang terjadi pada Alvia dan Marissa adalah tanggung jawab Alva. Tidak akan Alva biarkan seorang pun bisa menyentuh adik dan juga ibunya itu.
Alvia sosok gadis cantik yang sangat populer di kampusnya. Tapi jangan tanyakan apakah ada laki-laki yang berani mendekati anak gadis itu atau tidak, karena saat mereka mendekat sudah pasti kena gamprat dari Alva.
Tidak Alva biarkan se'ekor buaya buntung pun bisa menyentuh adiknya. Kalau mereka masih ngeyel juga, maka pilihannya adalah UGD atau jadi santapan buaya sungguhan.
Sekejam dan seposesif itu memang Alva. Hanya laki-laki terpilih dan juga sudah kuat mental lahir dan batinnya yang bisa mendapatkan Alvia. Entah kapan pangeran itu akan datang, tapi Alva pastikan jika orang yang akan merengkuh adiknya itu, tidak akan melewati ujian yang mudah.
Setelah beberapa saat berkendara dengan kecepatan tinggi, akhirnya Alva sampai juga di posisi adiknya.
Terlihat gadis itu hanya duduk anteng di dalam mobil tanpa melakukan apa pun.
"Via!" panggil Alva sambil mengetuk kaca mobil adiknya.
Melihat kedatangan sang kakak, buru-buru Alvia membuka pintu mobil lalu memeluk erat tubuh jangkung kakaknya.
"Aku takut, Kak. Mobilnya tiba-tiba mati," rengek Alvia benar-benar terdengar seperti anak kecil.
"Kamu kenapa enggak pakai sopir lagi? Bukankah Kakak sudah bilang untuk jangan menyetir sendiri?" tanya Alva dengan tatapan yang begitu tajam pada adiknya. Meskipun begitu, nada bicara laki-laki itu masihlah sangat lembut.
"Maaf," ucap Alvia semakin menyembunyikan wajahnya di balik pelukan sang Kakak.
Meski bagaimanapun, Alvia juga takut kalau sampai dia kena marah sang Kakak. Apalagi, kemarahan kakaknya bisa lima kali lipat lebih menyeramkan dari kemarahan ayahnya.
"Sudahlah, sebaiknya kita pulang sekarang. Bunah pasti sudah menunggu kepulanganmu. Jangan bandel seperti ini, Via, Kakak tidak akan mengampuni kamu jika kamu berani membuat Bunah bersedih," tegas Alva sambil mengurai pelukannya dari sang adik.
"Aku tidak akan melakukannya lagi, Kak. Maafkan aku," irih Alvia.
"Hem, Kakak tahu kamu gadis baik. Jadi, ayo jangan buang waktu berharga Kakak mu ini!" ucap Alva sambil membukakan pintu mobil untuk adiknya.
"Terimakasih, Kak."
Alva hanya tersenyum dan mengacak gemas rambut sang adik. Kelakuan hangat seperti ini hanya akan terlihat jika Alva berada di dekat kedua orang wanita kesayangannya saja. Karena jika di luar, tidak akan terlihat sisi Alva yang seperti ini.