Malam ini sepertinya akan ada badai yang siap menerjang rumah tangga yang baru seumur jagung. Rumah tangga yang dibangun dengan bersusah payah. Rumah tangga yang masih menjadi rahasia di antara mereka yang menyaksikan. Kini, rumah tangga itu berada di ujung kehancuran hanya karena sebuah kesalahpahaman.
Andre menatap pilu pintu apartemen yang sudah tertutup rapat itu. Dia duduk sebentar dan berlari ke basement untuk mencari meri. Dia membuat istrinya marah saat ini, dan sudah seharusnya dia menenangkannya. Entah kemana wanitanya itu akan pergi di kota yang masih sedikit asing.
Meri melajukan mobilnya dengan pikiran melayang jauh memikirkan ekspresi andre yang terkejut. Dia mengingat bagaimana ekspresi wanita yang ada di samping suaminya waktu itu. Margaret, wanita itu lebih terlihat santai bahkan tersenyum. Hal itu yang begitu aneh di pikiran meri.
Meri bukanlah ahli psikologi seperti andre, namun dia cukup cerdas membedakan ekspresi terkejut yang seharusnya di tunjukkan oleh wanita yang ketahuan menggoda suami orang lain dan dengan ekspresi puas dan senyum simpul di bibir wanita itu, tidak menunjukkan keterkejutan atau penyesalan. Itu lebih mirip bahwa dia tahu semua ini akan terjadi.
Meri tetap berusaha setenang mungkin. Sikapnya yang menggebu-gebu akan berdampak buruk pada hubungannya dan andre. Dia meninggalkan andre agar suaminya itu berfikir bahwa apapun alasannya, membawa seorang perempuan masuk ke rumah yang hanya dia penghuninya adalah suatu kesalahan. Dia tak bermaksud untuk menunjukkan betapa marahnya dirinya melihat andre yang selalu menghindar dari wanita sejak mendekatinya di SMA kini membawa wanita lain kembali ke rumah. Dia hanya berusaha tenang, tak ingin meluapkan emosi yang belum dia ketahui kebenarannya.
Kebenaran dari mulut andre sekalipun pada saat seperti ini akan terasa seperti kebohongan. Karena itulah meri memutuskan pergi dan menenangkan diri terlebih dahulu. Dia harus memikirkan sebuah cara untuk mengetahui kebenarannya.
Meri menuju ke sebuah restoran barat untuk makan malam yang kedua kalinya. Dia begitu lapar karena terus menahan emosi yang membuat energi di tubuhnya seakan terbakar habis. Dia butuh energi untuk berpikir malam ini.
Meri makan dengan tenang, pengunjung yang tampak tak terlalu ramai itu, mulai pergi satu per satu. Meri menatap seseorang di kejauhan yang juga menatap ke arahnya. Sosok yang tidak asing, tapi meri sama sekali tidak bisa mengingatnya. Dia membuang pandangannya ke makanan yang sudah hampir habis di lahapnya. Sudah hampir pukul 11.
Meri mengeluarkan ponselnya untuk membayar tagihan makanannya menggunakan uang elektronik. Dia sama sekali tidak membawa uang cash atau kartu karena dia bahkan tak membawa dompet yang berada di tasnya yang direbut oleh suaminya itu.
Di apartemen andre bertambah khawatir melihat isi tas meri, semua kartu kredit dan debit serta uang cash berada di dalamnya. Dia memikirkan bagaimana istrinya itu bertahan tanpa uang sepeserpun didalamnya. Andre tentu tidak tahu jika meri menggunakan uang elektronik untuk menunjang kebutuhan sehari-harinya.
Meri kembali ke dalam mobil dan menoleh untuk melihat pria yang dia temui di dalam restoran tadi. Berharap bisa mengingatnya, tapi tetap gagal. Dia seperti berusaha mencari jarum di tumpukan jemari karena berusaha mengingat seorang pria yang memang tidak pernah dia kenal namun sudah pernah dia temui sebelumnya. Kapan dan dimana, itulah yang berusaha di ingatnya.
Tak juga menemukan jawaban, meri masuk ke dalam mobil, duduk di kursi kemudi sebuah mobil BMW. Ini adalah mobil hadiah ulang tahunnya yang ke 19 dari andre. Sementara keluarganya yang berada di Indonesia hanya mengirimkan ucapan.
Dalam lima hari ke depan, meri harus sudah berada di Indonesia untuk menghadiri pernikahan randy. Tapi diapun tak akan membiarkan masalah dalam rumah tangganya berlangsung selama itu. Pepatah mengatakan 'jangan biarkan masalah pada pasangan bertahan lebih dari sehari semalam'.
Meri kembali ke apartemen andre, itu adalah pilihan yang tepat untuk bisa menyelesaikan masalahnya saat ini.
Meri masuk tanpa menekan bell dan hanya menggunakan pin apartemen itu. Andre sudah menunggu kepulangan meri di ruang tamu sambil terus menatap ke arah pintu. Saat melihat istrinya kembali, andre segera bangkit dan menghampiri meri. Memeriksa apa wanitanya itu baik-baik saja. Menanyakan ia pergi kemana sampai lewat tengah malam.
Ratusan kata yang terlontar dari mulut andre hanya di tanggapi dengan dua kata oleh meri.
"aku ngantuk" setelah mengatakan itu, meri masuk ke kamar yang berada di sebelah kamarnya dan andre.
Malam ini, dia tidak ingin tidur sekamar dengan suaminya itu. Dia akan membiarkan otaknya berpikir untuk menyelesaikan masalahnya ini besok sebelum berangkat ke Indonesia di malam harinya.
Karena permasalahan rumah tangganya, meri mengubah penerbangan dari jam 9 pagi ke jam 10 malam. Itu tidak buruk juga akan menguntungkan, karena dengan begitu dia akan tiba di Indonesia pada pagi hari.
Andre menatap pintu kamar yang tidak pernah mereka gunakan sebelumnya tertutup. Dia tadinya begitu khawatir memikirkan meri akan tidur di mana tanpa membawa uangnya. Melihat istrinya tak tidur di kamar mereka, itu jauh membuatnya khawatir.
Andre tak ke kamarnya untuk tidur, dia memilih tidur di sofa yang berhadapan dengan pintu kamar dimana meri tidur saat ini. Dia begitu lelah menunggu meri keluar hingga akhirnya tertidur.
Saat bangun di pagi hari, andre melihat sebuah selimut menutupi tubuhnya. Dia terkejut dan seketika berubah bahagia melihat kenyataan istrinya itu masih tetap memperhatikannya saat dalam kemarahan sekalipun.
Andre bangkit dan menuju kamar meri namun tak ada siapapun di dalam.
'apa dia sudah pergi?' pikir andre saat memeriksa isi kamar dan kamar mandi namun tak menemukan sosok wanita yang di carinya.
Dia masuk ke kamarnya dengan wajah tertunduk lesu tanpa kilatan kehidupan. Dia begitu sedih memikirkan masalah yang terjadi saat ini.
"kau sudah bangun? Mandilah aku sudah menyiapkan sarapan. Mari bicarakan masalah semalam"
Andre menatap ke arah suara itu berasal dan melihat meri yang sedang memegang setelan jas kerjanya. Dia begitu lega melihat sudut bibir meri sedikit melengkung ke atas. Suasana hatinya berubah seketika, andre berjalan mendekati meri dan memeluknya.
Meri berusaha melepaskan diri tapi andre semakin erat memeluknya. Dia begitu rindu dengan senyuman meri, rindu dengan perhatian istrinua itu. Kekecewaan yang dia alami semalam karena tak bisa memeluk tubuh mungil istrinya itu membuat kepalanya begitu berat.
"aku begitu kecewa kau tidak tidur denganku semalam. Biarkan setidaknya 3 menit saja seperti ini. Aku begitu merindukanmu semalam. Melihatmu berada di rumah namun tak bisa menyentuhmu benar-benar membuatku pusing" keluh andre.
Mendengar keluhan suaminya itu, meri hanya terdiam dan menjawab dalam pikirannya bahwa diapun mengalami hal yang sama. Tapi jika semalam dia berada di dekat andre, dia mungkin saja akan mengucapkan sumpah serapah yang begitu kasar atau bahkan menyebutkan sebuah kata yang bisa mengakhiri hubungan mereka. Tindakannya semalam adalah yang terbaik menurut pemikiran meri.
"sudah tiga menit, pergilah mandi. Ada hal yang harus kita bicarakan jadi luangkan waktumu untukku. Aku tidak mau kau terlambat ke kantor"
Andre melepas pelukannya dan mencium lembut bibir istrinya itu, tapi reaksinya masih sama dari saat dia melakukan itu semalam. Andre melepaskan meri dan bersiap-siap untuk ke kantor.
Meri sudah meletakkan sarapan andre di meja makan, sedangkan meri memutuskan makan sarapannya di ruang tamu sambil menunggu andre menyelesaikan sarapannya dan siap berbicara mengenai masalah yang terjadi semalam.
Meri masih begitu lelah setelah mengemudi dari cambridge ke omaha, jadi dia menyadarkan tubuhnya di sandaran sofa dan menaikkan kakinya di meja tempat piring dan gelas sarapan yang sudah kosong.
Andre menghampiri meri yang terlihat begitu kelelahan dengan bersandar dan mata tertutup. Andre duduk di samping istrinya itu, menatap wajahnya yang penuh tekanan. Dia tahu meri sangat ingin marah namun memilih diam, menekan emosinya ke dasar hatinya dan membiarkan cintanya yang mengambang di atasnya.
"apa kau sakit?" andre menyentuh dahi istrinya itu berniat memeriksa keadaannya yang terlihat lemah.
Dia seperti pohon kaktus yang berdiri tegak walau di terpa teriknya matahari namun mulai layu karena terlalu lama menghadapi gempuran cuaca panas dan hujan yang tak berniat berhenti.
Meri membuka matanya dan menatap langit-langit ruangan itu. "Mmm, aku sakit hati saat ini" kalimat yang keluar begitu lemah tanpa kehidupan yang ada di suara itu namun cukup mewakili perasaannya saat itu.
"bicaralah, kita harus menyelesaikannya hari ini. Aku rasanya tidak akan tahan melihatmu seperti ini lagi lebih lama"
"kau berharap aku terlihat seperti apa saat ini?" balas meri
"aku akan menerima jika kau marah, atau memakiku, berteriak dan mengeluarkan semua emosimu. Jangan memendamnya, itu tak akan baik"
"lalu setelah aku memakimu, apa masalahku akan selesai?" meri berbalik menatap andre yang terlihat lebih tenang dari saat mereka bertemu semalam. "aku mau kau membawa wanita itu bertemu denganku nanti malam di restoran griftbell. Aku akan menunggu di sana sampai jam delapan. Jika kalian tidak muncul, yakinkan dirimu untuk tidak mencariku" ujar meri masih dengan suara lembut.
"meri, tidakkah kau mau mendengar penjelasan dari suamimu terlebih dahulu?"
"tidak, apa yang akan kau katakan aku sudah bisa menebak intinya. Aku hanya ingin tahu apa yang akan wanita itu katakan. Dia rekanmu bukan, dia pasti tahu bagaimana bersikap. Dia pasti akan mendukungmu jadi tidak perlu khawatir, aku akan percaya jika dia yang mengatakan kejujuran bahkan jika itu suatu kebohongan. Aku akan tahu dengan mendengar darinya. Pastikan kau datang dan jangan mengintimidasi dia di awal. Biarkan dia berpikir sendiri dan mengatakan semuanya"
Andre Tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya akan memenuhi perkataan istrinya dan memilih percaya dengan tindakan yang di ambil oleh istrinya itu.
Andre berangkat kerja tanpa di antar meri seperti biasanya. Meri hanya sibuk menonton saat andre mengatakan dia akan ke kantor dan menemuinya di tempat yang sudah di sebutkan oleh meri.
Hari berlalu begitu cepat, meri sudah bersiap-siap menuju ke restoran griftbell dengan membawa semua barangnya di mobil. Setelah selesai berbicara dengan margaret, dia akan langsung ke bandara dan kembali ke indonesia. Tak perduli apa ujung dari permasalahannya yang pasti malam itu juga dia harus ke Indonesia.
Meri menggunakan baju hangatnya dengan long jacket berwarna hitam senada dengan celana leviss berbentuk dan sepatu sneakers membuatnya lebih berani dan terkesan tegas. Dia akan memastikan masalahnya selesai dan menunjukkan bahwa margaret membuat masalah dengan orang yang salah. Dia sudah bersikap baik selama ini dengan menghiraukan gangguan dari wanita licik itu, tapi kali ini meri sendiri yang akan membungkam wanita itu dengan kata-kata yang dia keluarkan sendiri dari mulutnya.
Andre datang tepat jam 7 malam, dan sudah melihat wanita dengan dandanan kasual terkesan acuh namun tetap tegas dan menawan menunggunya di sudut ruangan. Tak lama, margaretpun menyusul di belakang andre.
"apa kalian mau memesan sesuatu?" meri menawarkan margaret untuk memesan dengan menyerahkan buku menu.
Meri malas memilih makanan dan meminta andre yang memesan untuknya. Dia akan memperlihatkan betapa andre mengenalnya dan betapa dia mengenal suaminya itu dengan baik di hadapan si wanita ketiga ini.
Meri tak memulai percakapan sampai makanan itu tiba. Melihat betapa berbeda selera makanan antara margaret dan meri.
"kau memliki selera yang unik dalam memilih makanan. Kau terkesan berhati-hati. Memilih makanan dengan cepat itu artinya kau memilih apa yang terbiasa kau makan sebelumnya. Itu bagus" komentar meri kepada margaret.
"sayang, kita tidak harus seperti ini. Margaret akan menjelaskannya" andre melihat kilatan permusuhan di mata istrinya. Tatapan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
"baiklah, aku akan mendengarkannya. Nona margaret, berbicaralah sesuai dengan apa yang kau pikirkan. Aku akan menerima semuanya dengan hati terbuka" ujar meri menatap tajam ke arah lawan bicaranya namun dengan senyum licik terlukis di wajahnya.
"Nona meri, aku adalah rekan kerja andre sejak saat kami menangani proyek di Buffalo bersama. Kami tim yang kompak dan dia pria yang baik. Dia memperhatikan semua rekannya dengan sangat baik lebih dari sekedar teman biasa. Aku dan dia merasa sangat cocok satu sama lain. Apa yang kau lihat semalam adalah suatu kebetulan yang berusaha kami sembunyikan sejak awal"
"margaret apa yang kau katakan?" andre geram mendengar perkataan ambigu dari margaret yang bisa memicu api diantara meri dan dirinya semakin membesar.
"aku sudah lama menyukainya" lanjut margaret lagi.
Andre semakin panik mendengar ucapan wanita gila di sampingnya itu. Wanita yang dia harapkan menjadi air dan memadamkan api kemarahan istrinya kini berubah menjadi minyak yang siap membakar habis hubungannya tanpa sisa.
Dia seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Seorang wanita mengakui perasaannya di hadapan istri dari pria yang ia sukai. Andre semakin cemas saat mengingat bahwa meri akan mendengarkan margaret bahkan jika itu adalah kebohongan dan dia akan lebih mempercayai itu.
"meri, ini tidak seperti yang kau pikirkan"