Descargar la aplicación
62.69% JANJI / Chapter 121: Ini salahku

Capítulo 121: Ini salahku

Malam semakin larut dan jam kerja meri segera berakhir. Ia berkeliling untuk terakhir kali dan memantau perkembangan pasien. Terakhir ia memerintahkan dua pasien yang akan menjalani operasi besok untuk mulai berpuasa setelah memeriksa keadaan mereka.

Meri berjalan santai keluar rumah sakit dan mendapati dokter fuad sudah berdiri di samping mobilnya. Meri melihatnya bingung.

"masuklah, aku akan mengantarmu pulang" fuad membuka suara.

"aku membawa mobilku sendiri" jawab meri

"aku juga membawa motorku" fuad menunjuk ke arah tempat motornya terparkir. Motor sport buggati dengan warna hitam. Tampak misterius semisterius tujuan fuad.

Meri memandangnya sejenak "kau mau mengantarku padahal kau membawa motor sendiri?"

"aku hanya mengantar sebagai pengawal. Lagi pula jika aku membawa mobil dan memintamu masuk ke mobilku untuk mengantarmu pulang, apa kau akan ijut denganku?" tanya fuad yang tentu ia sudah tahu jawabannya.

"tidak" sesuai dengan pikiran fuad.

"kalau begitu masuklah ke mobilmu dan aku akan menjadi pengawalmu di belakang"

Tak ingin berdebat lagi, meri masuk ke kursi kemudi mobilnya dan mulai melaju menembus malam. Tak butuh waktu lama karena rumahnya tak jauh dari rumah sakit tempat ia bekerja.

"terimakasih sudah mengantarku" walau meri tak memintanya tapi ia merasa masih perlu berterima kasih.

"di terima" jawab fuad singkat "apa lutfi sudah tidur? Lampu rumahmu tidak ada yang menyala"

fuad mengarahkan pandangan pada rumah satu lantai yang sangat sederhana dengan desain ala eropa berwarna kuning lembut di lengkapi tangan yang luas. Tampak cerobong asap di puncak atap rumah menandakan bahwa rumah itu memiliki perapian di dalamnya.

"lutfi berada di rumah ayah angkatnya. Aku dinas siang jadi dia ku titipkan di sebelah" ujar meri sambil menunjuk rumah tetangganya. "dia pasti sudah tidur saat ini. Pulanglah"

"jadi bagaimana kau memindahkannya ke rumahmu? Atau kau menginap di rumah tetangga mu?" tanya fuad merasa tidak senang membayangkan meri dan junior tidur di rumah orang lain.

"aku membangunkannya. Dia tumbuh dengan baik jadi aku tidak bisa lagi menggendongnya dengan benar" meri sedikit malu harus mengatakan hal itu.

"biar ku bantu membawanya ke rumahmu"

"tidak perlu. Lutfi sudah terbiasa ku bangunkan. Lagi pula tidak mungkin kau akan datang setiap kali untuk memindahkannya" meri menolak dengan sopan. Ia masih belum terbiasa dengan kehadiran pria lain di sekitarnya.

"mengapa tidak mungkin?" kata fuad percaya diri.

Meri "..."

"ini sudah larut malam, aku akan pulang setelah memindahkan junior" fuad melangkah lebih dulu ke rumah tempat junior berada.

Meri sedikit ragu tapi kemudian mengekor di belakangnya. Ali dan istrinya terkejut melihat ada seorang pria bersama meri di malam hari. Tapi tatapan meri seakan menjelaskan bahwa pria di sampingnya bukan siapa-siapa dan hanya sekedar teman.

Dengan sangat hati-hati, fuad mengangkat junior dan membawanya ke rumah meri. Meri memimpin karena ia harus membuka pintu dan menyalakan lampu.

Sebuah ruang tamu yang tak terlalu luas dengan di penuhi buku-buku terpampang di hadapan fuad. Sebuah pemutar musik kuno dengan piringan hitam terpajang di sudut ruangan menambah kesan klasik di ruangan itu.

Meri membuka pintu kamar junior agar fuad bisa segera membaringkan junior. Di kamar junior, fuad kembali kagum dengan desain unik. Kamar itu terkesan artistik dengan ranjang kayu minimalis dan jendela kecil. Kamar itu di penuhi beragam komputer dan robotik yang merupakan karya junior.

Semua karya buatan anaknya itu di simpan meri dan tidak berniat untuk mengekspose nya. Dia tidak ingin mengekang kreatifitas putranya tapi tetap membatasi ruangnya agar identitas mereka tidak terbongkar.

Lemari buku bertingkat menjulang tinggi hingga dua meter serta peralatan olahraga dan peralatan keamanan panjat tebing terlihat jelas menambah kesan maskulin di kamar itu.

"bisakah kita keluar sekarang?" meri mengejutkan fuad yang masih kagum dengan kepribadian sang pemilik kamar.

"oh, tentu"

Fuad tak berniat untuk duduk sebentar atau tinggal mengobrol. Setelah memindahkan junior, ia langsung berpamitan pulang setelah menerima ucapan terima kasih yang kedua kalinya dari wanita pujaannya.

Sebagai seorang pria yang di besarkan dengan tata krama yang ketat, ia tahu berduaan bersama wanita bukanlah hal yang baik. Kecuali jika wanita itu istrinya. Dia masih harus bersabar dan menunggu hingga waktu itu benar-benar tiba.

Tubuh yang mulai lelah dan jadwal operasi yang sudah menunggu esok pagi, meri segera membersihkan diri dan melepaskan penatnya di atas ranjang yang setia menemaninya.

Ke esokan harinya, setelah sarapan dan mengantar junior ke sekolah, meri tidak langsung menuju ke rumah sakit karena masih tersisa dua jam sebelum shift nya di mulai. Meri memutuskan mengunjungi lembaga penelitian untuk melihat proyek penelitiannya.

Tiba di tempatnya, ia kembali harus kecewa. Ini percobaannya yang ketiga dalam tiga bulan ini dan percobaan itu gagal. Ia masih mencari spesies hewan yang bisa ia silangkan dengan simpanse untuk meningkatkan kinerja otak generasi selanjutnya. Dengan begitu ia bisa memulai penelitian mengenai cara pengobatan yang tepat.

Tak pantang menyerah, ia selalu berpikir bahwa thomas alfa edison sang penemu bohlam lampu harus mencoba ratusan kali sebelum berhasil. Kegagalannya yang ketiga kali bukanlah kesalahan tapi proses untuk mencapai keberhasilan. Ia akan mencoba lagi dan lagi. Waktunya masih ada tujuh bulan sebelum presentasi di ujian tutup di hadapan para profesor pengujinya. Dan jika memuaskan, ia akan membawa penelitiannya menjadi paper presentasinya di festival bulai mei tahun depan.

Meri kembali bersiap dengan baju operasinya saat sudah berada di rumah sakit. Pasien pertamanya adalah seorang pria tua dengan tumor di bagian kelenjar pituitari. Tumor ini lebih di kenal dengan edenoma pituitari dalam istilah medis. Risikonya masih sangat rendah karena pasien adalah manula.

Kasus seperti ini hanya akan mengganggu jika pasiennya adalah anak muda karena tekanan tumor pada kelenjar pituitari dapat menyebabkan gangguan pada gairah seks itu di sebabkan oleh peran penting kelenjar ini dalam mengatur hormon tyroid dan juga hormon seks.

Di ruang operasi tidak terjadi masalah sama sekali, karena dokter jihan sangat terlatih.

Untuk operasi kasus cervical spydoliosis, dokter jihan menyerahkannya kepada meri dan hanya akan mengawasi. Dia sudah tahu sepak terjang meri yang di kenal bertangan dingin saat membantu dokter jack. Karena itu, dokter jack menjadikannya asistennya di ruang operasi dari waktu ke waktu.

Operasi microsurgeri itu selesai hanya dalam waktu 30 menit. Kecepatan yang terbilang normal bagi seorang jenius seperti meri. Meri bukannya bersikap lamban, ia hanya tidak ingin terlalu menunjukkan keahlian pada saat gelarnya bahkan masih sebatas dokter umum.

Segera setelah shift paginya selesai, meri menuju sekolah junior dan mendapati putranya itu duduk sendiri di bawah pohon. Sekolah sudah mulai sepi karena meri memang terlambat menjemputnya.

"maafkan ibu. Ibu terlambat" meri dengan nafas yang masih sesak tak beraturan karena berlari dari tempat parkir melihat tatapan kosong dari putranya.

"ibu" junior menunjukkan tangannya yang berdarah.

"junior, kenapa tanganmu bisa berdarah. Apa kau terjatuh?" meri bersikap tenang dan berpura-pura menebak hal lain. Luka di buku jari tangannya sudah jelas karena memukul sesuatu. Ia tak ingin berprasangka buruk kepada putranya.

"aku berkelahi" jawab junior jujur.

"Lalu mengapa gurumu tidak menghubungi ibu?" meri menatap junior yang terdiam "tidak apa-apa, ibu akan mengatasinya. Kita pulang dan obati tanganmu dulu"

Dengan pelan dan lembut, meri membersihkan luka di buku-buku jari tangan putranya itu. Ini pertama kalinya junior terluka secara fisik, dan pertama kalinya juga ia berkelahi. Dia anak yang tenang dan tidak mudah terpancing emosi, jadi jika dia sampai berkelahi itu mungkin sangat sensitif baginya.

"bu, aku mungkin akan di skors karena ini" junior merasa bersalah telah mengecewakan ibunya.

"seberapa parah kau memukulinya?"

"sangat parah. Ibu guru memberiku ini dan meminta ibu menghubunginya"

Meri menerima amplop coklat dari tangan junior dan melihat isi dari amplop itu. Dua lembar kertas yang berisi pemberitahuan skors dan biaya tagihan rumah sakit.

Jika ini selesai hanya dengan skors dan kompensasi tanpa menghubunginya, maka pasti ada orang lain yang sudah mengatur ini.

"junior, siapa yang datang mewakili ibu saat ini terjadi?"

"uncle fuad" jawab junior dengan menundukkan kepalanya.

"fuad? Bagaimana bisa dia ada di sekolahmu saat kejadian?" meri menaruh kecurigaan.

"aku berkelahi dengan keponakannya. Saat guru akan menelfon ibu, dokter fuad melarang dan mengatakan akan mengatasi semuanya. Ia juga tidak akan mempermasalahkannya dan hanya memberiku kertas itu"

Meri semakin terkejut mendengar lawan berkelahi putranya adalah anak dokter imran. Di tambah lagi dengan biaya rumah sakit di tangannya. Meri berganti pakaian dan membawa junior bersama ke rumah dokter imran untuk meminta maaf.

Di kediaman dokter imran, malik sedang mendapat perawatan dari fuad. Ia yang menjemput malik dan membawanya ke rumah sakit. ia merasa bertanggung jawab untuk mengobati keponakannya itu.

Saat pintu terbuka, pembantu rumah itu yang muncul di hadapan meri.

"saya ingin bertemu dokter imran. Apa dia ada?" tanya meri sopan.

Junior hanya berdiri diam tak menunjukkan ekspresi takut atau rasa bersalah sedikitpun.

"hanya nyonya dan tuan muda yang ada di rumah. Silahkan masuk" pembantu itu sudah sering melihat meri datang ke rumah itu, jadi ia merasa sudah seharusnya membiarkan meri masuk walaupun tidak bertanya pada nyonya rumah terlebih dahulu.

Tak lama kemudian, zahra dan dokter fuad keluar menemuinya. Tampak kekesalan di wajah zahra, hati ibu mana yang tidak terluka melihat putranya pulang dengan darah di wajahnya.

Meri memahami hal itu, karena itulah ia berdiri di rumah itu sebagai bentuk penyesalan atas perbuatan putranya. Dia tidak akan menyalahkan junior, dia hanya akan menyalahkan dirinya karena gagal mendidik putranya.

"kak zahra, aku kemari untuk..." meri membuka suara namun terpotong oleh perkataan sang tuan rumah.

"tidak perlu. Putraku terbaring dengan luka dan tidak akan sembuh hanya dengan permintaan maaf" ujar zahra dengan penuh kemarahan.

"kakak ipar. Ini masalah anak kecil. Kita yang dewasa seharusnya bisa bersikap bijak" fuad menengahi bukan karena ingin membela meri, ia hanya merasa sikap kakak iparnya berlebihan. "dokter ana, silahkan duduk"

"tidak perlu. Dia sudah selesai dengan urusannya di sini jadi dia boleh pergi" zahra masih enggan untuk bersikap ramah, hatinya terlalu sakit melihat keadaan malik dan dia bahkan tak bisa menyalahkan meri karena fuad dan suaminya sangat membela janda satu anak itu.

"ibu, ayo kita pulang" junior menarik tangan meri agar keluar dari rumah itu.

"Lutfi, ibu yang salah jadi sudah seharusnya jika aunty zahra marah pada ibu" meri tahu junior tidak tahan melihat ibunya di perlakukan tidak baik. "kak zahra, aku benar-benar minta maaf. Aku yang salah mendidik putraku. Tapi bisakah kau meminta pihak sekolah untuk membatalkan hukuman skors nya, satu bulan terlalu lama baginya. Dia akan ketinggalan banyak pelajaran"

Meri kekeh berdiri meminta maaf karena tidak ingin pendidikan putranya terganggu. Skors selama sebulan bagi murid kelas akselerasi sama dengan tiga bulan. Junior akan ketinggalan banyak pelajaran dan selama sebulan, apa yang bisa dilakukan putranya jika ia sebagai ibu harus sibuk bekerja dan kuliah.

"aku akan berbicara pada pihak sekolah" fuad menenangkan. "lagipula ini untuk pertama kalinya bagi lutfi jadi ia pasti akan mendapat keringanan"

"terima kasih" meri mengambil amplop di tasnya dengan ragu. "aku tahu kesehatan malik tidak bisa di nilai dengan uang, tapi aku hanya ingin bertanggung jawab atas kesalahanku. Jadi tolong terimalah" meri memberikan amplop dengan uang yang ia lipat gandakan menjadi tiga kali lipat dari nominal biaya rumah sakit malik.

"mengapa putramu tidak meminta maaf?" sanggah zahra.

"aku tidak tahu alasan lutfi memukul malik dan tak ingin tahu. Tapi terlepas dari apapun alasannya, aku tahu kekerasan bukanlah jalan keluar. Aku yang salah tidak mendidiknya dengan baik. Semua salahku, dia hanya belum bisa mengendalikan emosinya. Dia besar hanya dengan ibunya, ayahnya tidak bisa berada di sampingnya untuk mengajarinya banyak hal. Aku sungguh minta maaf"

"ibu" junior mendengar suara ibunya bergetar dan tahu bahwa ibunya saat ini sedang menahan tangisnya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C121
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión