Di bawah sinar senja berwarna jingga, meri menatap langit melalui dinding kaca di hadapannya. Matanya terlihat fokus menatap langit yang semakin berubah kelam namun pikirannya melayang jauh memikirkan masalah yang selalu datang tanpa tahu kapan akan berhenti.
Gelombang pasang terus saja menerpa hidup dan hubungan cintanya. Kepalanya terasa penuh dengan perkataan maria yang menggema di telinganya. Dia menghabiskan banyak waktu dan mengorbankan banyak perasaan hanya untuk bertahan dengan pilihannya. Dia sudah memilih andre sejak awal, dan akan selalu begitu.
Mendapat masalah silih berganti tak membuat rasa cintanya terkikis sedikitpun. Tapi mendengar bagaimana masalalu andre dan sikapnya yang seakan berusaha menutupi kebenaran dengan kebohongan dan perhatiannya, membuat dadanya sesak dengan amarah.
Dia membaca semua isi pesan singkat yang di kirimkan andre kepada megan. Hatinya semakin hancur menerima kenyataan setelah menentang keluarganya dengan tetap menikahinya, ia hanya mendapatkan rasa sakit dari hubungan masa lalu yang belum usai.
Hubungan rumit keluarga suaminya itu membuatnya merasa di bodohi dan buta karena cintanya. Memikirkan ia terjebak di antara dua bersaudara yang memperebutkannya sudah cukup membuatnya pusing. Sekarang itu berkaitan dengan megan yang jelas-jelas wanita pujaan kakaknya.
Ia dengan mudah bisa mengubur masalah pribadinya dengan andre, tapi bagaimana megan akan bersikap. Jika dia kembali kepada andre, bukan hanya meri yang akan terluka tapi kakaknya akan benar-benar runtuh. Baru pertama kali rido begitu menyukai seorang wanita dan sekarang perasaannya itu terancam luluh lantah karena masalalu yang lagi-lagi menjadi akar dari semuanya.
Meri menatap jam dinding, sudah malam. Ia harus menyegarkan diri, pikiran dan hatinya dengan air dingin saat ini. Air hangat hanya akan membuat kepalanya semakin berat dan emosinya semakin meningkat.
Setelah membersihkan diri, meri keluar menuju dapur dan mulai memasak makanan dengan menu yang baru ia pelajari ketika berada di perancis.
Dia membuat steak frites yang sudah diajarkan oleh bibi grace. Ia banyak belajar memasak dari koki dan memberi masukan dalam membuat steak yang terbaik yaitu dengan tingkat kematangan medium. Jika terlalu matang maka daging akan terasa alot.
Selain steak, meri juga membuat salad nicoise yang juga di ajarkan oleh para koki di rumah ilham. Perlahan ia mulai merindukan saat para koki mengajarinya dengan bahasa bisu yang sulit di mengerti olehnya. Ia merasa beruntung jika bibi grace berada di sana dan menjadi penerjemah di antara mereka.
Meri membuat kentang kukus kemudian di panggang untuk menambah aroma serta menaburinya dengan bubuk lada. Itu yang sering ia lihat ketika berada di paris. Dia sangat jarang makan nasi kecuali bubur. Sebagai makanan pengganti karbohidrat, orang paris terutama di rumah andre lebih memilih kentang. Itulah sebabnya mereka tampak sehat dengan tubuh tanpa lemak walaupun sudah di usia yang tidak muda lagi.
Sudah hampir pukul delapan saat masakannya hampir selesai dan terdengar suara pintu terbuka.
"kau sudah pulang" ujar meri melihat andre menghampirinya.
"iya, kau sedang membuat makan malam. Apa kau tidak merasa lelah?"
'aku lebih lelah melihatmu tenang seakan tanpa dosa menempatkan ku pada situasi sulit' batin meri. Namun ia hanya menggelengkan kepalanya dan menyelesaikan kentang panggang yang ia buat.
"pergilah mandi. Kita makan malam bersama"
Andre berjalan menuju kamar dan keluar dengan rambut basah dan pakaian santai. Dia terlihat tampan hanya dengan sedikit rambut yang terlihat lebih klimis karena air.
Meri sudah menunggunya di meja makan sejak tadi. Dia hanya bisa diam sementara memikirkan cara menyelesaikan permasalahannya ini. Dia tidak ingin bersikap ceroboh lagi dengan mengedepankan perasaannya yang sekarang terasa menggelikan di pikirannya.
Seorang siswa teladan dan mahasiswi pujaan kampus terkenal di dunia, buta dengan cinta seorang pria yang mungkin hanya menganggapnya sebagai boneka. Dia lagi-lagi harus meralat pikirannya saat berhadapan dengan ilham di paris. Dia mulai berpikir sepertinya perkataannya benar saat memgatakan ia dikelilingi pria sampah selama ini.
Mulai dari jackob, ilham dan sekarang andre. Mengapa di antara pria yang dekat dengannya tidak ada yang terlihat normal.
Impian cintanya tak terlalu tinggi. Ia hanya ingin mencintai dan di cintai oleh pria serta menjalani hidupnya seperti pasangan biasanya. Ia ingin menjadi wanita normal yang akan cemburu saat suaminya selingkuh, akan marah jika suaminya berbohong atau mengomelinya jika ia pulang terlambat. Tapi di antara semua, tak ada yang bisa ia lakukan saat berada di posisi itu.
Ia tidak bisa menunjukkan rasa cemburunya karena wanita itu adalah kekasih kakaknya. Ia juga tidak bisa marah karena ia tak ingin membuat masalah membesar hingga seluruh keluarganya hanya akan mencaci pilihannya dan menghina kepolosannya. Saat suaminya pulang terlambat tanpa memberi kabar ia pun tak bisa mengomeli atau menanyainya karena terlalu takut mendengar sesuatu yang tak pernah ia harapkan.
Andre tak banyak berbicara sejak ia pulang. Ia masih bisa menangkap raut kemarahan di wajah meri walau ia sudah bersikap manis kepadanya. Ia hanya tak ingin melepaskan wanitanya itu dan tak akan pernah melepaskannya.
"apa aku masih harus tidur di sofa?" tanya andre perlahan sambil meletakkan gelas kosongnya ke meja setelah habis meminumnya.
"tidak perlu. Kau bisa tidur di kamar"
Atmosfir di ruangan itu sangat aneh dan mencekam. Hanya dengan nada acuh, meri berhasil membuat suasana hati andre semakin kacau. Selama ia mengenal meri, baru kali ini ia mendengar wanitanya itu berbicara dengan tampang dan nada acuh menanggapi perkataannya.
Di kasur, andre hanya puas memandang punggung meri. Ia merasa tidak suka tapi tak memiliki keberanian untuk menyentuhnya. Sejak kemarin, wanitanya itu seakan berubah menjadi makhluk yang mengerikan bahkan jika hanya sekedar di pandang. Matanya seakan siap menelan mangsanya bulat-bulat.
Setiap kalimat yang keluar dari bibirnya selalu dingin dan menusuk hingga mampu mematahkan tulang rusuk.
"meri" panggil andre dengan suara lembut bergetar.
"Mmm"
"apa kita sebaiknya berbicara dulu. Aku rasa ada yang salah dengan situasi ini"
"aku merasa ini lebih nyaman" jawab meri.
"tapi aku tidak. Aku tidak suka melihatmu bersikap dingin seakan aku orang asing"
Meri duduk di kasur menatap andre dengan pandangan terganggu. Ia sedang ingin menenangkan dirinya agar tak mengingat masalah itu, tapi andre selalu mengungkitnya.
"bicaralah jika kau ingin bicara" ujar meri
"salah, kau yang berbicara jika ada yang ingin kau bicarakan. Aku melihat kau yang menghindariku. Kau harusnya bicara jika ada yang mengganggu pikiranmu"
"sudah ku katakan kemarin malam. Dan aku sudah mendapat jawabannya. Jadi tak ada lagi"
"apa yang kau maksud?" andre merasa ucapan meri terlalu membingungkan
"andre, apa kau mengenal megan?"
"tidak" jawab andre lagi-lagi berbohong.
Rasa kecewa masih membuat meri enggan untuk bertanya lebih lanjut atau mengatakan semua yang ia tahu. Tinggal malam ini, besok andre akan kembali ke nebraska jadi ia hanya perlu menahan diri hingga esok pagi.
Mendengar kebohongan yang lagi-lagi terucap di bibir manis suaminya itu, meri jadi hilang selera untuk menatapnya lagi. Ia sudah cukup buruk melihat dirinya sendiri yang begitu bodoh mencintai pria secara membabi buta. Dia tak ingin menambah kebodohannya dengan memperlihatkan kemarahannya dan berujung masalah pelik yang akan melibatkan perasaan kakaknya.
Jika harus mengorbankan perasaannya yang sudah hancur untuk menahan andre tetap disisinya agar rido bisa bersama megan maka ia akan melakukannya. Tapi memikirkan kakak nya akan melewati hari dengan wanita siluman rubah itu, dia merasa itu bukanlah solusi. Dia masih harus memikirkan cara untuk menjauhkan wanita itu dari hidup rido terlebih dahulu sebelum menendangnya dari kehidupan andre.
Malam belum terlalu larut, meri meninggalkan andre di ranjang tanpa berkata apapun lagi setelah menanyakan tentang megan. Itu agar andre menyadari bahwa alasan meri bersikap seperti saat ini adalah karena wanita itu.
Meri duduk di kursi sofa yang berada di perpustakaan pribadinya, tak jauh dari ranjang tempat andre menatapnya.
Ia melihat layar ponselnya yang mempertontonkan foto kebersamaan andre dan megan semasa kuliah.
"jangan menatapku seperti itu. Tidurlah, aku belum mengantuk lagi pula besok kau harus kembali ke omaha" meri melirik andre yang sejak tadi menatapnya.
"kau juga harus tidur"
Meri merasa tak perlu menanggapi perkataan suaminya itu. Ia hanya ingin berhemat kata agar makian dan sumpah serapah tak mengotori lidahnya.
"meri, bahkan jika kau ingin terus begini. Aku tidak akan menyerah dengan sikapmu"
Kalimat itu terasa menyentuh jika di dengar oleh wanita lain, tapi di telinganya itu lebih terkesan sebuah ancaman. Dia merasa sejak awal andre hanya ingin menjaga agar ia tetap berada di sisinya untuk mencegahnya kembali kepada ilham.
Ia terjebak dalam kubangan lumpur dendam andre sejak awal. Ilham sudah memperingatkannya dengan sangat tegas tapi otaknya yang selalu tak sejalan dengan hatinya membuat kalimat peringatan itu hanya seperti kalimat kecemburuan di telinganya.
Rafa bahkan sudah melarangnya sejak awal. Dia yang terlalu bodoh tak ingin bertanya lebih jauh kepada kakaknya itu. Entah apa yang akan kakaknya itu katakan. Saat ini hanya maria yang bisa membantunya, dia tak mungkin berbicara kepada rido dan randy karena itu terlalu menyedihkan mengingat ia berteriak karena perjanjian pra nikah yang dulu di buat kakaknya itu.
Hanya rafa yang bisa membantunya memecahkan hubungan penuh kepalsuan ini. Rafa bukan pria lemah yang akan mundur hanya karena ayah kedua pria itu seorang ketua mafia kaya raya. Lagi pula rafa sudah menancapkan bisnis dan kekuasaannya tidak hanya di Indonesia tapi juga di amerika.
'sepertinya hanya dia harapanku saat ini' batin meri kemudian memilih tidur di sofa.