Bimbang mulai bergelayut di kepala bibi grace. Dia bukan hanya seorang kepala asisten rumah tangga karena usia tua atau lamanya ia bersama ilham. alasan ia terpilih adalah bahwa ia seorang wanita patuh dan penuh pemikiran kuat, terlebih sikap setianya membuat ilham tidak segan untuk memberi jabatan sebagai asisten kepala.
Dengan pertanyaan meri mengenai masa lalu yang juga ingin dilupakan ilham adalah sebuah kegalauan mendalam.
Waktu yang berlalu itu tidaklah menyenangkan dan penuh dengan kepahitan. bahkan wanita penuh kasih itu harus di hadapkan dengan pandangan penuh darah dan tatapan pembunuh tanpa perasaan dari suaminya saat ini.
jika nyonya rumah itu mengingat semuanya dengan sendirinya maka itu tidak akan merubah apapun karena ingatannya akan pulih perlahan. namun, saat bibi grace menceritakan semuanya maka akan berbeda hasilnya.
Ingatan tidak menyenangkan itu bukan hanya terkesan memaksakan kembalinya trauma lama tetapi juga membuka betapa buruk sikap ilham dahulunya.
Tidak, bukan hanya dahulu bahkan sekarang ia juga akan melakukan hal yang sama jika ada yang berani melukai istrinya. beruntung wanita berhati malaikat itu mampu menjadi penyeimbang kehidupan sang iblis dari dasar neraka dikala amarah menguasainya.
Untuk semua kejadian buruk itu, sangat tidak tepat jika memceritakan keseluruhan ceritanya. setidaknya, seseorang harus merubah sedikit alur dan membubuhkan pandangan pribadi agar sang nyonya dapat sedikit bermurah hati.
"nyonya, tuan ilham waktu itu meminta bawahannya untuk mengawasimu selama 24 jam. mengetahui bahwa suamimu waktu itu tidak berada di dekatmu dan melepaskanmu tanpa penjagaan, tuan akhirnya menyingkirkan semua yang mencoba membuntutimu. karena tuan merasa cemas, ia memilih membawamu ke paris dan berada dalam jarak pandangnya selama 24 jam. malangnya, waktu itu tuan tetap tidak bisa memaksakan hati yang belum mencintainya. sekarang kalian sudah bersama dan itu yang terpenting" kata bibi grace menjelaskan rangkaian cerita selama tiga minggu dengan bahasa yang singkat.
meri mencoba membuka ingatannya tapi tak ada yang muncul. ia pernah berkonsultasi bahwa amnesianya seakan menutup segala memori buruk yang menyebabkan trauma.
berdasarkan cerita dari bibi grace, semua hanya bentuk perhatian seorang pria yang mencintai seorang wanita dan meri tidak keberatan dengan tindakan itu. ia hanya berpikir, kejadian waktu itu tidak sesimpel ini.
"bibi grace, tidak perlu menyembunyikan apapun dariku. dokter mengatakan bahwa ingatanku hanya akan terbuka jika aku mengingat memori yang buruk. aku tidak berpikir ilham akan bersikap buruk padaku tapi jikapun ia maka aku tidak keberatan untuk mengingat semuanya. jadi ceritakan semua yang bibi grace ketahui" meri bersikeras bahwa bibi grace menyembunykan sesuatu.
"nyonya, tuan adalah pria baik. dia mungkin melakukan kesalahan tapi dia tidak mungkin menyakitimu. percayalah, dia menculikmu waktu itu karena merasa itulah yang terbaik"
melihat betapa setianya bibi grace kepada tuannya, meri merasa akan sia-sia untuk memaksanya. setidaknya ia bisa tenang dengan seorang bibi grace di sisi suaminya.
"baiklah, tidak masalah jika bibi grace tidak mau menceritakannya sekarang. tapi jika besok atau suatu hari berubah pikiran, jangan sungkan untuk memanggilku"
kalimat meri seakan mengerti keadaan bibi grace tapi pada faktanya, meri memberikan tekanan psikis dengan mengatakan hal itu.
dengan orang yang setia pada tuannya, hanya bisa merebutnya dengan uang, jabatan atau merebut empatinya. Sudah sangat jelas bibi grace bukan wanita yang mencintai uang atau jabatan. ia terlihat seperti wanita yang berhati lembut jadi solusi cerdas adalah menarik empatinya.
"nyonya, aku harus mengawasi yang lain jadi mari kita lanjutkan lain kali" bibi grace sungguh tidak tahan untuk menatap mata bersinar nyonya rumah itu.
Rasanya ia akan terhipnotis dan memenuhi semua keinginan wanita itu.
"baiklah"
Sepanjang hari tak banyak yang dilakukan meri selain berbicara di telfon dengan junior. anak kesayangannya itu juga merasakan kerinduan yang sama dengan yang ia rasakan.
mereka seperti keping uang logam dengan dua sisi yang tidak bisa di pisahkan. namun saat ada jarak, mereka ibarat kalimat yang tak berarti apapun jika tak terpisah oleh jarak spasi.
"ibu akan pulang lima hari lagi. jangan merepotkan ayahmu. oke"
"Mmm, aku akan mengingatnya"
"anak pintar. ibu merindukanmu"
"aku juga merindukan ibu"
telfon itu di tutup setelah ciuman hangat dari kedua ujung sambungan itu seakan merasakan betapa hangat ciuman ibu dan anak itu.
sore hari, meri merasa bosan dan memilih untuk mengunjungi ilham di rumah sakit.
dengan dandanan biasa, tertutup hijab dan masker. meri diantar oleh sopir pribadi ilham di ikuti dengan dua pengawal.
"kalian boleh pulang. biar aku saja yang masuk" kata meri kepada para pria yang mengantarnya itu.
mereka kemudian bubar setelah melihat sang nyonya sudah masuk ke rumah sakit dengan selamat.
Sudah terbiasa dengan suasana rumah sakit membuat meri tak terlihat canggung sedikitpun. dia berjalan ke meja resepsionis dan menanyakan ruangan sang direktur rumah sakit yang tak lain adalah ilham.
"maaf nona, apa anda sudah membuat janji sebelumnya?" tanya salah seorang di balik meja resepsionis itu.
"apa bertemu dokter juga perlu janji?"
meri berbicara dengan bahasa inggris yang fasih karena ia memang belum mengusai bahasa perancis dengan baik.
"nona, prof ilham saat ini bukanlah dokter umum yang bisa ditemui kapan saja. dia pria yang sibuk hingga setiap detiknya sudah dijadwalkan dengan baik. kami bahkan tidak bisa berbicara dengannya lebih dari lima detik"
mendengar celotehan wanita itu, meri merasa sedikit senang mengetahui betapa acuh ilham kepada wanita lain. di sisi lain, ia juga kesal dengan kalimat yang berisi keangkuhan itu.
"itu kalian. aku sudah membawakannya cemilan sore dan akan segera dingin jika tertahan di sini. bisakah kalian menghubunginya melalui interkom dan katakan aku mencarinya"
"nona, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami. bisakah anda menyingkir sekarang. orang lain juga memiliki urusan mereka" kata wanita itu dengan tidak sopan.
pekerja di rumah sakit itu benar-benar tegas dan taat pada aturan tapi menolak tanpa memberitahu sang direktur adalah suatu tindakan yang tidak bisa dibenarkan. bagaimana jika itu ternyata seseorang yang sangat penting seperti meri saat ini.
menoleh ke belakang dan mendapati dua orang wanita tua, ibu hamil serta anak kecil mengantri, meri menyingkir sejenak dan membiarkan wanita tua itu untuk mendapat gilirannya.
dia tidak beranjak dari depan meja itu, hanya bergeser sedikit agar wanita itu memiliki ruang untuk maju.
meri mendengar semua keluhan wanita tua itu dengan seksama. dia wanita tua dengan dandanan lusuh serta tas yang mulai menunjukkan ciri usang. tapi dia masih tetap bersikeras untuk memohon dan meminta agar cucunya mendapat perawatan.
"nyonya, peraturan rumah sakit kami sudah sangat ketat dan tidak membiarkan pelayanan dilakukan tanpa pembayaran terlebih dahulu"
"maaf nona. tidakkah anda kasihan dengan keadaannya? anak ini sudah menderita kelainan saraf beberapa waktu. lihat bagaimana untuk berdiripun ia sulit menyeimbangkan diri. apa rumah sakit dibangun untuk mencari laba? apa nyawa lebih penting daripada uang. kalian harus lebih fleksibel menghadapi pasien seperti ini. jika terjadi sesuatu padanya di sini sebelum mendapat penanganan, itu akan mempengaruhi reputasi rumah sakit dan lagi jika keluarganya menuntut apa kalian bisa bertanggungjawab? "
meri menyela karena kesal dengan sambutan yang begitu dingin kepada wanita tua itu sementara di sampingnya seorang wanita hamil itu di layani dengan baik dan ramah hanya karena ia menunjukkan sebuah kartu berwarna gold.
beberapa orang mulai tertarik dengan keributan yang terjadi di meja resepsionis itu. meri hampir berhasil membungkam para wanita di meja resepsionis itu namun security lebih dulu mengamankannya.
melihat para pria itu bergerak maju ingin memegang lengannya, meri bergerak mundur dan tidak sengaja membentur tubuh di belakangnya dan lebih parah lagi, ia menginjak sepatu pria itu.
meri berdiri kaku di tempatnya karena terkejut di tambah lagi tatapan para penonton adegan itu yang melongo seperti melihat sang dewa tertinggi di negara itu.
"direktur" para staf itu serentak menundukkan kepalanya seperti memberi penghormatan.
mendengar kata direktur, meri merasa sesuatu yang hangat menjalari tubuhnya dan terpancar jelas dipipinya jika saja orang lain dapat melihatnya. dia berbalik dan menatap mata sang direktur yang begitu di puja itu.
melihat mata yang begitu dikenalinya, ilham mengerutkan alisnya dan memicingkan mata seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. beberapa detik kemudian, tangannya yang menahan bahu wanita itu kini mencengkeram erat seakan memberikan dukungannya.
Dengan gugup, meri bergeser ke sisi ilham yang mulai menginterogasi pada bawahannya.
"apa yang terjadi?" tanya ilham dengan nada datar terkesan acuh.
"direktur, nona ini datang dan memaksa ingin menemuimu. dan nyonya ini meminta di berikan pengecualian agar cucunya di rawat tanpa melakukan pembayaran apapun dan lagi-lagi nona ini menyalahkan sistem rumah sakit kita yang terlalu tegas"
ilham melirik meri sekilas dan meri justru menatapnya dengan tatapan penuh keteduhan. Selama yang ia lakukan tidak salah maka ia tidak takut untuk beradu argumen.
"pertama, jika nona ini ingin menemuiku mengapa kalian tidak menghubungiku atau asistenku?"
"direktur, itu... ku pikir..."
"kedua, sejak kapan kebijakan rumah sakit diputuskan oleh petugas resepsionis? untuk pengecualian, kalian setidaknya menghubungi bagian keuangan"
tatapan mematikan di tambah kalimat tanya penuh tudingan itu membuat wanita itu diam dan hanya menundukkan pandangannya.
"dan yang terakhir, sejak kapan ini menjadi rumah sakit kita? ini rumah sakitku dan ku bangun untuk menyelematkan nyawa tak perduli akan status, usia ataupun jabatan"
suasana tetap hening saat sang direktur mulai berbicara semakin lantang. tak ada seorangpun yang berani mengeluarkan suara bahkan mereka menahan nafas untuk itu.
meri yang mendengar betapa bijak suaminya saat ini menjadi jatuh cinta untuk kesekian kalinya. ia merasa hangat dengan ucapan suaminya itu.
"dan kalian" ilham menunjuk ke arah dua security pria dengan tatapan ganas siap memangsa. "siapa yang memberi hak untuk menyentuh wanita yang bahkan dengan pakaian setertutup ini? aku tanya apa kalian menyentuhnya? ah tidak, apa kalian berencana menyentuhnya?" kata ilham dengan suara yang terdengar berteriak.