Descargar la aplicación
69.43% JANJI / Chapter 134: Adik

Capítulo 134: Adik

Rasa haru menyelimuti semua yang berada di ruangan di mana puisi itu menggema mengoyak setiap hati yang mendengar. Anak sekecil itu menyampaikan perasaannya dengan begitu indah. Dengan makna yang tersimpan dalam setiap kata yang penuh arti.

Tak ada yang lebih terharu dan bangga daripada meri dan ilham sebagai subjek yang dimaksud dalam puisi itu. Ilham merangkul meri yang menangis dalam kebahagiaannya.

Fuad yang berada tak jauh dari tempat mereka karena malik mendapat juara satu pada cabang lomba yang berbeda dengan junior melihat adegan suami istri itu dengan perasaan cemburu. Ia sudah berusaha menghapus cintanya tapi itu semua butuh waktu dan saat ini rasa itu masih ada.

Sebagai seseorang yang juga pernah dekat dengan ibu dan anak itu, fuad juga merasa bangga mendengar puisi indah ciptaan anak itu. Puisi itu jauh lebih romantis daripada sebuah nyanyian yang di berikan oleh pria kepada kekasihnya. Ia benar-benar berharap bisa menjadi ayah dari anak jenius itu. Atau setidaknya ia ngin memiliki anak seperti junior.

Air mata meri semakin deras saat junior turun dari panggung dan memeluknya.

"ibu, aku tidak bermaksud membuatmu menangis" junior menghapus air mata ibunya dengan jari kecilnya. Tangan kecil itu bersembunyi di balik cadar meri.

"putraku sangat membanggakan. Ini air mata bahagia sayang" kata meri mengelus kepala putranya.

meri berusaha tersenyum, sapuan tangan ilham di punggungnya dan sapuan tangan junior di pipinya menjadi bendungan terbaik untuk air matanya. Ia selalu beruntung dengan keberadaan dua pria itu.

Pengumuman sekaligus penyerahan piala juara membaca puisi itu kembali di menangkan oleh junior. Kali ini ilham yang naik sebagai wali dari junior.

Bukan ia yang menginginkannya, tapi meri dan junior sendirilah yang menunjuknya. Tahu alasan di balik keputusan itu, ilham tidak banyak bicara dan hanya mengikuti kemauan ibu dan anak itu.

Dalam hati ia juga ingin menunjukkan betapa bangga ia memiliki putranya dan bahwa ia adalah ayah dari anak kecil jenius yang begitu menyita perhatian seisi ruangan itu. Senyum bangga ia tunjukkan saat dua buah piala berada di tangannya.

Meri di bawah panggung tak henti-hentinya tersenyum melihat pemandangan itu. Setelah tiga tahun mengikuti lomba, ini kali pertamanya junior di dampingi ayahnya. Inilah keluarga kecilnya yang bahagia. Sudah lama ia mendambakan hal ini, setelah terwujud hari ini ia akan terus menjaga keluarga kecilnya agar terus bahagia dan tak akan membiarkan kesedihan menghampiri mereka lagi.

Prosesi penerimaan piala itu berakhir dengan tepuk tangan. Setelah kepala sekolah menutup acara itu, seisi ruangan itu kemudian bubar. Ilham membawa anak dan istrinya ke dalam mobilnya.

"dokter ana" panggil fuad.

"dokter fuad, kau juga datang?" tanya meri heran. Seharusnya yang mendampingi malik adalah ayahnya, saat melihat zahra yang mewakili piala yang di peroleh malik, meri mengira zahra hanya datang sendiri.

"selamat untuk lutfi. Puisinya sangat indah" puji fuad.

Junior sudah berada di dalam mobil bersama ilham jadi hanya ada meri dan fuad yang sedang mengobrol.

Ilham yang melihat meri sedang berbicara dengan fuad merasa enggan untuk turun. Ia tidak ingin mengganggu, bukan mengganggu pembicaraan dua orang itu tapi ia enggan mengganggu perasaannya sendiri yang masih sangat bahagia karena hari ini.

"terimakasih. Selamat juga untuk prestasi malik. Kau pasti bangga karena ia menjadi pemegang piala juara satu terbanyak tahun ini" balas meri.

"tentu. Aku beruntung junior tidak mengambil cabang lomba yang sama dengan malik jadi mereka bisa sama-sama menjadi pemegang juara satu"

Meri mengangguk membenarkan ucapan fuad. Ia tahu jika junior bersaing dengan malik, malik sudah pasti akan berada di posisi kedua. Situasi saat ini jauh lebih baik dari tahun sebelumnya.

Setelah makan siang bersama, meri meminta langsung di antar ke rumah sakit karena harus menyelesaikan shift siangnya dan mengurus cutinya selama satu bulan mendatang.

"ibu akan pulang nanti malam, jadi bisakah junior tidak menyulitkan dadi?" meri memperingatkan putranya itu. Sejak ada ilham, junior selalu membuat alasan agar terus-terusan bersama ilham.

"baiklah" junior menuruti perintah ibunya.

"aku tidak bisa menjemputmu nanti malam. Mau ku panggilkan fuad untuk mengantarmu atau mau ku panggilkan sopir?" ilham memberi pilihan.

"tidak perlu, aku akan pulang naik taksi. Tunggu saja di rumah"

"oke" ilham ingin mencium istrinya, tapi karena ada junior di dekatnya ilham akhirnya harus merelakan istrinya pergi tanpa bisa menyentuhnya.

Ayah dan anak itu kembali ke rumah mereka dan menghabiskan waktu bersama sepanjang hari. Saat malam, ilham hanya bisa memesan makanan di luar karena ia tidak pandai memasak.

Mungkin ia akan bisa jika belajar karena otaknya cukup cerdas untuk melakukan hal itu. Hanya saja ia terlalu malas berhubungan dengan dapur. Ia lebih memilih mencuci piring atau menyapu dari pada di minta untuk memasak. Itu juga yang menjadi perbedaan antara ilham dan andre.

Setelah makan malam, ilham duduk bersama junior di kamar junior sambil mengawasi anaknya itu menuangkan kecerdasannya dalam sebuah laptop. Laptop itu keluaran terbaru, ilham sengaja membelikannya untuk mendukung hobby putranya di bidang software.

Buku-buku di kamar itu di penuhi dengan judul teknologi komputerisasi dan berbagai hal yang berhubungan dengan software. Ilham yang membelikan laptop dan buku-buku itu untuk memediasi junior menumpahkan kejeniusannya.

Penalaran yang tinggi tak hanya harus di ikuti dengan IQ tinggi tapi juga harus di sertai media yang tepat untuk pelampiasan itu. Alhasil, junior merasa senang dan mulai berhenti mengganggu ilham dan sibuk dengan laptopnya.

"jangan lebih dari dua jam. Tidak baik untuk mata, radiasi juga bisa menurunkan kemampuan otak" ilham mengingatkan junior.

"oke. Dadi bisa fokus pada pekerjaan dadi. Aku tidak mau ibu marah karena aku selalu mengganggu" sindir junior.

Ilham jadi serba salah harus menanggapinya. Jika ia mengatakan ia tidak terganggu, itu akan mematahkan ucapan meri dan itu tidaklah baik. Didikan dan perkataan kedua orang tua haruslah seirama agar tak menyebabkan kepribadian yang berbeda saat anak di hadapan dan di belakang orang tuanya.

"maksud ibumu bukan seperti itu. Dia hanya ingin kau beristirahat dengan cukup begitu pula dengan dadi" ilham mencoba meluruskan pemahaman junior walaupun itu bukan alasan yang cerdas.

"ibu tidak ingin aku mengganggu kalian. Itu maksudnya" balas junior

"jadi apa sekarang anak dadi cemburu? Apa dadi tidak boleh memiliki waktu berdua dengan ibu?"

"tentu saja aku cemburu. Aku tidak berharap dadi ataupun ibu menjadikanku nomor dua. Aku mau tempat yang pertama di hati kalian"

"dadi setuju dan ibumu juga pasti setuju untuk menempatkan mu di posisi pertama. Bagaimana mengenai pertanyaan kedua dadi tadi?" ilham penasaran dengan tanggapan junior.

"aku harus memikirkannya lagi" jawab junior memasang wajah berpikir.

"junior" panggil ilham lembut. "apa junior tidak mau memiliki adik?" ilham melempar umpan.

"tentu saja aku mau. Tapi..." junior berhenti berbicara

Ilham menangkap sinyal keraguan dan kecemburuan di wajah junior. "junior, dadi dan ibu tidak akan menjadi acuh hanya karena kau memiliki adik. Hanya saja sebagai kakak, junior juga harus belajar berbagi kasih sayang ibu dan dadi. Bagaimana adikmu akan tumbuh jika ibu dan dadi tidak memberinya perhatian"

"temanku selalu mengatakan kalau mereka kalah dari adik mereka untuk mendapat perhatian ibu dan ayahnya"

Jiwa pemenang dalam diri junior sudah mendominasi pola pikirnya sejak awal. Hingga mental loser tidak ada di dirinya padahal menerima kekalahan juga termasuk mental juara sejati.

"lalu apa junior pernah menanyakan bagaimana kehidupan temanmu yang tidak memiliki saudara?" tanya ilham lagi, berharap informasi di benak anaknya tidak hanya dari satu sisi.

"tidak. Ibu memintaku tidak memikirkan hal yang berlebihan. Saat aku mendengar temanku mengatakan tidak enak memiliki adik, aku tidak mencari tahu bagaimana pendapat orang yang tidak memiliki adik"

Ilham semakin pusing memikirkan perkataan meri kembali menghambatnya merayu junior agar mau menerima adik barunya dan siap berbagi kasih sayang.

"benar, jangan berpikir terlalu banyak. Karena itu, cukup pikirkan dirimu sendiri dan bayangkan jika ada bayi kecil di sini. Bukankah menyenangkan?"

"Mmm, itu menyenangkan. Tapi..."

"ingat jangan banyak berpikir. Tidak semua pikiran rumit yang kita bayangkan benar-benar akan terjadi. Cukup hadapi apa yang saat ini ada di hadapanmu. Untuk hari esok, dadi dan ibu yang akan merancangnya untukmu. Sikap cemburu tidaklah baik walau terkadang terjadi secara naluriah. Adikmu akan menjadi sahabat bermainmu, pengisi waktumu dan saat ia ada, kau tidak akan kesepian lagi"

"aku tahu itu. Dadi, bisakah jika nanti ibu lebih perhatian pada adikku, dadi tetap lebih perhatian padaku?" junior merasa khawatir tapi perlahan bisa menoleransi jika akan ada adik di hidupnya.

"ibumu tidak akan melakukan itu. Dia akan bersikap adil, dadi tahu itu. Jangan berpikir terlalu keras" ilham menarik junior ke pelukannya. "tapi jika itu terjadi, dadi pasti akan mengimbanginya dengan memberimu perhatian lebih. Kita teman bukan? Jangan terlalu khawatir" ujar ilham membelai kepala putranya yang masih memeluknya.

"baiklah. Kapan aku bisa punya adik?"

"itu belum bisa di pastikan. Dadi akan berusaha secepatnya, jadi beri kelonggaran untuk dadi dan ibumu. Oke"

"oke" junior melakukan tos dengan ilham. "ibu akan segera pulang. Aku harus tidur sekarang"

"tidurlah, dadi harus menunggu ibumu" ilham bangkit dari duduknya dan segera keluar.

"dadi" panggil junior. "pastikan adikku perempuan karena dengan begitu aku tidak akan berkelahi dengannya" lanjutnya saat ilham menoleh ke arahnya.

Ilham hanya mengangguk sebagai jawaban dan bergumam dalam hati 'itu juga yang ku mau. Satu putra saja sudah cukup membuatku berpikir keras'


next chapter
Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C134
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión