Descargar la aplicación
50% Hanya Pemuas Hasrat / Chapter 1: Gairah Semalam
Hanya Pemuas Hasrat Hanya Pemuas Hasrat original

Hanya Pemuas Hasrat

Autor: Ikka_Fahrie

© WebNovel

Capítulo 1: Gairah Semalam

Duduk berdua di satu tempat tidur tentu saja membuat Zaara merasa canggung.

"Cobain," ucap Zidan seraya menyodorkan satu kaleng Vodka kepada sang kekasih. Menyuruh Zaara meminumnya.

Sementara ia menerima kaleng tersebut dengan perasaan takut. Ini bukan yang pertama kali mereka minum, hanya saja, Zaara merasa tidak aman berada di tempat itu. Bayangan tentang bagaimana Zidan akan melakukan hal buruk telah menghantui pikirannya semenjak tadi.

"Minum dong, kadar alkoholnya cuma dikit. Kamu tidak akan mabuk, Sayang." Zidan mencoba meyakinkan.

Sekali meneguk minuman itu, dia langsung memejamkan mata. Rasa yang tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Zaara lantas menaruh kaleng Vodka ke atas nakas.

"Minum lagi dong," perintah Zidan. Tampaknya, dia sudah mulai terpengaruh oleh minuman keras itu.

Tatapan mata Zidan sudah berubah, seperti orang mengantuk dan kelelahan. "Habis minum kita tidur," ucapnya lagi.

***

Tidak bisa terelakkan lagi bagaimana yang terjadi di dalam kamar tersebut. Sepasang kekasih itu telah dimabuk asmara, juga kehilangan akal karena terpengaruh minuman beralkohol. Terbesit beribu penyesalan di hati Zaara setelah Zidan berhasil mengambil mahkota berharganya. Ia meringkuk di tepi ranjang, membelakangi sang kekasih yang tertidur nyenyak tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.

Selimut berwarna putih yang kini menghangatkan tubuh Zaara telah ternodai bercak darah di beberapa bagian. Wanita berparas cantik itu semakin merasa takut, malu, kesal pada dirinya sendiri.

Dia meraih handphone di atas nakas, memeriksa jam dan ternyata sudah hampir subuh. Semakin bertambah saja rasa takut Zaara karena tidak pulang semalaman. Pasti kakaknya akan memarahinya habis-habisan.

"Sayang," bisik wanita itu dengan suara parau.

Rasa nyeri di sekujur tubuh, terutama pada bagian intimnya membuat Zaara harus bergerak sangat hati-hati. Ia menyibakkan selimut tebal itu hingga terjatuh ke lantai. Kemudian membangunkan Zidan supaya bisa pergi dari hotel bersama.

"Beib, kita harus pulang," ucapnya lagi.

Suara seksi sang kekasih membuat Zidan terbangun. Dia berbalik, tangan besarnya menyentuh perut Zaara yang terekspos tanpa pakaian. Kenikmatan semalam membuat lelaki brengsek seperti itu ingin mengulanginya.

Seakan mencoba menolak, tapi sentuhan-sentuhan nakal kekasihnya sangat menggoda. Zaara kembali merasakan gairah yang semakin memuncak. Pagi buta seperti ini pun mereka sangat bersemangat mengulang kesalahan termanis itu.

"Sayang, stop. Aku harus kerja," kata Zaara begitu mencapai puncak kenikmatan.

Dia memaksa untuk lepas dari dekapan Zidan dan segera masuk kamar mandi agar segera membersihkan diri. Meskipun rasanya sangat sakit, Zaara melangkah tertatih menuju kamar mandi berukuran kecil di kamar hotelnya. Sementara Zidan masih merebahkan diri di ranjang seraya tersenyum bangga. Bahagia sekali bisa mendapatkan hati, jiwa dan raga wanita cantik itu.

Satu jam kemudian, mereka berdua sudah dalam keadaan bersih. Siap meninggalkan kamar hotel yang begitu sederhana, lebih tepatnya adalah kamar sial bagi Zaara.

***

Zaara terpaksa menyuruh kekasihnya turun dari mobil saat mereka sampai di depan gang kecil menuju rumah Zidan. Tidak ada waktu lagi, wanita itu harus segera sampai rumah. Berharap kedua kakak yang sangat menyayanginya sudah pulang ke rumah masing-masing.

Mobil melaju kencang menuju perumahan asri. Ia tidak peduli lagi pada rasa nyeri di bawah sana, semakin sakit saat mobilnya terguncang setiap melewati jalanan yang rusak.

Tin!

Tin!

Zaara tidak sabar menunggu satpam membuka gerbang rumahnya. Berkali-kali ia membunyikan klakson mobil supaya cepat dibukakan. Akhirnya, Dimas berjalan cepat keluar rumah. Seketika membuat bola mata wanita cantik itu membulat sempurna.

"Kak Dimas masih disini?" gumamnya seiring rasa panik yang menyerang hati.

Terlihat pria itu menggerakkan tangan kiri, mengisyaratkan Zaara supaya mengemudikan mobilnya masuk ke garasi. Beberapa detik saja mobil hitam yang ia kendarai sudah terparkir rapi di dekat mobil-mobil kakaknya.

"Kak Dimas masih disini?" tanya Zaara, berpura-pura ceria seperti biasa.

Namun, wajah ayu itu terlihat berbeda pagi ini. Pucat dan seperti kelelahan. Dimas masih berdiam diri di anak tangga menuju teras depan. Menatap adiknya yang salah tingkah sambil sesekali mengalihkan pandangan ke taman. "Nginep di mana semalam?" tanya laki-laki berperawakan gagah itu.

"Aku buru-buru mau kerja nih, Kak. Ngobrolnya nanti saja, ya. Aku mau ganti baju dulu," tukas Zaara hendak menghindari interogasi dari Dimas.

Akan tetapi lelaki itu cekatan mencengkeram lengan adiknya yang hampir kabur. "Jawab dulu," perintahnya.

"Aku nginep di rumah Alesha, Kak," jawab wanita itu.

Alasan yang cukup bagus, Alesha adalah sahabat Zaara sejak masa kuliah. Dia sering menginap di rumah Alesha, begitu pun sebaliknya dengan Alesha yang tidak jarang tidur di rumah Zaara. Mendengar jawaban sang adik, Dimas lalu percaya, ia melepaskan genggaman dari pergelangan tangan adiknya.

"Ayo masuk, Kak. Aku kira Kakak sudah pulang," ujarnya.

Mereka melangkah bersama memasuki rumah.

"Rencananya pulang nanti sore. Ada acara pertemuan dengan keluarga Sakha," jelas Dimas.

Zaara reflek menatap kakaknya. "Jangan bilang kalau Kakak sama papa mau melamar Sakha buat aku?" tanya wanita itu penuh rasa penasaran.

"Bukan, hanya bersilaturahmi saja. Tapi kalau kamu mau kita lamar Sakha sekalian juga boleh," kata Dimas diiringi senyum mengejek.

"Jangan dong, Kak!" seru Zaara menolaknya mentah-mentah.

Melihat adik tersayang merengek seperti itu membuat Dimas terkekeh kecil. Dia langsung merangkulnya, lalu bersama menuju ruang tengah, suasana pagi ini ramai sekali di rumah itu. Kepulangan Zaara disambut tatapan marah sang papa yang sudah menyiapkan banyak pertanyaan untuknya.

"Berani sekali kamu tidak pulang semalam," cetus laki-laki bertubuh gempal itu seraya memasang muka datar.

"Aku menginap di rumah Alesha, Pa." Zaara mencoba bersikap biasa saja supaya orang-orang di rumahnya tidak curiga.

"Lain kali kasih kabar dong, Mama sama Papa khawatir sama kamu, Ra," timpal mama Hastari.

"Iya, Maaf, aku ke kamar duluan ya. Buru-buru mau berangkat kerja nih," ujarnya.

Papa dan mama mengangguk sebagai jawaban. Zaara sempat menyapa kakak iparnya yang sedang menyupai anak-anak makan. Kemudian, bergegas ke kamar.

Semenjak malam di mana mahkota paling berharga milik Zaara telah diambil paksa oleh Zidan, sikapnya menjadi sedikit berubah. Dia menjauhi sang kekasih hingga beberapa hari. Zaara tidak membenci laki-laki itu, hanya saja, ia terlalu malu untuk bertatap muka dengannya lagi setelah kejadian memalukan tersebut.

Sementara Zidan sama sekali tidak memedulikan kekasihnya yang sudah beberapa hari tidak ada kabar. Dia terlihat santai menjalani aktivitas sebagai tukang ojek, tanpa berniat mencaritahu bagaimana keadaan Zaara saat ini.

Zidan adalah laki-laki brengsek yang bermuka tebal dan merasa selalu dibutuhkan oleh Zaara. Bahkan dengan percaya diri sekali dia yakin jika Zaara akan selalu kembali kepadanya, karena tidak ada laki-laki lain yang akan menerima wanita itu sebab sudah tidak perawan.

Siang ini, Zaara baru saja akan mencari tempat untuk makan siang. Langit terlihat begitu cerah dengan sedikit awan. Sebenarnya dia malas sekali ke luar, apa lagi cuaca terlalu panas sehingga membuat kepala terasa pusing. Namun perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi untuk menahan lapar.

Wanita bertubuh kurus itu berjalan menuju sebuah rumah makan yang tidak jauh dari Apotek. Kaki jenjangnya melangkah cepat, berusaha menghindari sinar matahari dengan berjalan di teras-teras pertokoan. Sesampainya di rumah makan, Zaara langsung duduk di kursi yang berada di dekat pintu masuk. Dia merasa sangat lemas dan ingin beristirahat sebentar sebelum memesan makanan.

"Ra, mau makan juga?" tanya Alesha.

Entah dari mana gadis itu muncul, tapi Zaara cukup terkejut oleh kedatangannya yang secara tiba-tiba.

^^


next chapter
Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C1
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión