Ketika sedang menatap layar laptopnya, suara ketukan pintu pun terdengar membuat pria itu langsung mengalihkan pandangannya sejenak kepada seseorang yang saat ini baru saja memasuki ruangannya.
"Ada apa?" tanyanya kepada salah seorang karyawan tersebut.
Seorang karyawan pria tersebut pun sedikit membungkukkan tubuhnya, lalu berkata, "Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Bapak," ujarnya.
Mendengar itu kening pria tersebut pun berkerut, kemudian berkata, "Biarkan dia masuk," ujarnya, setelah itu karyawan tersebut pun pergi keluar ruangan dan munculah sesosok wanita yang begitu ia kenali sedang berdiri disana.
Wanita itu tersenyum sejenak sebelum akhirnya berjalan mendekat dan duduk tepat disebuah sofa yang berada didekatnya. Sedangkan pria itu yang melihatnya langsung menghela nafas, kemudian berdiri dari kursi kebesarannya tersebut untuk berpindah tempat menjadi berada disamping istrinya sendiri.
"Selamat siang, Tuan Orland," ujar wanita itu yang membuat pria yang baru saja disebutkan namanya itu langsung mendengus geli. Sedangkan ia yang berada disampingnya langsung mengecup pipi istrinya itu sekilas sebelum akhirnya berkata, "Tumben, ada angin apa datang kesini?"
Orland melihat wanitanya itu terkekeh, lalu berkata, "Kamu itu, istri datang kok kaya gak boleh gitu?" ujarnya.
"Bukan gitu maksud aku, kamu kan biasanya gak pernah mau kalau gak aku paksa buat datang ke Perusahaan," ujar pria itu yang langsung membuat wanita tersebut bungkam seketika.
Pria itu menyadari perubahannya meskipun hanya sekejap, akan tetapi ia langsung berpura-pura tidak mengetahui itu. Sedangkan sang istri, dirinya kembali menampilkan senyum terbaiknya dan membuka kotak makanan yang sengaja dibawanya untuk Orland, suaminya.
"Ini, aku bawain makanan buat kamu," ujar wanita itu yang saat ini sedang menyiapkan makan siangnya untuk sang suami. Akan tetapi diamnya pria disampingnya membuat Wera merasa aneh, ia menoleh dan berkata, "Ada apa? Kamu gak suka sama makanannya?"
Menyadari itu Orland langsung berkata, "Ah, bukan gitu, aku cuma lagi kepikiran sama anak kita aja," ujarnya.
Sementara itu Wera yang mendengarnya hanya diam, dan pria itu yang melihatnya langsung memasang seringainya meskipun samar. Sebenarnya ia tahu maksud kedatangan wanitanya tersebut kemari.
"Kamu mau makan yang mana dulu?" tanya Wera yang hendak menyiapkan makanannya untuk sang suami, sedangkan pria itu yang mendengarnya langsung menunjukkan setiap masakan buatan wanita itu yang ingin dimakannya.
Kemudian setelah itu wanita tersebut pun mulai menghadap suaminya yang saat ini sedang terduduk disampingnya seraya memperhatikan dirinya. Ia pun tersenyum dan mulai menyuapi Orland dengan senyum manisnya.
Dan pria itu dengan senang hati menerima suapan dari wanitanya itu. Kedua manik matanya menatap sosok yang ada dihadapannya ini dengan seksama, ia tahu bahwa ada yang sedang Wera pikirkan saat ini.
"Gimana?" tanya wanita itu, "Enak?"
Orland yang masih mengunyah pun berpura-pura menimang-nimang apakah enak atau tidak, membuat wanita itu yang melihatnya langsung memasang ekspresi sedihnya. Pria itu yang melihatnya langsung tersenyum dan menganggukkan kepala, lalu berkata, "Enak, masakan kamu selalu enak, Wera."
Kening wanita itu langsung berkerut, ia berkata, "Apa? Kamu tadi manggil aku apa?"
Menyadari kesalahannya, pria itu tidak menjawabnya dan memilih mengunyah makanannya. Sedangkan Wera yang melihatnya langsung menghela nafas, ia jelas tidak salah mendengar bahwa suaminya itu baru saja memanggil namanya.
Cukup lama hening membuat Orland yang baru saja menelan makanannya pun langsung berkata, "Ngomong-ngomong ada apa kamu kesini?" tanyanya.
Wera yang mendengar pertanyaan itu keluar dari mulu sang suami pun langsung mematung, feelingnya mengatakan bahwa Orland sepertinya sudah mengetahui maksud dan tujuannya dari dirinya datang ke Perusahaan.
"Kamu bercanda? Jelas-jelas aku pengen ketemu kamu kesini," jawab Wera.
Ia melihat pria disampingnya itu yang langsung terkekeh seolah baru saja mendengarkan sebuah lelucon darinya. Kemudian Orland pun berkata, "Bohong."
Wanita itu melihat perubahan ekspresi dari suaminya membuat ia tidak bisa mengelaknya lagi. Maka dari itu ia pun berkata, "Oke, aku emang gak pernah pandai berbohong sama kamu, Land."
Setelah itu pria disampingnya tersebut pun tersenyum, lalu mulai merangkul pinggang sang istri seraya menariknya sehingga kini Wera semakin mendekat kepadanya. Orland tahu bahwa wanitanya ini pasti akan mempertanyakan perihal kedatangan Yashelino ke Perusahaannya.
"Kalau gitu, kamu mau tanya apa?" tanyanya dengan senyum yang mengembang.
Wera, wanita itu yang mendengarnya langsung menghela nafas sejenak. Kemudian ia pun berkata, "Kenapa Yas datang ke sini? Apa kamu yang manggil dia?" tanyanya.
"Dia jelas bukan anak kecil lagi, Sayang," ujar Orland dengan santainya.
"Maksud kamu?" tanya wanita itu.
Orland pun mendekat ke ceruk leher wanitanya tersebut, lalu menghirup wangi wanitanya yang selalu menjadi candu baginya ini. Sedangkan Wera yang tersadar dengan sikap suaminya tersebut pun langsung mendorong pria itu sehingga ia menjauh dari lehernya.
Pria itu tersenyum smirk sejenak, lalu berkata, "Dia udah liat beritanya, dan dia ngancam Papanya sendiri karena udah berani nyebarin berita hoax menurut dia!" ujarnya sedikit meninggikan nada bicaranya. "Aku gak mau tahu ya, Wera. Kalau sampai dia nolak di jodohkan lagi, lebih baik dia gak usah jadi bagian dari keluarga ini lagi, NGERTI?!"
Mendengar itu Wera langsung menatapnya dengan terkejut, ia tidak menyangka bahwa suaminya itu akan mengatakan hal seperti itu terhadap putra kandungnya sendiri. Dirinya benar-benar tidak terima jika seandainya Yas harus dicoret dari keluarga Albert.
"Ini semua salah kamu," gumamnya yang membuat pria itu yang sedang memakan makan siang buatannya itu pun langsung menoleh dengan tatapan tajamnya. "Ini semua salah kamu. Kalau seandainya kamu enggak lebih mentingin daripada pekerjaan kamu ini, mungkin anak kita gak harus yang jadi korbannya!"
Melihat istrinya yang hendak menangis pun membuat Orland langsung menariknya ke dalam pelukan. Lalu berkata, "Aku mohon kamu coba ngertiin aku, oke? Aku ngelakuin semua ini juga demi kamu, Ra."
Sedangkan wanita itu yang mendengarnya langsung menggeleng di dalam pelukan prianya, ia berkata, "Aku gak butuh semua ini, Land, aku gak butuh. Yang aku mau cuma kamu berhenti bikin dia semakin frustasi sama keluarganya sendiri."
Kedua tangan dari pria itu pun mengepal kuat, ia lalu berkata, "Aku gak akan pernah bisa, Sayang," ujarnya yang saat ini masih memeluk wanitanya itu dengan begitu erat.
"Sampai kapan kamu kaya gini?" gumam Wera yang secara paksa melepaskan diri dari pelukan suaminya tersebut. Ia sangat berharap bahwa keluarga kecil mereka akan berakhir dengan bahagia dan tidak terpisah seperti ini. "Aku gak tahan liat dia menderita lebih lama lagi."
Mendengar itu Orland langsung menaikkan satu alisnya, dan kembali bersandar di sofa, berkata, "Siapa bilang menderita? Itu justru adalah awal dari kebahagiaannya," ujarnya kepada wanita tersebut.
"Kamu gak berencana itu jadi beneran kan?" tanya Wera dengan tatapan intimidasinya, lalu barulah setelah itu pria tersebut menatap lurus ke depan.
Orland yang mendengarnya langsung berkata, "Gimana bisa aku bohong disaat aku baru aja hampir dapetin apa yang aku mau selama ini," jawabnya dengan santai, tetapi membuat wanita itu yang mendengarnya langsung ini menendang wajahnya.
"Kamu jual dia demi pekerjaan kamu, hah?"
"Aku gak bilang gitu," ujar Orland dengan wajah msteriusnya, sedangkan wanita itu yang mendengarnya diam-diam mengepalkan tangannya. Ia benar-benar menyesal telah datang kesini dan berusaha untuk membujuk pria disampingnya saat ini. "Aku cuma mau bikin dia bahagia, trust me."