Descargar la aplicación
15% Funeral / Chapter 3: 2. Tertawa

Capítulo 3: 2. Tertawa

Sepulang sekolah, Archie yang masih dibaluti perasaan penasaran, mencoba untuk mendatangi pemakaman lagi untuk memastikan apa yang dilihat olehnya dan teman-temannya sama atau tidak. Dia pun tergesa-gesa menuju ke lokernya untuk meletakkan buku catatan. Hal itu dilihat oleh Killian yang langsung menghampiri Archie.

“Archie, kenapa kau terburu-buru? Kau mau ke mana?”

Archie menutup kembali lokernya setelah selesai melatakkan buku catatannya. Kemudian, dia menghadap ke arah Killian dan menatapnya dengan serius.

“Aku ingin kembali ke pemakaman itu untuk memastikan sesuatu.”

“Memastikan apa?”

Archie pun pergi menuju ke pemakaman ditemani oleh Killian. Sepanjang perjalanan, Archie menceritakan apa yang dialaminya semalam kepada Killian. Tak ada satupun yang ditambahkan atau dikurangkan olehnya saat menceritakannya.

“Mungkin, apa yang kau lihat dan teman-teman lihat adalah hal yang sama Archie. Hanya saja, sudut pandang kalian berbeda, sehingga Kevin melihatnya sebagai sebuah sabit, bukanlah sebuah sekop.”

“Ayolah, Killian. Sekop dan sabit adalah dua benda yang bentuknya sangat jauh berbeda.”

Killian pun berpikir apa yang dikatakan Archie ada benarnya. Namun, dia juga belum bisa menyimpulkan apa-apa dan masih merasa kalau yang dilihat oleh Archie dan Kevin adalah hal yang sama.

Sesampainya di pemakaman, gerbangnya masih terkunci dengan gembok. Archie mencoba memanggil-manggil nama Ron, tapi tak ada satupun tanggapan. Dia dan juga Killian pun memutuskan untuk mengelilingi jalan sekitar pemakaman untuk mencari keberadaan Ron. Satu kali berkeliling, Ron tidak ditemukan. Keduanya pun memutuskan untuk mengitari pemakaman dengan arah yang berbeda. Archie searah jarum jam, sedangkan Killian sebaliknya. Ketika keduanya kembali bertemu di sisi lain pemakaman, mereka sama-sama menggelengkan kepala karena tidak berhasil menemui Ron. Karena tidak berhasil bertemu dengan Ron, keduanya pun memutuskan untuk pulang ke rumah.

***

Malam harinya di apartemen Archie, ayahnya baru saja kembali dari kantor membawakannya makan malam.

“Ayah pulang. Aku membawakanmu hamburger dan kentang kesukaanmu untuk makan malam.”

Archie yang sedang duduk di sofa membaca bukunya pun, menoleh ke arah ayahnya dan menurunkan bukunya sejenak.

“Terima kasih, Ayah.”

Tom duduk di sebelah Archie setelah membuka sepatu dan juga kaos kakinya. Dia menyandarkan badan dan juga kepalanya, lalu menghela napas lega setelah lelah seharian bekerja. Dia pun menoleh ke arah Archie yang sedang fokus membaca bukunya.

“Bagimana di sekolah, Archboy. Apa ada sesuatu yang menarik?”

“Jangan menjadi orang yang sok asik, ayah. Biasa saja saat memanggil namaku.”

Tom tertunduk merenung karena anaknya tidak bisa diajak bercanda, padahal dia ingin sesekali bercanda dengannya. Namun, dia tidak mau langsung menyerah untuk mencoba berkomunikasi dengan anaknya dan berusaha untuk membicarakan topik lain.

“Hmm … kau selalu mendapatkan peringkat pertama selama hidupmu. Seharusnya kau layak diberikan sesuatu, Archie. Kau mau apa? Aku pasti belikan. Game Console juga boleh.”

Tom terlihat sangat antusias. Dia berusaha menyenangkan hati anaknya menggunakan cara apapun yang bisa dilakukan olehnya.

“Tidak perlu. Berikan saja aku buku-buku novel baru. Tapi, yang diperuntukan untuk semua umur atau anak-anak seumuranku. Jangan yang delapan belas tahun ke atas, aku tidak mau menjadi dewasa lebih cepat.”

“Heh … aku juga tidak mau kau dewasa lebih cepat …”

Tom pun menyerah juga. Dia bangkit dari kursinya dengan perasaan agak kecewa. Bahkan, dia berjalan dengan tertunduk murung menuju ke kamarnya.

“Ayah.”

Mendengarkan panggilan Archie, Tom kembali semangat dan langsung menoleh ke arah Archie dengan perasaan tak sabar menunggu apa yang ingin Archie katakan.

“Terima kasih atas Hamburger dan kentangnya.”

Melihat Archie mengatakannya dengan tersenyum tulus, Tom pun terharu dan terlihat sangat senang. Ternyata, dia masih bisa membuat Archie merasa senang meskipun hanya dengan hal yang sepele.

“Sama-sama. Habiskan, ya?”

“Pasti.”

Sejak Archie kecil sampai sebelum ibunya meninggal, Tom selalu disibukkan dengan pekerjaannya. Tom yang selalu pulang sampai larut malam, jarang sekali bisa bertemu dengan Archie dan menghabiskan waktu untuk bersamanya. Namun, setelah istrinya meninggal, Tom mencari pekerjaan di kantor yang berbeda agar dia bisa pulang lebih cepat supaya bisa menemani Archie di rumah.

Tom yang jarang sekali berkomunikasi dengan Archie, perlahan mulai mencoba berkomunikasi dengannya selama satu tahun terakhir. Menjalankan perannya sebagai seorang ayah sekaligus ibu buat Archie. Meskipun Tom adalah orang yang ceroboh saat mengurusi urusan rumah, Archie bisa memakluminya dan ikut membantu Tom mengurus rumah sementara dia bekerja.

Hari pun semakin larut. Tom sudah tertidur pulas di sofa dengan televisi yang masih menyala. Perlahan, Archie pun keluar dari kamarnya mengeluarkan sebuah selimut untuk menyelimuti ayahnya. Setelah selesai, Archie melangkah perlahan keluar dari apartemen membawa senter dan juga sebuah buku. Dia bermaksud untuk kembali ke makam bertemu dengan Ron karena dia masih merasa penasaran.

Sesampainya di pemakaman, lagi-lagi pintu gerbangnya masih terkunci oleh gembok. Archie menghela napasnya karena kecewa tidak bisa bertemu dengan Ron lagi. Dia pun tertunduk murung, berbalik badan dan berniat kembali ke rumahnya.

“Archie, kau kembali?”

Mendengar pertanyaan itu, Archie terkejut dan langsung berbalik badan. Di hadapannya Ron sudah berdiri di dekat pintu gerbang dengan sekopnya.

“Akhirnya kau muncul juga.”

“Ada apa memangnya? Apa ada barangmu yang tertinggal?”

“Bukan. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu.”

“Masuklah, kita bicarakan di dalam.”

Ron pun membukakan gerbangnya dan mempersilahkan Archie untuk masuk. Sambil berjalan mengelilingi area pemakaman, Archie menceritakan pada Ron perihal yang dialami oleh teman-temannya dan sesuatu yang dilihat oleh Kevin. Cerita Archie itu, sontak membuat Ron tertawa terpingkal-pingkal.

“Kenapa kau tertawa sampai seperti itu?”

Archie hanya bisa heran karena tidak tahu apa alasannya Ron bisa tertawa sepuas itu. Ron pun menenangkan dirinya kembali, lalu mengajak Archie untuk mengikutinya. Setelah berjalan mengikuti Ron, sampailah mereka di sebuah gubuk kecil yang terbuat dari kayu. Gubuk itu hanya setinggi Ron, dan memiliki lebar yang tidak seberapa layaknya tempat untuk meletakkan barang-barang perkakas.

Ron membuka gubuk itu, lalu mengambil sebuah sabit yang ada di dalamnya dan menunjukkannya kepada Archie.

“Kemarin, saat teman-temanmu sedang berjalan menuju ke arahku, aku sedang memotong rumput-rumput yang sudah mulai tinggi. Saat melihat teman-temanmu, aku langsung berpikir bahwa mereka lah yang telah menemukan kunciku yang hilang. Aku langsung berlari menghampiri mereka sambil membawa sabit ini.”

Kini giliran Archie yang tertawa, meskipun tidak sampai terpingkal-pingkal seperti Ron. Dia terlihat sangat puas sekali tertawa karena tidak menyangka anak yang berbadan besar seperti Kevin takut kepada Ron yang hanya seorang penjaga makam. Melihat Archie yang terus tertawa, pandangan mata Ron tertuju pada buku yang ada di tangan Archie. Dia merasa kalau buku itu sama dengan buku yang dibawa oleh Archie kemarin.

“Buku itu, kenapa kau selalu membawanya?”

Archie menghentikan tawanya dan mengusap air mata yang hampir menetes dari matanya saking puasnya tertawa. Dia pun mengangkat buku di tangannya lebih dekat ke hadapan Ron.

“Buku ini? Buku ini adalah pemberian terakhir ibuku sebelum dia tewas.”

Archie tertunduk murung menatapi bukunya setelah selesai menjawab pertanyaan Ron. Melihat hal itu, Ron pun menjadi tidak enak. Ron mengelus kepala Archie agar dia merasa lebih baik.

“Semua yang bernapas, pasti akan mati suatu hari bagaimanapun caranya, Archie.”

Mendengar ucapan Ron, Archie merasa lebih baik. Diap pun menatap Ron dengan tersenyum, membuat Ron juga ikut tersenyum. Namun, tiba-tiba saja kepala Ron tersentak seakan ada sesuatu yang menusuk kepalanya. Dia langsung memegangi kepalanya dan duduk tersungkur di tanah.

“Ron, kau kenapa?”

Ron pun berdiri kembali dan mengatur napasnya perlahan. Dia mengambil sekopnya yang dia sandarkan di gubuk, lalu mengarahkan sekopnya menunjuk ke arah pintu gerbang.

“Pulanglah, Archie. Sudah semakin larut, kau pasti akan dicari oleh ayahmu nanti.”

“Iya, aku tahu. Tapi, apa kau baik-baik saja?”

“Iya, aku baik-baik saja.”

Meskipun mengatakannya dengan tersenyum, Archie merasa kalau ada sesuatu yang ditutupi oleh Ron kepadanya. Tapi, karena tidak mau membuat Ron marah karena terus bertanya, Archie pun memutuskan untuk pulang ke rumah.

***

Keesokan harinya saat pulang sekolah, Archie kembali ke pemakaman mencari keberadaan Ron karena ingin menanyakan kondisinya semalam. Namun kali ini, dia hanya sendirian dan tidak ditemani oleh Killian. Seperti kemarin, pintu gerbang makam juga dikunci. Tapi, karena tidak mau langsung kembali pulang dengan tangan kosong, dia pun mengitari makam, berharap bertemu dengan Ron. Dan seperti kemarin, dia tak mendapatkan hasil apapun. Mau tidak mau, dia pun pulang dengan tangan kosong.

Malam harinya, Archie pun keluar dari rumahnya secara diam-diam lagi untuk pergi menemui Ron. Di depan pintu gerbang pemakaman, dia langsung meneriaki nama Ron. Tak lama, Ron pun muncul dari kejauhan membawa sekop miliknya, berjalan menghampiri Archie.

“Kenapa kau datang ke sini lagi? Ini bukan tempat bermain, tahu.”

Meskipun agak kesal, dia tetap membukakan pintu gerbangnya agar Archie bisa masuk. Berbeda seperti kemarin, Archie terlihat sangat kesal saat bertemu dengan Ron. Membuat Ron heran, seharusnya dia yang merasa kesal, kenapa malah Archie.

“Aku tidak suka main tebak-tebakan. Jadi, beritahu langsung kepadaku saja, kenapa ekspresimu terlihat kesal seperti itu?”

Archie hanya menatap Ron dengan tajam sambil menyilangkan kedua tangannya di dada tanpa menjawab pertanyaannya. Ron menatap Archie dari ujung kaki sampai kepala, berusaha mencari tahu apa yang membuat Archie kesal. Dia pun menyadari bahwa malam ini Archie tidak membawa buku kesayangannya itu dan hanya membawa senter saja.

“Kenapa kau tidak membawa bukumu? Kau kesal karena lupa membawanya?”

“Jelas bukan. Alasanku tidak membawanya karena aku sudah tidak membutuhkannya lagi.”

“Membutuhkannya? Memangnya sejak kemarin kau membutuhkannya untuk apa?”

Archie pun menurunkan tangannya dan menghela napas kecewa karena Ron tidak mengerti kenapa alasannya merasa kesal. Dengan terpaksa, dia menjawab pertanyaan Ron meskipun tidak ingin.

“Buku itu membuatku merasa lebih tenang dalam kondisi apapun. Aku merasa seperti sedang dilindungi oleh ibuku setiap kali membawanya. Karena sekarang aku tahu kalau pemakaman ini hanya dihuni oleh penjaga pemakaman sepertimu, aku jadi tidak perlu takut lagi.”

Mendengar jawaban Archie, Ron pun tertawa. Seperti kemarin, Archie pun tidak tahu apa alasan Ron tiba-tiba tertawa mendengar jawabannya. Apa karena dia sedang meledek atau karena ada alasan lain.

“Kenapa kau tertawa kali ini? Mengejekku?”

Ron tetap tertawa tanpa memperdulikan pertanyaan Archie. Pipi Archie pun memerah karena merasa malu terus ditertawakan oleh Ron.

“Lagipula, kau juga sudah membuatku kesal karena kau tidak pernah muncul selama aku menemuimu di siang hari.”

Barulah Ron menghentikan tawanya setelah mendengar alasan kenapa Archie merasa kesal kepadanya. Dia pun menatap Archie dengan tersenyum, lalu membungkukkan badannya agar wajahnya bisa berhadapan langsung dengan wajah Archie.

“Kau pasti punya internet di rumahmu. Carilah nama ini sesampainya kau di rumah, ‘Ronald Fitzgerald’ nama panjangku. Itu akan menjawab pertanyaanmu kenapa aku tidak bisa ditemui saat siang hari. Satu lagi, aku berani bertaruh kau pasti akan membawa buku pemberian ibumu lagi besok.”

Setelah mengatakan hal itu, Ron sedikit tertawa dan langsung berbalik badan pergi meninggalkan Archie. Tanpa berlama-lama, Archie langsung kembali ke apartemennya dengan berlari. Sesampainya di apartemen, Archie menutup perlahan pintunya, lalu berjalan menuju meja yang ada di hadapan Tom tidur dengan perlahan.

Setelah menyalakan laptop milik Tom yang ada di atas meja, Archie langsung mencari nama yang disebutkan oleh Ron kepadanya tadi. Dia merasa heran dengan artikel-artikel yang memuat tentang nama yang disebutkan oleh Ron. Sebagian besar artikel itu memiliki judul yang hampir sama. Akhirnya Archie pun membuka sebuah artikel yang berjudul “Tragedi Seorang Pemuda Pecandu Narkoba”.

Baris demi baris dibaca oleh Archie, hingga sebuah tulisan membuat bulu kuduknya merinding dan seluruh bagian belakang lehernya terasa dingin. Dia terkejut bukan main saat melihat sebuah tulisan yang berisi, “Ronald Fitzgerald, ditemukan tewas di kamarnya karena overdosis.”


next chapter
Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C3
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión