Setelah semua tong terisi penuh, Angele kembali ke dalam kereta kuda bersama ayahnya, dan melanjutkan perjalanan sesuai rute yang telah dipilih. Langit masih gelap dan berawan, sehingga interior kereta kuda menjadi gelap pula. Di dalam kereta, Angele duduk di meja, posisinya berseberangan dengan Baron Karl.
"Angele, mengapa kau sayang sekali kepada dua gadis itu? Saat kita tiba di Pelabuhan Marua, kau akan mendapatkan apapun yang kau inginkan. Jika kita mengecewakan Philip, kita tidak akan mendapatkan apa-apa, terutama sekarang." kata sang baron sembari mengernyitkan alisnya.
"Aku mengerti, Ayah. Aku tahu apa yang lebih penting sekarang. Jangan khawatir." Angele mengangguk dan tersenyum.
"Ingat, Nak. Kau adalah orang terpenting bagiku. Jangan mudah terprovokasi dan terlibat dalam situasi berbahaya." kata Baron Karl sambil menatap anaknya selama beberapa saat. Angele pun mengangguk. Ia mengerti bahwa bagi ayahnya, tidak ada gunanya berseteru dengan Count Philip demi kedua gadis itu. Jika keluarga Rio masih memiliki kekuatan seperti dulu, situasi ini tidak terlalu buruk, namun sekarang mereka telah melemah dan harus bersandar kepada seseorang berposisi tinggi, seperti Count Philip.
Tetapi, sebagai orang yang pernah hidup di bumi, Angele tidak mau semudah itu menyerahkan kedua kekasihnya kepada orang lain, bahkan sekedar memikirkan hal seperti itu saja melukai harga dirinya. Angele mendengarkan ayahnya yang terus berceloteh selama sekitar setengah jam.
"Jika kau sudah memutuskan untuk mengorbankan sesuatu, jangan membuat pengorbananmu terbuang percuma. Jangan gagalkan rencana ini." Baron Karl mengakhiri celotehannya, dan berjalan keluar dari kereta untuk memastikan bahwa karavan berjalan melalui rute yang benar. Setiap hari, semenjak perjalanan dimulai, sang baron selalu melakukan hal ini.
"Philip tidak akan menyerah begitu saja, dan akan sulit bagiku untuk melawannya karena ada terlalu banyak orang disini. Jika ada yang membocorkan apa yang telah kulakukan, aku akan mendapat masalah besar saat tiba di Pelabuhan Marua nanti." gumam Angele dengan ekspresi wajah yang serius. Kali ini, dia sendirian di dalam kereta. Ia berpikir selama beberapa saat, namun tidak juga menemukan solusi. Angele memutuskan untuk mengambil cincin zamrud yang tergantung di lehernya dan menatap batu yang ada di dalamnya. Batu itu telah retak dan tidak lagi berkilau, namun warnya masih sama. Entah bagaimana, batu itu membuatnya lebih tenang.
"Ah!" Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari kereta kuda di belakang.
"Itu suara Maggie! Bajingan sialan itu!" Angele melompat turun dari keretanya, berlari ke kereta ketiga, dan membuka pintu. Terlihat tangan Maggie berdarah karena terluka setelah tertusuk duri tanaman yang ada di depannya dan Celia. Sepertinya, mereka sedang menyusun tanaman, dan tiba-tiba jari Maggie tertusuk duri.
"Tuan Muda Angele?" Maggie terkejut melihat tuannya datang tiba-tiba. Orang lain yang melihat kejadian itu pasti akan berasumsi bahwa ada sesuatu yang terjadi. Angele melihat sekeliling kereta itu untuk beberapa saat, dan bernafas lega saat ia menyadari bahwa tidak ada Philip ataupun pengawalnya disana.
"Yah, aku mendengar suara teriakanmu, jadi aku hanya ingin memastikan bahwa tidak ada apa-apa. Sepertinya kau baik-baik saja, jadi aku akan kembali ke kereta kudaku." Angele menutup pintu kereta dan pergi begitu saja, tanpa menunggu jawaban dari mereka. Dengan cekatan, Angele berjalan kembali ke kereta pertama.
Karavan mereka bergerak tidak terlalu cepat, sehingga sangat mudah bagi Angele untuk berlari mendahului karavan itu. Angele melewati kereta kuda Philip dan kedua ksatria-nya, dan melihat sang count sedang melamun dari jendela. Philip mengangguk kepada Angele, sepertinya ia tidak lagi mempedulikan kedua gadis yang dimintanya. Angele pun membalasnya dengan senyuman.
"Tunggu sebentar, Tuan Muda Angele." Terdengar suara berat Count Philip memanggilnya. Angele pun berbalik untuk menghadap sang count.
"Count Philip, ada yang bisa saya bantu?" Angele memelankan langkahnya agar bisa mengikuti kereta Count Philip.
"Cincin di kalungmu membuatku tertarik." Philip menjawab sambil menatap ke arah kalung Angele.
"Anda mengetahui sesuatu tentang cincin ini?" Karena terburu-buru setelah mendengar suara Maggie, Angele lupa menyembunyikan cincin itu di dalam bajunya, sehingga akhirnya Count Philip melihat cincin itu saat Angele lewat.
"Ini hanya cincin pemberian ayahku sebagai kenangan." kata Angele sambil cepat-cepat mengembalikan cincin itu ke dalam pakaiannya.
"Apakah Anda mau melihatnya? Mungkin anda mengetahui sesuatu tentang cincin ini. Kemungkinan itu barang langka." Angele berpikir sejenak sebelum memberikan cincin itu. Philip mengernyitkan alisnya, namun setelah melihat senyum Angele, ia mengangguk dan mengambil cincin itu. Saat melihat tulisan yang terukir di cincin itu, ekspresi wajah Philip seketika berubah.
"Apakah Anda mengetahui sesuatu?" Angele menatap sang count. Ia merasa gembira karena ada kemungkinan Philip mengetahui sesuatu.
"Berapa harganya? Aku mau cincin ini." tanya Philip dengan santai.
"Kalau Anda menyukainya, anggap saja itu hadiah dariku. Saya hanya ingin anda memperkenalkan keluargaku kepada pekerja pemerintah di Pelabuhan Marua. Bisakah?" Angele tetap tersenyum. Perasaan Philip mengatakan bahwa senyum Angele terlihat dingin, namun Philip menyembunyikan kecurigaannya, dan ia mengangguk.
"Tidak masalah. Terima kasih, Tuan Muda Angele. Kau telah memberikanku sesuatu yang berharga, dan aku akan memastikan keluargamu memiliki kehidupan yang lebih baik di sana. Sekarang, aku mohon pamit..." Philip menutup jendela dan gordennya
Angele berhenti berjalan dan menatap kereta Philip. Sebuah rencana terbersit di pikirannya.
***************
Malam telah tiba, dan karavan keluarga Rio memutuskan untuk berkemah di bawah tebing dan menggunakan kereta mereka sebagai pelindung. Sementara itu, Philip duduk di dalam keretanya sembari memandang cincin pemberian Angele dengan teliti.
"Cincin berkekuatan sihir! Idiot itu langsung memberikannya secara cuma-cuma. Benda berkekuatan sihir tanpa energi pun bisa ditukar dengan seratus peralatan prajurit!" kata salah satu pengawal Philip. Suaranya penuh kegembiraan.
"Ini cincin buatan Perguruan Ramsoda. Untuk masuk ke perguruan ini, dibutuhkan rekomendasi spesial dari Sekolah Aliansi Andes... Namun, dengan cincin ini, aku bisa langsung masuk ke perguruan itu." Philip mengangguk dengan gembira, pandangannya terfokus pada cincin itu seakan-akan ia sedang melihat harta karun yang sangat berharga.
"Kalau anda bisa masuk ke Sekolah Aliansi Andes, sang marquis pasti akan memperlakukan Anda dengan lebih baik." celetuk pengawal yang lain dengan suara gembira.
Cahaya lampu minyak menerangi batu zamrud pada cincin itu, sehingga mata mereka bertiga terlihat seakan berpendar hijau
"Cincin seperti ini adalah trofi dari Sekolah Aliansi Andes. Kudengar, dengan cincin ini aku bisa masuk tanpa tes. Jika benar, harga cincin ini akan sangat mahal!" Philip berkata dengan santai. Ia tidak tertawa, namun kedua pengawalnya mengerti bahwa sekarang ia merasa bahagia.
"Remaja itu kurang beruntung. Dia hanya menganggap ini sebagai cincin biasa karena dia tidak tahu apa-apa. Ha." Salah satu pengawal tertawa.
"Halah, dia kan hanya bangsawan kelas rendah dari pedesaan, jadi dia tidak mungkin bisa mendapatkan informasi seperti itu. Bahkan mungkin dia tidak tahu tentang Sekolah Aliansi Andes. Kau pikir dia akan tahu tentang trofi ini dan membawa cincin ini ke sekolah itu?" Philip menggelengkan kepalanya.
BRAK!
Pintu kereta dibuka oleh seseorang.
"Sekolah Aliansi Andes? Trofi?" Angele bertanya lembut sembari berjalan masuk ke dalam kereta kuda sambil tersenyum. Pakaian berburunya yang berwarna hitam bercampur dengan bayangan malam yang gelap; rambut cokelatnya menari tertiup angin.
"Kau menguping pembicaraan kami?" Kedua pengawal itu kaget, namun Philip sangat geram.
"Tidak, ha. Pendengaranku terlalu tajam, jadi obrolan kalian terdengar jelas. Aku tidak menyangka akan mendapat informasi semenarik itu." Angele menjawab. Senyuman masih tersungging di wajahnya. Kedua pengawal saling memandang selama beberapa saat, kemudian menarik keluar pedang di pinggang mereka bersama-sama.
BANG! BANG!
Tidak sampai sedetik berjalan, Angele telah menarik pedangnya dan mengayunkannya dengan luwes di dalam kereta kuda itu. Darah membasahi pedangnya saat ia kembali ke posisi semula. Kedua pengawal itu berteriak kesakitan. Dengan memanfaatkan titik lemah armor mereka, Angele berhasil memutilasi tangan mereka, sehingga mereka terjatuh ke lantai.
"Apa yang kau lakukan?!" bentak Philip. Terlihat jelas bahwa ia berusaha untuk tetap tenang, namun kilatan rasa takut terlihat di kedua matanya.
"Beraninya kau! Aku adalah anak Marquis Syrias! Akan kubunuh seluruh anggota keluargamu, kecuali jika kau bunuh sendiri semua orang yang tahu tentang ini!" lanjutnya.
"Angele! Apa yang kau lakukan!" Sang baron masuk ke dalam kereta. Kekecewaan terlihat jelas di wajahnya. Baron Karl memandang kedua ksatria yang sedang berteriak-teriak di lantai, namun sebelum Angele sempat menjelaskan, Count Philip melemparkan teko teh panasnya ke arah mereka dan berlari keluar secepat ksatria.
"Hah!" Angele menghindari lemparan teko itu dan langsung melompat keluar dari kereta kuda itu, sementara Philip sedang berusaha kabur dengan menunggang kuda.
'Menganalisa jarak, mengatur jarak…' Informasi berwarna biru muncul di depan mata Angele. Posisi Philip ditandai dengan titik merah.
'Menghitung kekuatan yang dibutuhkan, mengatur lemparan...'
'Pengaturan selesai.' Zero melapor setelah menyelesaikan analisa.
Sambil tersenyum, Angele membidik pedang crossguard-nya ke titik merah itu, dan melemparkannya dengan sekuat tenaga. Pedang itu terbang dan berputar-putar selama beberapa saat, sebelum akhirnya menusuk pinggang kiri Philip. Philip berteriak, kemudian ia terjatuh dari kudanya.