Sudah lima menit diam, hanya ada suara Aurora memenuhi ruang makan. Gadis itu tak kunjung bicara, seperti lupa ingatan dalam sekejap. Suara kekehan setengah meremahkan terdengar jelas di telinga Erik, ia kesal tapi harus sabar. Benar-benar mengerjainya, awas saja nanti. Ia kan membalasnya. "Gendis Maharani!" Erik menegur.
"Apa Mas? Mau makan, lapar."
Erik menghela napas. Ia termasuk pria tidak sabaran lalu saat ini ia harus sabar, baiklah Erik coba mengikuti permainan Gendis. "Iya silakan makan tuan putri ..."
Dari sana mama terkekeh, senang? Iya, mama paham bagaimana sifat Erik yang mudah sekali emosi. Dari pandangan mata mama, bisa melihat bahwa Gendis sedang mengerjai Erik. "Ndis?"
"Iya Bu?" balas Gendis
"Gimana mau diterima nggak lamaran Mas Erik?"
"Lamaran? Oh iya, soal itu ... Gendis bingung, karena Gendis masih kuliah." jawab Gendis