Tatapan wajah masih belum teralihkan, mencari kebenaran lewat penjelasan berikutnya namun nampaknya surat tadi sudah ditulis, dijelaskan dengan gamblang. Rasanya sedikit tak percaya, apa ia salah tidak percaya dengan ini? Melihat keadaan mama yang baik-baik saja, atau mama terlalu pintar menyembunyikan sehingga anak-anaknya memiliki pikiran lain. Erik tak tahu setelah ini harus bersikap bagaimana, sementar luka karena kekecewaan masih ada dalam benak. Andai mama tidak mengatakan soal Dara, ia tidak merasakan sakitnya. Bagaimana bisa seorang ibu lebih mementingkan anak tiri bahkan tidak ada darah DNA, mama menikah dengan papanya lalu memberikan perhatian lebih. Sementara Erik— darah dagingnya, diabaikan begitu saja. Tidak boleh dendam, berkali-kali hati Erik mengatakan demikian. Sulit untuk menerima apalagi ikhlas begitu saja.