Descargar la aplicación
68.42% DIFFERENCE / Chapter 26: Bab 26

Capítulo 26: Bab 26

Rasya tengah duduk di dalam ruangan Angga menunggu Percy. Tadi saat hendak pulang, dia berkata akan pulang bersama Rasya setelah menyelesaikan pembicaraan mereka.

Rasya meminum vitaminnya yang tadi di berikan oleh dokter. Setelahnya dia memilih merebahkan tubuhnya di atas sofa karena merasa sangat lelah sekali.

Tak lama Percy datang ke ruangan itu dan melihat Rasya sudah terlelap di atas sofa putih yang ada di ruangan Angga, ia melihat kantong kresek belanjaan yang di bawa Rasya.

Setelahnya ia melepaskan jaket hitam yang ia gunakan lalu menyampirkannya di tubuh Rasya yang terlelap. Tangannya terulur untuk merapihkan anak rambutnya yang menutupi wajahnya.

Tatapannya masih tertuju pada wajah Rasya, seakan berpikir keras. Hingga ruangan itu terbuka dan menampakan Angga di sana.

"Dia tertidur?" Percy mengangguk menyahuti ucapan Angga. "Sebaiknya kamu bawa dia pulang, ke rumah Papa. Jangan dulu ke Apartement, untuk kebaikan kalian."

Percy sekali lagi mengangguk menyetujui ucapan Angga. "Aku akan ke apartement dulu untuk mengganti pakaian lalu ke rumah Papa."

"Baiklah, kamu perlu bangunkan Rasya?"

"Tidak perlu, aku akan membopongnya. Dia terlihat lelah," Percy langsung membopong Rasya ke dalam gendongannya.

"Biar belanjaannya nanti Papa yang bawa," Percy menganggukan kepalanya dan berlalu pergi dengan membawa tubuh Rasya dan juga tas milik Rasya.

Angga memperhatikan mereka berdua, di dalam hatinya ia berharap putrinya itu bisa bahagia bersama Percy.

***

Rasya mengerjapkan matanya, ia perlahan membuka matanya dan sedikit mengernyitkan dahi saat sadar ia tengah berada di dalam mobil seseorang.

Ia memperbaiki duduknya dan sedikit kaget saat jaket seseorang tersampir di tubuhnya. Lalu ia melirik ke arah sampingnya dimana Percy tengah fokus menyetir mobil.

Rasya menurunkan jaket itu dari pundaknya, "Kita akan menginap di rumah Papa dan Mama Prasaja untuk beberapa hari sampai Rocky berhenti meneror."

Ucapan Percy membuat Rasya menengok ke arahnya, "Kita akan kemana sekarang?"

"Ke Apartement dulu, aku ingin mandi dan mengambil beberapa pakaian." Rasya mengangguk paham dengan sedikit memijit pangkal hidungnya. "Papa Angga bilang tadi kamu hampir di lukai Rocky?"

"itu-?"

"Apalagi sebenarnya mau pria itu?" kali ini Percy menengok ke arah Rasya dengan kekesalannya.

"Dia ingin balas dendam karena dulu aku dan Papa menghancurkan hidupnya," cicit Rasya.

"Bagaimana bisa?"

"Itu karena dia-" Rasya menghentikan ucapannya. Haruskah dia mengatakan kalau dia hampir saja di lecehkan di depan orang banyak.

"Karena apa?"

Rasya terdiam sesaat, " dia sering menyakitiku,"

Tanpa Rasya sadari, Percy terliihat mencengkram setir mobilnya dengan begitu kuat. Rahangnya terlihat mengeras karena kesal.

"Kalau saja dulu kamu mendengarkanku untuk tidak menerima dia," ucapnya penuh penekanan dan kekesalan.

"Sudahlah, itu masalalu."

"Ya, masalalu yang menjadi boomerang di masa depan." Mendengar penuturan Percy, Rasya hanya mampu menelan salivanya sendiri.

Hening...

Tidak ada lagi yang membuka suara selain dari helaan nafas. "Kamu baru kembali dari Austria?"

"hmm,"

Setelahnya kembali hening sampai mereka akhirnya sampai di parkiran apartement.

***

Rindi meninggalkan rumahnya sendiri, ia merasa ingin berjalan-jalan sendirian tanpa ada yang mengganggu.

Ia baru saja mengganti kursi rodanya dengan kursi roda otomatis yang menggunakan tombol di bagian pegangan tangannya setelah kemarin ia melakukan therapy kedua.

Ia menuju ke taman tak jauh dari komplek rumahnya. Ia membawa buku bacaan untuk ia baca di sekitar taman itu.

Taman itu terlihat sepi dan tak banyak yang berkunjung. Rindi sedikit mencondongkan tubuhnya untuk melepaskan kedua sandal yang ia gunakan. Lalu ia mengangkat sebelah kakinya dengan sangat hati-hati hingga menyentuh rumput yang lembut dan terasa sejuk.

Rindi mengunci roda agar tak gerak, lalu ia mulai berangsur dengan berpegangan pada pegangan kursi roda untuk bisa duduk di rumput itu.

Perlahan tapi pasti, akhirnya diapun bisa duduk di atas rumput yang sejuk itu. Ia lalu mengambil buku yang dia bawa dan membacanya dengan bersandar ke kursi rodanya.

Angin sejuk menerpa wajahnya, membuat bibirnya tersungging. Ia begitu menyukai suasana tenang, sejuk seperti ini. Ia fokus membaca buku itu sampai tidak sadar ada beberapa orang yang mendekatinya.

"Wah ada gadis cantik," celetukan itu membuat Rindi terpekik kaget. Ia menatap 3 orang pria itu dengan ketakutan.

"Untung banget kita ke sini," sahut yang lain.

"Kalian mau apa?" pekik Rindi yang berangsur mundur dengan kesulitan karena kakinya yang sulit di gerakan.

"Ternyata lumpuh," sahut salah satu dari mereka.

"Tidak masalah lah yang penting cantik." Pria itu mengedipkan sebelah matanya ke arah Rindi membuat Rindi semakin ketakutan.

"Tolong!!!!!"

"To-," ucapannya terhenti saat salah satu dari mereka membekap mulutnya.

Rindi sudah menangis histeris dan sangat ketakutan. Tetapi yang terlintas di pikirannya adalah Daffa,

Penjahat itu mendorong tubuh Rindi hingga terlentang di atas rumput, dia kesulitan bergerak karena mulutnya di bekap oleh kain dan kedua tangannya di tahan oleh kedua pria itu.

Satu pria yang ada di depan Rindi, menyentuh pahanya dengan wajah mesum. Andai kakinya bergerak mungkin pria di hadapannya akan di tendangnya, tetapi dia tidak bisa melakukan apapun selain dari tangisannya yang pecah.

Ia memejamkan matanya karena sudah merasa putus asa hingga tak terasa lagi pegangan dan cengkraman di kedua tangannya.

Ia mendengar suara pukulan dan keluhan mereka, tetapi ia tidak ingin membuka matanya selain menangis dan memeluk tubuhnya sendiri. Hingga tak lama seseorang membantunya untuk bangun dan melepaskan kain yang menyumpal mulutnya.

"Daffa aku takut," isaknya langsung memeluk tubuh seseorang itu dengan tangisannya.

"Aku Percy,"

Deg

Rindi melepaskan pelukannya dan tatapannya langsung bertemu dengan pria di masalalunya. Seketika mereka mematung di pelukannya.

Rindi mendadak linglung, entah kenapa dia terus memikirkan Daffa. Sampai berharap Daffa terus membuntutinya.

Percy tersenyum kecil, dan beranjak membopong tubuh Rindi. Ia mendudukannya di atas kursi roda,

Rindi masih belum mengatakan apapun selain berusaha memalingkan wajahnya dengan sesekali menghapus air matanya. Percy membawakan buku yang jatuh di tanah dan menyimpannya di atas pangkuan Rindi.

Tak jauh dari sana, Rasya berdiri di pinggir mobil Percy memperhatikan mereka berdua dengan tatapan nanarnya. Mereka hendak menuju ke rumah Angga, tetapi mendengar jeritan seseorang membuat Percy menghentikan mobilnya dan ternyata itu adalah Rindi.

"Aku akan mengantarmu pulang,"

"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Rumahku tidak jauh." Rindi mulai menjalankan kursi rodanya meninggalkan Percy. Tetapi baru melewati tubuh Percy, gerakannya terhenti saat tatapannya beradu dengan Rasya yang berdiri tak jauh dari mereka. Tepatnya di pinggir jalan dimana mobil Percy di parkir.

Rindi menoleh ke arah Percy yang masih berdiri memunggunginya. Ia hanya tersenyum kecil, setelah lama mereka tidak bertemu.

Rindi beranjak meninggalkan mereka, dengan sedikit kesusahan saat melewati jalanan menanjak karena Rindi tidak ingin mengambil jalan dimana Rasya berada.

Hampir saja rodanya terkilir batu dan dia akan terjatuh kalau seseorang tidak menahannya. "Gue akan mengantar loe hingga jalanan." Tanpa menolehpun, Rindi tau itu adalah Rasya.

Rasya mendorong Rindi menuju ke pinggir jalan yang tak jauh dari komplek rumahnya. "Sudah sampai disini saja," ucapnya lalu mulai menggerakan kursi rodanya meninggalkan Rasya yang mematung di tempatnya.

Rasya masih menatap Rindi yang yang semakin menjauh. Ia menoleh ke arah Percy yang terlihat berjalan menuju mobilnya. Iapun beranjak menuju mobil dan memasuki mobilnya.

Percy menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu dan melewati Rindi yang masih menatap mobil Percy yang semakin menjauh.

Di dalam mobil, Rasya masih diam membisu. Pikiran negative terus mempengaruhinya membuat dia merasa begitu sesak. Saat melihat Rindi memeluk Percy, itu membuatnya semakin terluka, sangat terluka.

Ia melirik ke arah Percy yang terlihat tenang dan fokus menyetir mobilnya. Melihat itu membuat Rasya semakin berpikiran macam-macam.

***

Malam hari, setelah makan malam bersama. Angga memanggil Rasya ke dalam ruangannya membuat Rasya menghampirinya.

"Ada apa, Pa?" Rasya duduk di kursi yang ada di hadapan Angga.

"Papa menemukan ini di belanjaanmu." Angga mengeluarkan susu ibu hamil di atas meja. "apa itu berarti?"

Rasya masih diam membisu, tatapannya mendadak berkabut hingga air matanya luruh membasahi pipinya. "Ya tuhan,"

Angga beranjak dari duduknya dan membawa tubuh Rasya ke dalam pelukannya. "Apa dia tau?" Rasya hanya menggelengkan kepalanya.

"Katakanlah Sayang, kali ini jangan di pendam lagi."

"Aku takut," isaknya,

"Apa yang kamu takutkan?" Angga mengusap kepala Rasya dengan lembut.

"Banyak hal, aku begitu takut." Rasya menenggelamkan wajahnya ke dada bidang sang Papa yang masih gagah itu walau usianya tidak muda lagi.

"Papa akan selalu ada untukmu, Sayang." Angga mengecup kepala Rasya.

"Apa Mama tau?"

"Tidak, Mama belum tau."

"Jangan dulu katakan pada siapapun, cukup kita berdua dulu, Papa. Aku akan mengatakan pada mereka terutama Percy saat aku merasa siap."

"Baiklah, Papa hanya akan selalu mendukungmu."

Entah kenapa, Rasya menangis sejadi-jadi di dada sang Papa. Hatinya terasa sakit sekali, ia mengeluarkan segala kesakitan dalam hatinya. Angga merasa paham pada Putrinya itu hingga tidak ingin menanyakan apapun lagi. Selain membiarkannya untuk menangis, ia merasa bersalah karena dulu menjodohkannya.

"Maafkan Papa," bisiknya mengecupi kepala Rasya.

Setelah merasa lebih baik, Rasyapun beranjak menuju ke dalam kamarnya. Ia melihat Percy tengah berdiri di balkon kamarnya. Entah apa yang terjadi padanya, setelah kembali dari Austria dia menjadi sosok yang pendiam dan murung.

Seketika bayangan siang tadi dimana Rindi yang memeluk Percy mengganggu pikirannya, dan itu mampu membuatnya merasa sesak sekali di dadanya.

Ia menatap Percy yang murung, 'Mungkin ini ada hubungannya dengan Rindi.'

Ternyata di katakan atau tidak di katakan, hasilnya tetap menyakitkan.

Rasyapun memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi memunggungi Percy dan menyalakan lampu tidurnya.

Mendengar suara berisik, Percy menengok dan melihat Rasya sudah merebahkan tubuhnya. Ia lalu berjalan menuju ranjang dan menatap punggung Rasya dengan tatapan yang tak terbaca.

Setelahnya iapun merebahkan tubuhnya di sisi ranjang tepat di samping Rasya. Ia memiringkan tubuhnya memunggungi Rasya.

Cukup lama dalam posisi seperti itu, Rasya menengok ke arahnya yang tak bergeming,

Setelah apa yang terjadi, Rasya tetap hanya mampu menatap punggungnya bukan tatapan matanya. Karena tatapannya masih tertuju pada wanita lain.

Sampai kapanpun ia tidak akan pernah menoleh ke arah Rasya....


next chapter
Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C26
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión