Malam itu juga aku pergi dengan diam - diam dari rumah keluarga Mckent. Saat semuanya aman dan mereka semua terlelap tidur aku pergi dengan membawa koper penuh berisi pakaianku yang kubawa dari New York.
Ya, besok aku akan pergi dari Chicago dan kembali ke flatku di New York City.
Tak ada yang tersisa yang harus kupertahankan di kota kelahiranku sendiri, karena semua ini telah membuatku terluka untuk kedua kali.
Aku memesan taxi dan pergi ke sebuah bar 24 jam yang tak pernah kukunjungi selama ini.
Memesan minuman dan ingin melepas segala penat dan rasa sakit di hatiku, atau mungkin berkencan dengan seorang pria untuk semalam aku tak peduli.
"Kita kemana, Miss?" Tanya sang sopir taxi.
"Antar aku ke Late Bar" sahutku tanpa ekspresi.
"Siap Miss" supir itu mengangguk mengerti.
Aku tersenyum kecut dan bersandar di tempat duduk mobil, menarik nafas dalam - dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Malam ini aku akan menggila, hanya itu yang ingin kulakukan.
Late Bar adalah salah satu Bar dan klub yang ada di Chicago, yang buka hingga 24 jam. Selama dalam hidupku aku memang jarang mengunjungi tempat - tempat seperti itu namun berbeda untuk sekarang, karena malam ini aku ingin berada di tempat yang berbeda untuk melepaskan segala rasa lelah yang ada.
Sesampainya di Late Bar akupun memesan minuman beralkohol tinggi dengan tanpa basa - basi. Menegaknya bagai air mujarab yang bisa melepas rasa frustasi yang kurasakan dalam pikiranku.
Musik mengalun keras di telingaku dan kulihat dengan sepintas banyak pengunjung klub yang mulai menggila. Mereka menari, dan berjoged dengan tawa riang yang seakan tanpa beban. Berbeda dengan aku sekarang yang hanya duduk seorang diri dengan hanya ditemani minuman sebagai penghangat tubuhku.
Pikiranku sepenuhnya tidak di tempat ini, namun entah berada dimana. Yang jelas kini aku hanya ingin sendiri.
"Mau kutemani, Miss? Sepertinya kau butuh seorang teman..." Sapa seseorang mengejutkanku.
Kualihkan pandanganku ke sumber suara itu dan kini aku melihat 3 orang pria yang duduk di sampingku, salah satu dari mereka menyapaku dan menatapku dengan penuh nafsu.
"Tidak." Jawabku singkat dengan acuh kemudian mengalihkan pikiranku ke minumanku lagi, menegak isinya hingga habis tak bersisa.
"Wah, kau jago minum ternyata Miss. Hebat sekali!" Seru salah satu dari mereka bertiga namun aku dengan acuh masih tak peduli.
"Kau sepertinya sedang frustasi, Miss. Akan lebih baik kalau kami temani." Seringai pria berambut hitam di sebelahku.
"Oh, ya? Apa yang ingin kau tawarkan padaku?" Tanyaku mulai ngelantur.
Dapat kulihat senyum licik di wajah mereka saat melihat reaksiku.
"Apapun kau yang kau minta, Miss. Kami akan sanggup memberikannya" sahut sang pria berambut hitam itu.
Aku melihat satu persatu dari mereka dengan seksama dengan kedua mataku yang kini agak kabur karena mungkin pengaruh alkohol yang aku minum. Dan dengan senyum bodoh mereka, aku menatap mereka dengan wajah acuh.
"Maaf, tapi aku rasanya tak berminat pada kalian" jawabku acuh dengan membuang muka. Tentu saja ucapanku membuat mereka marah dan merasa tersinggung, pria mana yang tidak kesal karena harga diri mereka terasa dicoreng oleh wanita yang menolak mereka mentah - mentah?
Dengan kasar, salah satu dari mereka mencengkram pergelangan tanganku dan menyeretku ke sebuah tempat sepi yang aku tak ketahui berada dimana. Aku yang merasa agak limbung hanya seperti orang bodoh mengikuti mereka saat menyeretku.
"Kau wanita sialan yang sok suci!
Akan kami berikan kau pelajaran karena berani menghina kami!" Seru pria berambut hitam marah seraya memojokkanku di sebuah dinding.
"Kita bawa wanita ini ke hotel saja Hugh! Sepertinya dia mabuk berat." Ucap salah seorang dari mereka.
"Jangan coba - coba atau kalian akan menyesal!" Ucapku dengan suara serak, kesadaranku sudah mulai hilang karena rasa pusing yang tiba - tiba datang.
"Heh, kau masih bisa bicara jal*ng!" Maki pria itu mendekatkan wajahnya dan menyentuh kasar rahangku.
"Lihat saja kau akan habis dan memohon ampun saat kami menyiksamu nanti!"
Buuggggg!!!!
Suara pukulan keras kudengar dengan jelas saat itu. Aku tak tahu pasti, karena kesadaranku sudah hampir hilang, hanya pendengaranku yang masih sedikit berfungsi saat itu.
Suara makian, tendangan dan pukulan begitu jelas terdengar di telingaku saat ini.
Ya, aku rasa ada seseorang yang datang menolongku, tapi aku tak tahu siapa dia.
©️©️©️©️©️
"Kalian berani menyentuh wanitaku!!" Seru Chris marah saat melihat 3 orang pria tampak membawa Natalie ke sebuah tempat sepi di halaman parkir sebuah bar dan klub.
Amarahnya semakin tak terbendung saat melihat salah satu dari mereka menyentuh dan mencium paksa Natalie yang tak sadarkan diri.
Dengan dibantu oleh orang kepercayaannya yang selama ini ditugaskan mematai - matai Natalie di rumah keluarga Mckent, Roberts.
Mereka berdua menghajar habis ketiga pria asing yang berniat jahat pada Natalie.
Setelah Chris dan Robert berhasil melumpuhkan mereka bertiga, kini Chris menghampiri Natalie yang tergeletak tak sadarkan diri begitu saja.
Wajahnya tampak panik dan cemas melihat wanita yang pernah mengisi hidupnya itu dalam keadaan menyedihkan.
Dalam hati ia berpikir kenapa Natalie begitu bodoh untuk berada di sini dan menempatkan dirinya sendiri dalam bahaya?
Tanpa pikir panjang, ia pun mengendong tubuh Natalie dan membawanya ke mobil miliknya.
"Kau beresi yang ada disini, Robert dan berikan mereka pelajaran agar mereka menyesal karena telah berani menyentuh wanitaku!" Perintah Chris tegas pada Robert, dan Robert hanya mengangguk tanda mengerti.
***