Descargar la aplicación
BERMAIN CINTA BERMAIN CINTA original

BERMAIN CINTA

Autor: Arsitaaa24

© WebNovel

Capítulo 1: AIR DAN API

Namanya Angelina Victoria, nama yang cantik bukan? Tapi namanya tidak seperti wajahnya. Orang-orang hanya akan mengatakan jika seorang Angelina terlihat biasa saja.

Itu pandangan orang-orang saat melihat Angelina dari luar tetapi tidak dari hatinya, meskipun gadis itu memiliki sikap yang cuek dan dingin tetapi sebenarnya dia memiliki sifat yang ceroboh dan polos, teman-temannya akan mengatakan dia angkuh. Angkuh dalam arti-an terhadap sesuatu yang tidak dia sukai atau pada sesuatu yang Ia benci, termasuk 2 pria yang selalu menjadi saingannya semasa SD dan sampai saat ini mereka telah memasuki kelas 11 SMA.

Hari ini adalah pengumuman hasil ujian semester 3 dimana Angelina tengah berjalan dengan kaki jenjangnya menuju mading untuk melihat hasilnya, alih-alih Ia berharap jika 2 pria yang selalu jadi saingannya itu bisa dia kalahkan di semester ini.

Sesampainya Ia di sana tak banyak murid yang melihat pemberitahuan itu karena memang masih terlalu pagi sehingga masih belum banyak murid yang datang.

Tubuhnya yang tinggi dengan pinggang yang ramping, Angelina tak perlu berdesakan untuk melihat hasilnya Ia hanya berdiri di belakang para murid lainnya untuk melihat namanya yang kemungkinan berada di paling atas, tidak seperti murid lainnya yang sedang mencari nama mereka di urutan terbawah.

1. Anggara Francesco = 95

2. Angelina Victoria = 94

3. Anthony Wijaksana = 91

Sial.

Angelina mengumpat dalam hati, Ia berdecak melihat namanya yang tertulis di urutan nomber 2.

Lagi-lagi dia dikalahkan.

Pada semester satu lalu nama Angelina tertulis di urutan nomor 1 tapi dia dikalahkan oleh pria yang bernama Anggara Francesco pada semester 2 dan kini Ia masih dikalahkan lagi di semester 3.

Sedangkan Anthony Wijaksana masih tetap bertahan di urutan ketiga, untuk Anthony mungkin Angelina masih bisa mengalahkannnya dengan mudah tapi untuk Anggara. Pria itu sudah menjadi saingan terberatnya sejak SD karena di sekolahnya ada tingkatan SD, SMP dan SMA sehingga mereka selalu bersama dan bersaing untuk mendapatkan predikat murid dengan Nilai terbaik di sekolah itu.

"94." Angelina menoleh, dilihatnya pria yang sedang ingin Ia lemparkan kelautan samudra, muncul di hadapannya dengan menatap hasil nilai ujiannya di mading. Melihat hasil di mading dengan senyum smirk di bibirnya Anggara melihat ke arah Angelina yang sedang melihatnya dengan tajam.

"Kau kalah. Lagi!" Angelina hanya memutar bola matanya jengah, dengan pria di depannya itu saat mendengar Anggara menekankan kata Lagi. Yang terdengar seperti menertawakannya.

"1 point, kita hanya berbeda satu point. Apa bedanya nilaimu dengan nilaiku?" katanya seolah tak terima jika pria di depannya itu meremehkan kemampuannya.

"Bukankah 0.1 poin saja sudah sangat berarti bagimu. Apa kau lupa saat SMP kau mengalahkannku hanya karena berbeda 0.2 poin? Aku masih ingat sekali kau menertawakan dengan bangga karena kekalahanku." ucap Anggara tak kalah tajam. Angelina merasakan dadanya semakin membara Ia mengepalkan tangannya dengan keras seolah tangannyan itu mendeskripsikan perasaannya yang ter-remas oleh perkataan pria itu.

"Aku pasti akan mengalahkanmu, ingat itu." Angelina menujuk wajah tampan Anggara dengan telunjuknya seolah ancaman itu akan menakuti seorang Anggara, tapi Angelina tidak tahu jika pria itu kini sedang tertawa dalam hati melihat Angelina yang selalu bersikap angkuh, keras kepala dan selalu ingin menang.

Sebenarnya Anggara tak mempermasalahkan hasil nilai itu, lagi pula tak ada yang perlu di banggakan dari hasil nilai itu. Karena nilai itu tak akan bisa membuatnya bahagia jika bukan nilai yang sempurna = 100.

Anggara hanya senang melihat kemarahan Anggelina, entahlah mungkin itu menjadi kegiatan favorite nya membuat wajah gadis itu memerah karena emosi.

Sudah hampir 11 tahun dia dan Angelina bersama atau bersaing lebih tepatnya dan selama itu juga mereka tak pernah akur mungkin Angelina berpikir jika mereka di pertemukan hanya untuk menjadi musuh, tapi bagi Anggara berbeda dia sudah merasa tertarik dengan permainan ini. Permainan dimana jika Anggara bisa mengalahkan Angelina di semester Akhir nanti, dengan terpaksa gadis itu harus menjadi kekasihnya oh tidak lebih tepatnya sebagai tunangannya mungkin boleh juga menjadi istrinya. Itu terdengar menarik.

Anggara tertawa dalam hati, Ia tak sabar untuk menanti hari itu.

***

"Baiklah anak-anak semester baru sudah dimulai. Bapak harap kalian bisa membuat perubahan yang baik pada nilai-nilai kalian di semsester baru ini, terutama bapak ingin melihat kalian bisa mengalahkan Anggara, Angelina dan Anthony. Bapak sudah bosan menilah nama itu selalu terpangpang di paling atas, jadikanlah mengalahkan mereka semangat untuk kalian meningkatkan nilai. Mengerti?"

"Menerti pak." jawab serentak para murid kelas IPA 1 tersebut, terkecuali 3 nama yang di sebutkan oleh wali kelas tersebut. Mereka lebih memilih diam dan tak protes apapun.

Sudah kebiasaan pak Dahlan untuk mengatakan hal yang tak merubah apapun itu, bukan karena Pak Dahlan tidak bangga akan kepintaran ketiga muridnya itu hanya saja dia ingin memberikan semangat kepada muridnya yang lain untuk selalu bekerja keras ya dengan cara mengatakan hal tersebut. Meskipun pak Dahlan tahu mungkin hanya beberapa murid saja yang akan terpengaruhi oleh semangatnya. Tetapi tak sampai bisa mengalahkan ketiga murid pintarnya itu.

Tapi pak Dahlan selaku wali kelas percaya bahwa tak menutup kemungkinan ada orang yang bisa mengalahkan mereka.

Pak Dahlan percaya dengan keajaiban untuk itu dia selalu ingin memberikan semangat dan sikap yang baik kepada para anak-anak nya. Agar kelak jika mereka dewasa nanti bisa menjadi orang yang sukses, bukan karena pak Dahlan ingin para muridnya nanti membanggakannya karena telah mengajarkannya, tetapi Pak Dahlan hanya ingin membagi pengalaman dan arahan kepada para muridnya agar menjadi anak yang baik dan sukses. Ia tak mengharapkan balas budi apupun hanya dengan melihat anak muridnya bahagia saja sudah membuatnya merasa senang.

Wali kelas yang baik bukan?

Pak Dahlan memang pantas mendapatkan gelar wali kelas terbaik di sekolah itu, karena kebanyakan guru lainnya hanya sekedar melaksanakan pekerjaannya sebagai guru. Tapi bukan berarti guru lain tak mengharapkan anak muridnya tidak sukses tentu setiap guru menginginkan yang terbaik untuk muridnya. Hanya saja pak Dahlan berbeda, pria yang ber usia 31 tahun itu selalu memperlakukan muridnya seperti anaknya sendiri tidak hanya sekedar melaksanakan pekerjaannya sebagai guru tetapi Ia benar-benar membimbing anak muridnya untuk menjadi lebih baik. Lebih tepatnya selalu berkenalan dekat dengan para muridnya.

"Di hari yang bahagia dan cerah ini kalian mendapatkan seorang teman baru." pak Dahlan menepuk punggung pria yang menjadi murid baru di kelas tersebut. Menatap pria itu dengan seksama lalu ia kembali melanjutkan perkataannya.

"Pria yang bisa dikatakan tampan tapi bukan itu intinya. Intinya kalian akan mendapatkan saingan baru untuk menjadi murid dengan nilai terbaik di anggatan sekarang ini. Kenapa? Karena dia merupakan murid yang bisa di bilang pintar."

Tatapan Angelina tak berpaling sedikit pun dari murid baru tersebut saat pak Dahlan mengatakan jika pria itu anak yang pintar membuatnya khawatir. Sedangkan berbeda dengan Anggara, pria itu tak mempedulikan perkataan wali kelasnya itu karena dia sudah berada di alam mimpi.

Dan Anthony, seperti biasa pria itu tengah memainkan permainan ML di ponselnya tanpa mempedulikan ataupun menyadari wali kelasnya sudah datang.

"Perkenalkan dirimu nak." pak Dahlan mempersilahkan, murid baru tersebut mengangguk. Ia menatap penghuni kelas IPA 1 tersebut lalu memperlihatkan senyum mempesonannya hingga mempuat para wanita berteriak histeris karena ketampanannya tidak terkecuali dengan Anggelina yang hanya diam dengan wajah datar.

"Perkenalkan nama saya Devan Arilangga." ucapnya dengan singkat, pak Dahlan yang sedang terduduk di kursinya terlihat bingung dan menatap murid baru tersebut.

"Hanya itu? Mungkin kau bisa mendeskripsikan sedikit tentangmu kepada mereka agar bisa menjadi teman dekat." ucapnya menyarankan. Sedangkan Devan hanya diam tak tahu harus berkata apa lagi.

Melihat Devan yang kebingung pak Dahlan kembali memberi saran.

"Kau bisa memberitahu mereka kau tinggal dimana atau kesukaanmu apa supaya mereka bisa tahu dan semakin ingin mengenalmu, sehingga kamu bisa berteman baik dengan mereka."

"Aku tidak menyukai apapun yang terlalu pahit ataupun yang terlalu manis, sekian terima kasih."

Pak Dahlan ingin sekali tertawa melihat Devan yang mengakhiri perkenalannya dan menutupnya sendiri bukankah yang seharusnya pak Dahlan lah yang menutupnya.

Murid baru itu terlihat menarik, Dahlan harap Devan bisa menjadi panutan yang baik untuk anak-anak lainnya, mengetahui jika Devan anak yang cerdas Dahlan hanya berharap dia bisa berteman baik dengan Angelina, Anggara maupun Anthony. Mengingat mereka yang tak memiliki teman selain Angelina dengan Tasya dan Anggara yang selalu dengan Anthony kemanapun mereka pergi pastinya akan selalu berdua.

"Baiklah Devan kau bisa duduk di samping Angelina." katanya sambil menunjuk tempat yang di tempati Angelina dengan kursi yang kosong di sampingnya.

"Tidak boleh pak, ini kan tempat Tasya." tolak Angelina dengan lantang karena memang benar itu adalah tempat Tasya sahabatnya hanya saja hari ini gadis itu tak masuk dikarenakan sakit jadilah tempat itu kosong.

"Hanya sementara Angelina, selagi pak Diwan mengambil meja dan kursi di gudang, untuk hari ini biarkan Devan menempati kursi itu." tak tahu harus menolak bagaimana lagi, Angelina hanya pasrah menerimanya dan akhirnya pria berambut hitam pekat itu menempati tempat tersebut. Ia bahkan tak menoleh sedikitpun ke arah Angelina saat menempati kursi tersebut seolah Angelina tidak ada.

"Kau tak tahu sopan santun ya?" Angelina berkata, Devan yang sedang mengeluarkan buku dari tasnya menoleh ke samping dimana gadis yang sempat menolak nya untuk duduk di sana tengah menatapnya dengan sinis.

Tak acuh dengan tatapan Angelina, Devan kembali menatap kedepan saat pak Dahlan memulai pelajaran.

Devan tak tahu jika pada saat ini Angelina telah menobatkan pria itu sebagai pria yang harus di jauhi tak perlu alasan yang kuat kenapa dia harus menjauh dari pria itu karena Devan tak jauh berbeda dengan pria yang bernama Anggara. Meskipun Anggara lebih banyak berbicara dengan meledeknya sedangkan Devan pria yang terlihat dingin dan cuek itulah kenapa Angelina harus menghindari pria seperti itu, kenapa? Karena hidupnya akan sangat membosankan jika berteman dengan pria seperti Devan begitupun dengan Anggara hidupnya tak akan pernah tenang karena pria itu terlalu banyak bicara sehingga Angelina ingin sekali menjahit mulutnya.

Persamaan antara Anggara dan Devan adalah pria itu sama-sama memiliki Api yang bisa membakar hatinya hanya karena dengan sikapnya. Lalu jika mereka Api siapa yang akan menjadi Airnya? Akankah Angelina yang akan menjadi air atau justru Ia juga akan seperti mereka yang Ia anggap Api.

Lalu siapa sebenarnya yang menjadi Api dan Air?


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C1
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión