© WebNovel
Di sebuah kontrakan kecil pinggiran jakarta.
“Kamu itu tidak bekerja!Tidak ada penghasilan! Jangan pernah melarangku untuk berbuat apapun!” Ucap seorang pria dengan ketus dan sangat menghina. Ia memandang rendah wanita di sedang bersimpuh di kakinya. Ia adalah Melvin Vincent, seorang pria berusia 29 tahun, wajahnya sangat tampan, blasteran antara Jerman dan Indonesia, matanya berwarna biru, bibirnya tidak tebal tapi tidak tipis, berkulit putih dan berpostur tinggi sekitar 185 cm. Saat ini Melvin bekerja sebagai staf operasional PT YMH Corp.
“Tapi Kak, kamu sudah janji tidak akan pernah berselingkuh dariku.” Wanita yang bersimpuh itu menangis tersedu - sedu. Ia bernama Zeline Jovanka atau panggilannya Zee, berusia 27 tahun, wajahnya cantik natural bahkan tanpa make up, matanya berwarna coklat, kulit putih terawat dan tinggi sekitar 165 cm. Saat ini Zeline bekerja sebagai penerjemah tersumpah dan penerjemah novel dalam bahasa Inggris dan Mandarin. Tapi pekerjaannya tidak pernah ia tunjukkan kepada Melvin sehingga Melvin suaminya ini hanya mengetahui Zeline sebagai ibu rumah tangga tanpa penghasilan.
“Bukankah kamu sangat mencintai diriku?” Zee masih terus menangis tidak menerima perselingkuhan suaminya.
“Cinta? Cinta itu sudah entah terbang kemana!” Melvin tidak mau memandang wajah Zee yang menangis di kakinya.
“Bohong! Aku yakin kamu masih mencintai aku kak! Tatap mataku.” Zee menatap tajam mata Melvin, seperti tidak ada cinta lagi yang biasanya ia rasakan saat memandang mata Melvin.
“Cinta ini tidak terlalu kuat dan membuat aku bertahan Zee!”
“Kenapa? Kenapa kak? Aku kurang apa?” Zee memukul - mukul dadanya. Terlalu sakit mengetahui perselingkuhan Melvin di belakangnya.
“KURANG APA??” Nada Melvin meninggi. “Hei … Siapa suruh kamu tidak bisa memberikanku anak selama kita 5 tahun menikah? Apa itu salahku?” Melvin bertambah emosi melihat Zee yang semakin menangis dengan keras.
“Kita mungkin belum dikaruniai anak kak. Tuhan belum memberikan kita kesempatan.” Zee memeluk kaki Melvin dengan sangat erat. Ia tidak mau suaminya berpaling darinya, Zee sangat mencintai Melvin. “Kita harus lebih berusaha dan bersabar kak.”
“Sabar? Sampai kapan? Sampai kita tua dan renta?” Sindir Melvin. Ia menjadi malas melihat wajah Zee.
“Aku tidak tahu sampai kapan kak. Yang penting dokter sudah menyatakan kita tidak mandul, artinya hanya Tuhan yang tahu kapan anak itu akan hadir.” Zee mencari alasan lainnya yang bisa ia pikirkan untuk memperbaiki pernikahannya yang sudah di ujung tanduk.
“Semua orang berkata kamu ini mandul. Ayah dan Ibuku sudah menunggu selama 5 tahun Zee! 5 tahun itu waktu yang lama untuk memiliki seorang anak!” Teriak Melvin penuh emosi. “Aku sudah cukup sabar dengan kamu Zee!” Melvin mengelus dadanya untuk menenangkan dirinya sendiri.
“Tapi aku tidak mandul, kak. Dokter sudah menyatakan itu.” Sanggah Zee menambah erat pelukannya di kaki Melvin. Hatinya terasa tercabik mendengar ucapan mandul. Dokter sudah berkata bahwa ia sama sekali tidak mandul bahkan sangat subur. Ia sendiri bingung mengapa ia dan Melvin tidak kunjung diberikan anak oleh Tuhan.
“KAMU TIDAK MANDUL?” Teriak Melvin tidak terima. Ia tidak mau dikatakan mandul jika asumsi Zee seperti itu. Walaupun sebenarnya ia belum pernah memeriksakan diri ke dokter, tapi ia yakin bahwa ia sangat sehat. “Bukankah memang seharusnya jika dalam pernikahan tidak ada anak, artinya salah wanita? Wanita yang selalu mandul bukan?” Gumam Melvin dalam hatinya, tapi ia tidak bisa berkata seperti itu terhadap Zee. Ia hanya bisa marah untuk membela dirinya, membela harga dirinya sebagai laki - laki. “Jadi kamu pikir aku yang mandul?” Melvin sangat kesal karena Zee sudah berani membantahnya bahkan bisa dikatakan Zee terasa sedang menuduh Melvin yang mandul.
“Aku tidak mengatakan kalau kakak mandul.” Zee masih menangis, ia menjadi serba salah dalam mengatakan pembelaannya. Ia sendiri tidak menganggap Melvin mandul. Ia percaya hanya belum diberikan kepercayaan saja oleh Tuhan. Itu saja. Tidak ada sedikitpun pikiran jelek terhadap Melvin.
“Berisik! Aku sudah tahu arah pembicaraanmu kemana.” Melvin berusaha melepaskan pelukan Zee di kakinya. Ia tidak mau harga dirinya semakin jatuh saat Zee terus berbicara.
“Please jangan seperti ini kak. Aku mohon. Demi cinta dan hidup yang telah kita jalani selama ini.” Zee tetap bertahan tidak mau melepaskan pelukannya di kaki Melvin.
“Sekarang kamu boleh memilih. Pilih tetap hidup bersama denganku dan menerima istri keduaku atau kita bercerai?” Melvin sudah kesulitan melepaskan kakinya dari Zee. Mau tidak mau ia harus membuat Zee melepaskannya. Zeline diam membeku karena sangat terkejut.
“I ... istri kedua? Kamu sudah menikah dengan wanita itu?” Ucap Zee terbata - bata, ternyata foto - foto yang diberikan temannya tentang kedekatan Melvin dengan seorang perempuan bukan hanya perselingkuhan, mereka bahkan sudah menikah. Mereka menikah diam - diam tanpa pemberitahuan kepadanya selaku istri pertama.
“Ya, 3 bulan lalu aku sudah menikah dengan Misya. Jangan pernah ucapkan kata wanita itu! Apalagi menghina dia sebagai selingkuhanku. Namanya MISYA! Ingat namanya MISYA! Dia istriku yang sah menurut agama!” Melvin memperjelas kata Misya sebagai istri keduanya. Mereka menikah secara siri karena Melvin masih terikat pernikahan yang sah menurut agama dan hukum dengan Zee. Jadi Melvin tidak bisa menikah secara hukum dengan Misya. Tapi dengan lapang dada, Misya menerimanya, walaupun statusnya hanya sebagai istri siri dari Melvin.
Zee lemas dan tidak berdaya mendengarkan perkataan Melvin. “Cintaku sudah kandas. Pernikahan ini sudah diambang kehancuran. Apakah tidak ada yang namanya cinta untukku dari hati Melvin? Apakah sudah tidak bisa diperbaiki kembali? Aku harus apa?” Jerit Zee dalam hati.
“Pantas saja perlakukan kamu selama beberapa bulan ini sangat dingin terhadapku. Ternyata kamu sudah memiliki istri baru.” Zeline melepaskan pelukannya dari kaki Melvin. Ia menghapus air matanya, tersenyum getir dan berusaha menjadi wanita tegar. “Ternyata selama ini kamu lebih dari berkhianat padaku. Haha… Aku benar - benar bodoh!” Zee tertawa sendiri, tertawa getir mendengar ucapan suaminya yang sangat ia cintai. Tawa Zee seperti orang depresi dan psikopat.
“Perlakuanku pada kamu akan baik bahkan sangat baik jika saja kamu bisa memberikan anak untuk keluarga kecil kita.” Melvin tidak mau memandang Zee sama sekali. Ia memandang ke atas dan semakin arogan terhadap Zee yang masih duduk di lantai. “Tentukan pilihanmu dan beritahukan aku segera. Aku sudah lelah denganmu!”
“Lelah?” Zee memalingkan wajahnya. Ia tidak tahu harus berkata apa ataupun memilih apa. Baginya bagai memakan buah simalakama. Semuanya menyakitkan. “Ternyata selama ini aku hanya cinta sepihak saja. Cinta Melvin untukku sudah mati.” Batin Zee meronta.
“Baik ... akan kuberikan kamu waktu untuk berpikir. Sekarang aku akan pergi ke rumah Misya.” Ucap Melvin semakin angkuh.
“...” Zee hanya bisa berdiam diri, otaknya sudah tidak mampu mencerna apa yang dikatakan oleh Melvin.
“Ah ya ... Karena aku suami yang adil. Maka akan kujatah kehadiranku untuk kalian. 2 hari untukmu dan 5 hari untuk Misya.” Dengan bangga Melvin membuat penjatahan untuk kedua istrinya. Zee hanya bisa melirik, melihat sikap angkuh suaminya yang sudah terlampau tinggi.
“Aku sedang program pembuatan anak. Jadi jangan protes! Karena kamu tidak berhak!” Bentak Melvin lebih keras lagi, nada angkuhnya menggelegar seantero rumah kontrakannya.
“Baik, silahkan saja kamu lakukan apa yang kamu mau.” Zee tersenyum sinis mendengar semua ucapan Melvin, rohnya sudah ada pada tempatnya sehingga ia sudah bisa membalas perkataan Melvin.
“Tidak usah tersenyum sinis! Kamu seharusnya berterima kasih pada Misya yang rela menjadi istri kedua dan mau memberikan anak padaku!” Melvin tidak terima dengan Zee yang tersenyum sinis.
“Ya ... ucapkan terima kasih padanya. Semoga cepat hamil.” Zee semakin berkata sinis pada Melvin.
“Kamu jangan berkata sinis! Seharusnya kamu mendoakan!” Melvin semakin kesal dengan ucapan Zee yang sinis. Sebelumnya Zee adalah orang yang sangat penurut. Apapun yang dikatakan Melvin selalu ia turuti. Tapi mendengar kata - kata sinis dari Zee membuat Melvin tidak rela.
“Ya, aku doakan. Sudahlah, lebih baik kamu pulang saja ke rumah MISYA! Cepatlah membuat anak!” Teriak Zee yang sudah tidak tahan dengan perlakuan Melvin yang semakin menghinanya.
“Dasar wanita tak tahu diri!” Melvin melenggang pergi dari kontrakannya yang sempit menuju ke kontrakan Misya.
“Haha ... Kita lihat siapa yang akan menderita disini kak. Kamu atau aku?” Zee mengucap sangat sinis melihat kepergian Melvin. Memandang punggung Melvin yang semakin lama semakin menghilang.