SETELAH KEJADIAN MENYEBALKAN itu, Rabhita tidak lagi menampakkan wajahnya kepada siapapun, dia hanya berdiam diri di ruangan Ella dan Tita Cathy, setelah sampai di rumah, Ella bertanya-tanya kenapa Rabhita terlihat sedih, dia langsung tahu ketika melihat Rabhita masuk ke dalam ruangan, namun Rabhita sampai sekarang belum mengatakan apapun.
"Bit, cerita dong," Ella mengguncangkan tubuh Rabhita yang sudah siap tidur.
Rabhita diam, dia tidak mau bercerita tentang apa yang dikatakan Jea padanya, dia tidak mau membuat keributan, jika Ella tahu, pastilah Ella ribut dan paling parahnya—pernah terjadi—menjambak rambut Jea dan memakinya tanpa ampun. Ella memang bar-bar kalau sahabatnya diganggu.
"Gapapa, gue cuma gak enak badan," Rabhita berbohong, lalu dia merebahkan tubuhnya di kasur dan menutup dirinya dengan selimut.
Ella yang masih duduk mengelus pundak Rabhita, "yaudah besok kalo masih sakit gak usah dateng dulu ke lokasi syuting, gue bisa ngewakilin lo sementara."
Rabhita yang belum tertidur mendengar, namun tidak merespon apa-apa dia tidak ambil pusing soal itu.
Keesokan harinya, seperti yang disangka, Rabhita tidak pergi ke lokasi syuting, jam 10 pagi ini dia masih dengan piyamanya, menyantap sarapan yang dipesannya di bawah, Ella sudah pergi beberapa menit yang lalu.
Rabhita menyantap makanannya seraya menonton tv yang pasti hanya bahasa tagalog yang terdengar, namun dia bersyukur sekali warga Filipina separuh memakai bahasa Inggris, jadi dia masih bisa sedikit-sedikit mengartikan. Rabhita menonton berita-berita dan melihat wajah Peter di layar ponselnya, Rabhita tersenyum melihat Peter yang sedang diwawancarai tentang film barunya—karya Rabhita—Peter ditanyai tentang bagaimana perasaannya bermain film bersama mantannya—Dela—disana.
Peter menjawab dengan bahasa Inggris, "tentu gak ada perasaan apa-apa," jawabnya, mengundang kekehan para wartawan, namun Peter melanjutkan, "pokoknya seru deh film itu, kalian harus nonton, bahkan penulisnya seru dan kami langsung akrab."
Rabhita terbelalak, tidak salah Peter baru saja membicarakan dia? Peter Laxa!? Rabhita benar-benar tidak menyangka ini. Setelah wawancara dengan Peter selesai, mucullah iklan, Rabhita melarikan pandangannya dari TV ke piringnya.
Namun suara Paul—yang mana sangat dikenalinya—membuat Rabhita kembali memerhatikan TV, iklan itu menunjukkan Paul, Jea dan Cassian sedang duduk di sofa—iklan ini, iklan susu—wajar saja, pikir Rabhita. Di akhir iklan, terlihat Paul mencium kening Jea dan Cassian lalu mereka tersenyum ke kamera, dan iklan selesai.
Rumah tangga Paul dan Jea terlihat baik-baik saja, mereka memang bisa menyimpan rahasia dengan sangat baik, bahkan Rabhita benar-benar tidak tahu bahwa Paul dan Jea mempunyai masalah seperti itu.
- A NASTY PIECE OF WORK -
Hari-hari berganti, sudah hampir satu minggu Rabhita tidak datang ke lokasi syuting dan berdiam diri di apartemennya, sesekali berjalan keluar untuk melihat-lihat Manila. Namun dia tidak berani terlalu jauh karena takut tersesat walau jaman sudah canggih, Rabhita tetap takut. Dia terkadang masak, memesan Ella untuk membeli bahan masakan dan dia memasak apa saja yang bisa dimasaknya, Ella dan Rabhita keduanya pintar memasak.
Seusai makan siang sendirian, Rabhita berjalan ke balkon, mengambil gitar yang dipinjamnya dari ruangan rekreasi gedung apartemen di bawah, dan mengambil tripodnya, lalu dia duduk dan memasang ponselnya di tripod.
Rabhita ingin menghibur dirinya, jadi dia melakukan siaran langsung, untuk menyapa teman-temannya di Jakarta maupun di Palembang. Rabhita mulai bernyanyi, salah satu teman Rabhita bergabung, kemudian disusul mereka yang lain.
Rabhita menyapa setiap yang masuk, lalu kembali beryanyi dan memainkan gitarnya, tapi tiba-tiba hal yang tak lazim dilihatnya, Peter, Nigo dan Havy bergabung di live Instagram Rabhita dan tidak lama dari itu, Nigo—yang mempunyai lima juta lebih followers—meminta untuk siaran langsung bersama Rabhita.
Memang awalnya Rabhita terkejut karena ini baru sekali terjadi kepadanya, namun dia menerima permintaan live bersama Nigo, dan muncullah wajah Peter, Nigo, Havy dan Raine, mereka langsung menyapa.
"Hei Bitaaaa!" sapa mereka serempak.
Rabhita tertawa lalu menyapa mereka balik, Peter bertanya kenapa Rabhita tidak datang ke lokasi selama hampir seminggu ini, Rabhita hanya menjawab kalau dia tidak enak badan. Havy bilang bahwa mereka rindu dan keadaan disana terasa kurang seru tanpa keberadaan Rabhita.
Mereka mengabaikan fans-fans atau followers Nigo yang bertanya-tanya siapa sebenarnya Rabhita, mereka hanya mengobrol tentang film seperti biasa, live berakhir karena mereka harus kembali bekerja, tapi setelah itu, followers Rabhita bertambah pesat.
"Astaga," gumam Rabhita yang melihat notifikasi ponselnya yang tak kunjung selesai.
Pada saat malam, jam-jam Ella pulang kerja, Rabhita sedang memakan camilan saat pintu tiba-tiba terbuka dan Ella membawa rombongan datang kesana. Semuanya ada kecuali Paul dan Dela. Rabhita tentu sudah tahu Paul dilarang Jea.
"Bitaaaa," Raine menghambur ke pelukan Rabhita, "kangeeen," katanya.
Rabhita tertawa, dia bilang maaf karena selama beberapa hari ini tidak datang karena sakit, namun wajah mereka semua berubah, Allan bilang, dia mendengar semuanya dari luar saat Rabhita dan Jea berada di kamar mandi, dan Allan sudah menceritakan semuanya kepada mereka.
"Bit," panggil Peter yang duduk di lantai seraya memegang dengkul Rabhita, "justru lo pantes karena bisa berada disini, gak ada diantara kami nganggep bahwa lo gak pantas, Jea memang begitu."
"Dan Dela," sambung Havy yang duduk di sebelahnya, "mereka emang satu server."
"Iya, dan lo harus tunjukkin ke mereka bahwa lo pantes dan lebih baik dibanding mereka berdua!" seru Raine, "kita selalu dukung lo kok."
Ella mengangguk dan menaruh minuman di meja, "iya, kaya kata orang Palembang, lanjakke!" Ella membuat Rabhita terkekeh, "lo bisa hadapi kedua bawang bombay itu, Bita!"
- A NASTY PIECE OF WORK -
Hari-hari berikutnya, Rabhita sudah seperti biasa datang ke lokasi syuting, dia lebih sering berkumpul bersama Havy dan Raine saat Ella sibuk dengan tugasnya, terkadang, Paul menoleh kepadanya sesekali seperti waktu itu, namun Rabhita hanya melihat balik dan sepersekian detik langsung membuang pandangannya, alih-alih senyum.
Semua itu karena Rabhita hanya ingin hidupnya damai dan tidak mau mencari masalah dengan Jea maupun Dela.
Followers Rabhita bertambah lebih cepat dari biasanya, karena setiap pulang syuting, mereka sering berkumpul untuk makan malam dan Raine maupun Havy sering memasukkan wajah Rabhita ke Instagram mereka.
Buku pertama Rabhita juga sudah terbit, mereka yang mencetak hanya 10.000 copy langsung habis dalam kurun waktu beberapa hari saja, dan sekarang mereka sedang menambah stock kembali, Rabhita mendadak menjadi penulis best seller.
Hari-harinya pun berjalan lancar, dia sekarang sering menghabiskan waktu bersama Peter, bernyanyi bersama Peter, makan siang, makan malam, bahkan Peter beberapa hari ini menjemput Rabhita di apartemen bersama Ella.
"Bita," panggil Ella saat Rabhita sedang duduk di bawah pohon dengan memegang naskah seperti biasa.
Rabhita menoleh tanda bertanya.
"Lo di undang ke acara TWBA!" Ella berseru.
TWBA adalah singkatan dari Toninght With Boy Abunda, acara bergengsi di seluruh Filipina, hampir sama seperti Jimmy Fallon dan James Corden—Late Late Show—seperti itulah kira-kira.
Rabhita langsung berdiri dari tempatnya, "SERIUS?!" tanyanya tak kalah senang.
Ella mengangguk, "iya! Besok malam!"
Sangking senangnya, Rabhita berpelukan dengan Ella, sekali lagi, dia tidak menyangka.
Pada saat malam yang di tunggu-tunggunya, Rabhita berjalan masuk ke panggung saat namanya dipanggil oleh Tito Boy Abunda dengan memakai setelan putihnya, rambutnya di urai—curly—dan nyaris tak memakai make-up.
Suara tepuk tangan berhenti saat Rabhita duduk di depan Tito Boy, "Rabhita Ali eveyone!" katanya dengan bersemangat seperti biasa.
Rabhita tersenyum dan melambai ke kamera dan penonton.
"Kamu penulis best seller dari Indonesia?" tanyanya dengan bahasa Inggris.
Rabhita mengangguk, "ya, saya rasa," jawabnya membuat kekehan penonton dan wajah Tito kebingungan.
Acara dimulai dengan pertanyaan mengenai buku dan bagaimana perasaan Rabhita karena karyanya dijadikan film serta mengapa dia memilih pemainnya yang terlihat benar-benar menjiwai film, bagaimana bisa Rabhita tahu?
Rabhita menjawab pertanyaan terakhir itu dengan bilang bahwa dia adalah penggemar para pemain itu semua, yang membuat penonton bersorak senang.
"Kalau begitu, bisa kamu nyanyikan satu lagu Tagalog yang mereka ciptakan?" pertanyaan Boy Abunda membuat penonton makin riuh, karena memang diantara pemain film itu adalah penyanyi. Contohnya saja Peter, Paul, Havy, Nigo, Allan dan Tran, mereka semua penyanyi yang lagunya bahasa Tagalog kecuali Paul semua lagunya berbahasa Inggris.
Rabhita diam sambil tersenyum, satu lagu Nigo masuk ke dalam kepalanya dan dinyanyikannya hanya bagian reff karena Rabhita masih malu. Namun semuanya bersorak senang bahkan Boy Abunda terlihat terhibur.
Setelah itu, Boy menanyakan sifat-sifat sahabat baru Rabhita, dari Peter urutan pertama sampai Paul urutan terakhir.
"Paul juga baik sekali, dan dia punya selera humor yang sangat mehibur," kata Rabhita, "dan dia juga Ayah sekaligus suami yang baik."
"Kami punya kejutan untuk kamu," katanya dengan menoleh kebelakang Rabhita.
Disana muncullah Paul sedang tersenyum dan berjalan ke arahnya. Rabhita terdiam namun saat sadar dimana dia, dia memasang senyum palsu.
"Sahabat baru kamu," kekeh Boy.
Paul duduk di sebelah Rabhita, benar-benar Rabhita bingung kenapa Paul bisa ada disini.
"Halo Paul," sapa Boy, Boy bilang bahwa setelah mendengar dari Rabhita, mereka ingin mendegar soal Rabhita dari Paul juga.
Dan Paul menjawab, "dia unik," kata-kata pertama Paul, "dia juga lucu dan sangat ramah, yang paling penting, Ali ini sangat baik hati."
Penonton bertepuk tangan, kagum kepada persahabatan antara Paul dan Rabhita.
Setelah acara selesai, Paul dan Rabhita berada di belakang panggung, mengobrol biasa menghilangkan perasaan canggung yang dirasakan Rabhita.
"Kok bisa disini?" tanya Rabhita.
Paul menjelaskan kalau dia juga diundang oleh Tito Boy dan dia langsung saja datang tanpa pikir panjang, lagian Paul merindukan Tito Boy dan juga... Ali.
"Ali, gue tahu kenapa belakangan ini lo menjauh," kata Paul, "gak usah bilang dan gak usah ngelak, intinya gue tahu, dan gue juga yakin lo paham semua ini bukan keinginan gue," Paul menjelaskan.
Rabhita mengangguk, dia paham itu semua bukan keinginan Paul.
"Bisa gue minta tolong?" tanya Paul kepada Rabhita.
Lagi-lagi Rabhita mengangguk, dia tentu mau menolong Paul.
"Jangan pernah anggep gue seperti apa yang dibilang Jea, dan tetap anggap gue sebagai orang yang gak perlu lo jauhi."
- A NASTY PIECE OF WORK -
— Un nuevo capítulo llegará pronto — Escribe una reseña