Begitu Tania memasuki taman, kabut menggelinding di depannya di atas tanah dan melilit pahanya seolah-olah memeluk kekasihnya. Pintu tertutup dengan sendirinya dengan suara gemuruh yang keras. Dia menggigil dan menghela napas dengan kasar.
Kabut itu tebal, berbau kayu terbakar dan cedar serta aroma lembut bunga-bunga. Dia menengadah ke langit dan menyadari kabut cahaya matahari pagi. Kabut itu menyamarkan gunung-gunung. Begitu pekatnya sehingga jarak pandang sangat buruk. Namun, dia masih bisa melihat deretan bunga-bunga karena aroma khasnya tergantung di udara. Saat dia melirik ke samping, saat dia berjalan di jalan berbatu di antara mereka, dia melihat bagaimana kabut melekat pada kelopak mawar, mengembun menjadi butiran kecil.
"Tempat ini selalu diselimuti kabut," ujar Biham. "Roh itu akan merasakanmu dan muncul."