Ryuu yang merasa suasana semakin hangat dan akrab berkata, "Sekarang, giliran pertanyaanku untukmu, Shirou." Suaranya lembut, namun ada rasa ingin tahu yang terpancar jelas di matanya.
Shirou tersenyum santai. "Jadi kita ini seperti sedang bertukar rahasia, ya?" jawabnya sambil menatap Ryuu dengan penuh perhatian.
Ryuu mengangguk setuju, dan setelah berpikir sejenak, keduanya membuat kesepakatan untuk saling menjaga rahasia satu sama lain. "Kita jaga rahasia ini baik-baik, ya?" ucap Ryuu dengan serius, dan Shirou mengangguk setuju.
Setelah kesepakatan itu, Shirou, dengan nada bercanda, mengedipkan sebelah matanya. "Apa pertanyaanmu? karena aku punya banyak rahasia yang menarik perhatianmu?" godanya.
Ryuu menarik napas panjang, lalu akhirnya bertanya dengan nada serius. "Aku hanya penasaran... Kenapa kau begitu baik? Apa niatmu sebenarnya, Shirou?" Ada kesungguhan di matanya yang membuat Shirou tak bisa langsung menjawab.
Shirou memiringkan kepalanya, merasa bingung. "Maksudmu? Aku tidak merasa kalau aku orang yang terlalu baik. Hanya melakukan hal yang biasa saja."
Ryuu, tak puas dengan jawaban itu, menyipitkan mata dan mulai menyebut satu per satu hal yang ia perhatikan tentang Shirou. "Kau selalu bekerja keras di Hostess of Fertility tanpa diminta. Kau tak pernah mengeluh soal pekerjaan, selalu siap membantu ketika dibutuhkan." Ryuu berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Bahkan aku tahu Syr sering memanfaatkan kebaikanmu untuk mengurangi beban kerjanya, dan kau tetap saja tak menolak."
Mendengar itu, Shirou sedikit tersipu dan berdehem untuk mengalihkan perhatian. "Syr menolongku dulu saat aku pertama kali tiba di Orario. Aku hanya ingin membalas budi atas kebaikannya."
Ryuu mengangguk perlahan, menerima penjelasan itu, namun ia masih penasaran. "Kalau begitu, kenapa kau bersedia membantu memasak di Hostess of Fertility? Kau bahkan tak pernah menerima gaji untuk pekerjaanmu."
Shirou terdiam sejenak, berpikir. Ia menyadari bahwa Ryuu benar-benar memperhatikannya dengan cermat.
Di sekitar mereka, suara gemericik air mancur terdengar lembut, menemani Shirou yang sedang berpikir dalam diam. Ia mencoba menyusun kata-kata, namun sebelum sempat memberikan jawaban, Ryuu tiba-tiba menatapnya dengan senyum jahil. "Apa jangan-jangan, alasan kau bekerja tanpa gaji di Hostess of Fertility itu karena kau mengincar salah satu pelayan di sana?" goda Ryuu, nada suaranya menahan tawa.
Shirou kaget mendengar pertanyaan itu, dan ia buru-buru melambaikan tangannya dengan panik. "Tidak, tentu saja bukan begitu!" jawabnya cepat, berusaha menyangkal dengan wajah memerah.
Melihat Shirou yang kebingungan, Ryuu tersenyum, menikmati reaksi canggungnya. "Kalau begitu, apa alasannya?" tanyanya lagi, kali ini dengan tatapan lebih serius.
Shirou menghela napas dalam-dalam, lalu menatap Ryuu dengan tenang. "Sebenarnya, aku hanya suka memasak dan bersih-bersih. Tapi, itu bukan alasan utamaku," jawab Shirou, suaranya penuh ketulusan. "Semua yang kulakukan, termasuk hal-hal yang kau sebutkan tadi, adalah untuk mencapai impianku."
Ryuu mengerutkan alis, bingung dan penasaran. "Impianmu?" tanyanya, tak sepenuhnya mengerti maksud Shirou.
Shirou mengangkat pandangannya dan menatap Ryuu langsung, matanya dipenuhi oleh tekad yang kuat. "Ya, impianku adalah menjadi seorang Pembela Keadilan, seorang Seigi no Mikata," katanya mantap, suaranya terdengar dalam dan penuh arti.
Shirou menunggu reaksi Ryuu, siap untuk kemungkinan dia akan menertawakan mimpi yang menurutnya terdengar kekanak-kanakan. Namun, tak disangka, Ryuu tetap terdiam. Ekspresinya berubah serius, dan ia hanya menatap Shirou dengan kagum, terpesona mendengar keyakinan dalam kata-kata Shirou yang penuh ketulusan dan keberanian.
Ryuu, mendengar kata "Pembela Keadilan" yang diucapkan Shirou, seketika tenggelam dalam kenangan yang lama terkubur di hatinya. Pikirannya melayang pada sosok-sosok berharga dari masa lalunya—teman-teman yang dulu ia kenal dan sayangi di Astraea Familia. Kawan-kawan seperjuangan yang bertarung bersama-sama, bertekad untuk membawa keadilan bagi Orario, meski mereka tahu bahwa mereka mungkin tidak akan pernah menemukan jawaban pasti apa arti sejati dari keadilan (Seigi) itu sendiri. Di bawah berkah Dewi Astraea, Dewi Keadilan, mereka memperjuangkan keadilan dalam bentuk yang mereka pahami, demi cita-cita yang luhur namun sulit digapai.
Menatap Shirou, Ryuu merasa bahwa pria di hadapannya ini memiliki tekad yang sama dengan anggota Astraea Familia. Pemikirannya bahkan melayang pada kemungkinan Shirou akan sangat cocok menjadi bagian dari Familia tersebut, andai saja mereka menerima lelaki sebagai anggotanya. Ada kesamaan dalam idealisme dan ketulusan Shirou dengan teman-temannya dahulu yang telah wafat.
Shirou, yang menyadari bahwa Ryuu hanya diam menatapnya tanpa berkata apa-apa, merasa sedikit canggung dengan suasana sunyi di antara mereka. Akhirnya, ia memutuskan untuk memecah kesunyian itu. "Kelihatannya, kau sudah banyak menanyai aku, Ryuu. Sekarang saatnya giliranku untuk bertanya," ujarnya dengan nada ringan, berusaha membawa kembali percakapan.
Ryuu tersadar dari lamunannya, dan senyum lembut muncul di wajahnya. "Baiklah, Shirou," katanya, memberi izin dengan anggukan kecil. "Tanyakan saja apa yang ingin kau ketahui."
Shirou melanjutkan pertanyaannya yang sempat tertunda, kali ini lebih serius. "Jadi, Ryuu... kenapa kau menyembunyikan identitasmu sampai harus mewarnai rambut segala? Ada alasan khusus?" tanyanya pelan, namun penuh rasa ingin tahu.
Mengetahui bahwa ini adalah rahasia sensitif, Ryuu tetap merasa ada rasa percaya yang ia miliki terhadap Shirou. Setelah beberapa saat hening, ia memutuskan untuk berbicara jujur. "Alasan itu… karena aku sebenarnya seorang buronan," jawab Ryuu tanpa ragu, meskipun ia tahu dampak dari pernyataan tersebut.
Shirou terkejut mendengar jawaban itu. Ia tak pernah menduga bahwa sosok tenang dan penuh disiplin seperti Ryuu menyimpan masa lalu yang kelam. Masih terkejut, ia memberanikan diri bertanya, "Apa yang sebenarnya kau lakukan hingga jadi seorang buron?"
Ryuu tersenyum kecut, mengingat masa lalunya yang penuh amarah dan dendam. "Aku… seorang pembunuh," jawabnya, nada suaranya terdengar getir. "Aku melakukannya untuk membalaskan dendam teman-temanku yang telah terbunuh. Jadi, menurutmu, Shirou, apa kau akan menangkapku sebagai Pembela Keadilan? Mungkin melaporkanku ke Guild?" tantangnya dengan nada rendah, seolah-olah siap menerima apa pun jawaban Shirou.
Shirou menggelengkan kepala dengan tegas, menunjukkan rasa percaya dirinya. "Aku tidak berpikir seperti itu, Ryuu. Setiap orang, bahkan seorang kriminal, selalu memiliki kesempatan untuk berubah," jawabnya penuh keyakinan. "Dan aku percaya kau tidak melakukannya demi kepuasan pribadi. Orang-orang yang kau bunuh itu pasti… mereka jahat, bukan?"
Mendengar kata-kata yang mungkin terdengar naif, Ryuu hanya bisa tersenyum kecil. Begitu khas Shirou, pikirnya. Namun, ia merasa tak perlu menyembunyikan detail lebih lanjut. "Korban-korbanku dulu adalah anggota Rudra Familia. Mereka bagian dari kelompok jahat, Evilus," jelas Ryuu, nada suaranya dingin saat mengingat bagaimana ia mengakhiri nyawa para pembunuh yang merenggut nyawa sahabat-sahabatnya di Astraea Familia.
Shirou merasakan rasa lega yang mendalam mendengar pengakuan Ryuu. Jadi, yang ia lakukan adalah Vigilante Justice, keadilan yang dijalankan dengan caranya sendiri. Bahkan, Shirou merasa bangga, mengingat bahwa ia sendiri pernah melawan beberapa anggota Evilus di masa lalu, meskipun tindakannya saat itu tidak banyak orang yang tahu.
"Jadi aku benar-benar percaya pada pilihanmu, Ryuu. Kau memang menjalankan keadilan dengan caramu sendiri," kata Shirou, menatapnya dengan bangga.
Ryuu hanya bisa menggeleng, merasa bahwa Shirou tetap penuh kepercayaan dan tulus seperti biasanya, dan itu membuatnya merasa lebih tenang dalam keterbukaan ini.
Ryuu melirik jam tangan di pergelangan tangannya, dan menyadari bahwa waktu yang disepakati telah tiba. Ia berkomentar dengan tenang, "Kelihatannya, Syr, Anya, Chloe, dan Lunoire akan datang terlambat hari ini."
Shirou tersenyum ringan, tidak keberatan menunggu lebih lama. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita lanjutkan permainan pertanyaan kita? Sekarang giliranmu untuk bertanya, Ryuu," tawarnya, mencoba mengisi waktu dengan percakapan mereka.
Setelah berpikir sejenak, Ryuu memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam tentang Shirou. Dia ingin menguji keteguhan hati dan makna keadilan yang Shirou pegang erat. "Kalau begitu, Shirou, apa sebenarnya yang kau maksud dengan menjadi Pembela Keadilan?" tanyanya serius.
Shirou bersandar di kursinya, menatap ke arah air mancur di depan mereka. Seiring pikirannya melayang ke masa lalu, ia teringat pada sosok yang paling berarti baginya—Kiritsugu. Bayangan wajah dan senyum lembut Kiritsugu, yang tampak begitu damai saat menyelamatkannya dari kebakaran, kembali terbayang di benaknya. Bagi Shirou, senyum itu adalah simbol keindahan dari seseorang yang mengorbankan segalanya demi kebaikan orang lain.
Setelah sejenak terdiam dalam nostalgia, Shirou membuka matanya dan menatap Ryuu, sorot matanya penuh keyakinan. "Impianku adalah menjadi seorang pahlawan yang bisa menyelamatkan semua orang," katanya dengan nada mantap. "Itulah arti Seigi no Mikata bagiku."
Ryuu memperhatikan Shirou dengan seksama, dan untuk sesaat, ia merasa seolah sedang melihat dirinya sendiri saat masih muda. Ia pun pernah memiliki tekad yang serupa untuk menegakkan keadilan, meskipun tekad itu disertai dengan keraguan dan ketidakpastian. Namun, berbeda dengan dirinya di masa lalu, Shirou menjawab dengan keyakinan penuh, tanpa sedikit pun keraguan dalam kata-katanya.
Di mata Ryuu, tekad Shirou terasa begitu murni dan kuat, sesuatu yang ia inginkan tetap ada di dalam dirinya sendiri.
Terpesona oleh keteguhan hati Shirou, Ryuu merasa tertarik untuk menguji lebih jauh keyakinan pemuda di depannya ini. Ia mengingat kata-kata yang pernah diucapkan temannya, Kaguya, di masa lalu—kata-kata yang penuh realisme dan skeptis. "Temanku dulu pernah berkata bahwa impian untuk menyelamatkan semua orang itu tak lebih dari impian yang mustahil dan naif," ucap Ryuu, mengulangi pendapat yang ia sendiri pernah yakini.
Tanpa ragu, Shirou menatapnya dan menjawab dengan mantap, "Meskipun mustahil, tak ada salahnya mengejar impian yang indah itu. Impian seperti itu justru membuat hidupku berarti."
Ryuu mengangguk kecil, namun senyum di bibirnya tampak menantang. "Lalu bagaimana, Shirou," tanyanya pelan, "kalau suatu saat nanti kau dihadapkan pada pilihan di mana kau harus memilih siapa yang akan diselamatkan?"
Shirou tak gentar menghadapi pertanyaan itu. "Aku akan mencari jalan untuk menyelamatkan semuanya," jawabnya dengan penuh keyakinan, seolah-olah hal itu adalah satu-satunya pilihan yang ada.
Masih dengan rasa penasaran, Ryuu melontarkan pertanyaan yang lebih sulit. Ia mengingat dilema yang pernah ditanyakan dewa Erebus kepadanya sendiri dulu, sebuah situasi yang bahkan tak bisa ia jawab waktu itu. "Misalkan kau berada di hadapan sebuah troli yang meluncur di rel," kata Ryuu dengan nada hati-hati. "Kau bisa menarik tuas untuk mengalihkan troli tersebut agar menyelamatkan sekelompok orang di rel lain, tapi itu berarti seseorang di rel lain akan tertabrak. Apakah kau akan menarik tuas atau tidak?" tanyanya, menatap tajam.
Tanpa ragu, Shirou menjawab, "Aku akan menarik tuasnya."
Ryuu tersenyum pahit mendengar jawaban itu. "Kalau begitu, kau akan membiarkan satu orang yang tidak bersalah di rel itu mati tertabrak troli," ucapnya, nada suaranya penuh skeptisisme, seolah menantang Shirou untuk mempertimbangkan lebih dalam.
Shirou, tanpa gentar, menjawab dengan tekad yang lebih kuat. "Kalau begitu, aku akan berlari untuk melepaskan tali yang mengikat orang itu sebelum troli itu menghantamnya."
Ryuu, tersenyum kecil dan terkejut dengan keberanian Shirou, melanjutkan pertanyaannya, "Bagaimana jika kau tidak punya cukup waktu untuk melepaskan tali itu? Apa yang akan kau lakukan?"
Sekali lagi, Shirou menatapnya dengan tekad yang tak tergoyahkan. "Kalau begitu, aku akan menahan troli itu dengan tubuhku sendiri, atau mencari cara lain. Aku tidak akan menyerah sampai aku mencoba segala cara untuk menyelamatkan mereka semua," jawabnya, suaranya mantap dan penuh keyakinan.
Ryuu memandang Shirou dengan kekaguman yang tulus, terpesona oleh tekad dan keyakinan yang begitu kuat. Jawaban Shirou mungkin terdengar tidak masuk akal, tapi tekadnya yang bulat membuat Ryuu yakin bahwa dia benar-benar siap melakukan apa pun untuk melindungi yang tak berdaya.
Ryuu menatap Shirou sejenak sebelum berkomentar, "Saat ini kau masih level 1, dan mimpi itu... terasa begitu besar. Apa kau yakin tak apa-apa melangkah dengan impian sebesar itu?"
Shirou terdiam sejenak, merasakan sedikit perasaan bersalah karena telah merahasiakan fakta bahwa sebenarnya ia sudah mencapai level 4. Namun, ia tetap menjawab dengan jujur tentang tujuannya. "Itulah alasannya aku bergabung dengan Loki Familia dan menjelajahi Dungeon. Aku ingin menjadi lebih kuat agar bisa menyelamatkan lebih banyak orang," katanya sambil menatap Ryuu penuh keyakinan.
Ryuu tersenyum mendengar tekad Shirou yang begitu kuat. Merasa ingin membantu, ia pun menawarkan, "Kalau begitu, aku akan melatihmu. Aku bisa ambil shift malam di Hostess of Fertility agar pagi harinya kita bisa latihan bersama," katanya dengan nada tulus.
Shirou awalnya hendak menolak, mengingat status levelnya yang sebenarnya. Namun, ketika melihat ketulusan dalam mata Ryuu yang penuh semangat, ia tak sanggup untuk menolak tawaran itu. "Baiklah, kalau kau ingin melatihku, aku akan sangat berterima kasih," jawabnya akhirnya.
Ryuu langsung berdiri, senang dengan jawaban Shirou, lalu bertanya, "Bagaimana kalau kita mulai besok pagi? Apakah kau punya waktu?"
Shirou ikut berdiri di hadapannya dan menggeleng sambil meminta maaf. "Besok aku sudah ada janji untuk ke Dungeon bersama Riveria. Jadi, mungkin hari lain?" katanya dengan nada sedikit menyesal.
Mendengar itu, Ryuu langsung terkejut dan dengan cepat memegang kerah tunik Shirou, matanya terbelalak. "Kau bercanda? Kau benar-benar akan pergi berdua saja dengan Lady Riveria?" tanyanya, tidak percaya.
Shirou, yang sama sekali tak menyangka reaksi sebesar itu, hanya mengangguk perlahan dan berkata, "Ya, aku serius."
Ryuu menatapnya dengan tatapan penuh keterkejutan dan ketidakpercayaan. "Kau benar-benar beruntung bisa mendapat ajaran langsung dari Lady Riveria!" katanya, masih tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
Shirou, yang sebenarnya adalah pihak yang mengajari Riveria tentang Magecraft, hanya tersenyum sarkastis dalam hatinya. Namun, ia tetap menanyakan dengan penasaran, "Tapi, kenapa reaksi berlebihan seperti itu, Ryuu?"
Melihat rasa penasaran Shirou, Ryuu melepaskan genggaman pada kerah tuniknya dan berpindah memegang pundak Shirou. Dengan nada penuh hormat, Ryuu menjelaskan, "Lady Riveria adalah putri dari hutan Alf, seorang bangsawan tinggi dari ras High Elf. Kaum Elf sangat menghormati beliau, dan bagi seorang manusia untuk bisa berduaan dengannya adalah hal yang sangat istimewa. Kau mungkin akan jadi sasaran iri para Elf jika mereka tahu."
Shirou hanya bisa mengangguk pelan, baru menyadari posisi istimewa yang telah ia dapatkan bersama Riveria.
Shirou terdiam, memikirkan ucapan Ryuu. Selama ini, ia tak pernah menyadari hal tersebut. Tak ada anggota Elf di Loki Familia yang mempermasalahkan sesi latihannya bersama Riveria, dan keduanya selalu bebas menggunakan gudang untuk pelajaran Magecraft mereka.
Saat Shirou tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba terdengar suara Anya dari balik semak-semak taman, menyanyikan dengan nada nakal, "Shirou dan Ryuu…"
Chloe muncul di sebelahnya dan menyambung lirik dengan senyum jahil, "duduk di bawah pohon."
Keduanya tertawa sebelum melanjutkan bersama, "Ber-ci-u-man!"
Ryuu yang mendengar itu langsung merona dan melepaskan tangannya dari bahu Shirou. "Bukan begitu! Kalian salah paham!" ujarnya panik, mencoba menjelaskan.
Shirou hanya bisa menggaruk kepala sambil tersenyum malu, menyadari betapa lucunya situasi ini.
Tidak lama kemudian, Syr muncul dari arah yang sama, tertawa kecil melihat reaksi Ryuu. Ia menikmati momen ini, seolah ikut menertawakan kerumitan kecil di antara mereka.
Lunoire juga datang menyusul menghela nafas melihat kelakuan teman-temannya.
Ryuu, yang sudah mulai cemberut, mengeluh kepada Syr, Anya,Lunoire dan Chloe. "Seharusnya kalian langsung bergabung saja. Kenapa malah memilih menguping dari balik semak?" katanya dengan nada kesal.
Anya tertawa dan dengan polos menjawab, "Aku dan Chloe datang tepat waktu, tapi itu sebenarnya ide Syr. Dia yang menyuruh kami menguping." Ia menunjuk ke arah Syr yang tersenyum tenang.
Ryuu menoleh ke arah Syr dengan tatapan sedikit kesal, namun sebelum ia bisa protes lebih jauh, Syr malah menarik tangannya dengan lembut. "Ayo, kita mulai berbelanja," ajaknya sambil tersenyum, seolah ingin melupakan kejahilannya tadi.
Di tengah perjalanan, Shirou berjalan di samping Syr dan melempar protes ringan. "Syr, kebiasaanmu yang suka menguping ini benar-benar tidak baik, kau tahu," ujarnya dengan nada bercanda, meskipun rasa penasarannya membuatnya bertanya, "Jadi, berapa banyak yang kau dengar tadi?"
Syr tersenyum penuh misteri dan menjawab, "Tidak banyak, tapi cukup untuk tahu sedikit rahasiamu, Seigi no Mikata," tambahnya dengan senyum jahil, memanggil Shirou dengan sebutan pahlawan yang ia dambakan.
Shirou hanya bisa menghela napas pasrah mendengar panggilan itu, meskipun dalam hatinya terselip sedikit rasa bangga dan geli.