Descargar la aplicación
15% Mendekap Rasa / Chapter 3: Bertemu Dengan Mama

Capítulo 3: Bertemu Dengan Mama

"Karena Mama sudah nggak cinta lagi sama Papa." Ucap sang mama.

Perih sekali Devan mendengar ucapan Mama Iren yang mengatakan bahwa ia sudah tidak lagi mencintai Papa Febri. Ini semua karena adanya laki-laki lain.

"Tapi tolong jangan pergi Ma, demi aku dan Kak Fiona! Aku masih ingin mempunyai keluarga yang utuh."

"Mama nggak bisa, besok Mama harus pergi." Ucap sang mama sambil menangis.

Devan tidak bisa lagi melarang Mama Iren yang sudah bersikeras ingin pergi. Devan pun masuk ke dalam kamarnya.

"Aku sakit hati banget kalau ingat Mama." Ungkap Devan, makanya sekarang ia sering pergi bersama teman-temannya, itu bentuk pelarian dari rasa sakit hatinya.

"Kakak juga lebih baik di Bandung aja, nggak usah pulang ke Jakarta!" Tambah Fiona yang juga tidak betah berada di rumah kalau tidak ada Mama Iren.

"Tapi aku juga kasihan sama Papa, Papa jadi mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, masak sendiri, semuanya dikerjakan sendiri." Tutur Devan.

"Kamu bantu Papa dong!"

"Kalau saat libur sekolah, aku bisa bantu, tapi pada saat sekolah, aku nggak bisa bantu. Aku capek!"

Andai saja Fiona kuliah di kota Jakarta ini, pasti ia yang akan membantu Papa menyelesaikan pekerjaan rumah.

Papa Febri seorang karyawan yang bekerja di perusahaan swasta, ia bekerja shifting, terkadang siang hari berada di rumah, jadi ia masih sempat menyelesaikan pekerjaan rumah.

Rasa kesal masih menyelimuti hati Fiona, ia ingin sekali mengetahui laki-laki yang menghancurkan rumah tangga kedua orang tuanya itu. Ia dendam terhadap laki-laki yang seenaknya merebut Mama Iren dari sisinya.

Fiona berusaha menenangkan dirinya, ia mau menelepon Mama Iren lagi. Fiona mengambil ponsel miliknya, lalu ia memanggil kontak sang mama.

[Hallo, Ma]

[Iya, Fio]

[Mama lagi dimana sih?]

[Mama sedang di rumah.]

[Rumah siapa? Bisa ketemuan nggak Ma? Aku kangen sama Mama.]

[Mau ketemuan dimana?]

[Di Cafe Palangi, yuk!]

[Oke, nanti Mama kesana.]

[Oh iya Ma, sekalian ajak aja suami Mama.]

[Untuk apa?]

[Aku hanya ingin kenal sama dia.]

[Siang ini dia sedang kerja, lagi pula, dia nggak akan mau bertemu dengan kamu.]

[Lho, kenapa? Bukannya kalau sudah menikahi ibunya itu harus dekat juga dengan anaknya?]

[Mama juga nggak tau kenapa sebabnya, dia selalu mengatakan belum waktunya Mama mempertemukan dia dengan kalian berdua.]

[Ya sudah kalau begitu, Mama sendiri aja.]

[Oke.]

[Oke, aku tunggu di Cafe Pelangi. Sekarang!]

[Iya, siap!]

Fiona menutup teleponnya. Padahal ia ingin sekali bertemu dengan laki-laki itu, tapi ternyata belum bisa. Fiona pun bersiap-siap untuk bertemu dengan Ibu Iren.

Fiona adalah seorang gadis yang tomboi, berambut seleher dan berkulit kuning langsat. Penampilannya ketika mau pergi hanya memakai celana jeans dan kaos tangan pendek saja. Ia tidak terlalu peduli pada penampilannya, yang terpenting apa yang ia pakai nyaman baginya.

Fiona sudah siap, lalu ia meminjam motor sang adik untuk menuju ke Cafe Pelangi. Devan pun memberikan kunci motornya pada sang kakak.

"Pa, aku jalan dulu, ya!" Pamit Fiona pada Papa Febri yang sedang menyiram tanaman.

"Kamu mau kemana?" Tanya sang papa.

"Aku mau ketemu Mama, aku rindu dengan Mama?"

"Nggak apa-apa, Irena itu tetap Mama kamu."

Fiona mencium punggung tangan Papa Febri, lalu ia mengeluarkan motor milik sang adik, setelah itu ia pun pergi menuju Cafe Pelangi.

Tiga puluh menit berlalu, Fiona sudah sampai di Cafe Pelangi. Ia pun memarkirkan kendaraan roda duanya itu, lalu masuk ke dalam.

Fiona mencari-cari keberadaan Mama Iren, namun tidak ia temukan. Mama Iren memang belum sampai, Fiona meraih ponselnya, lalu ia menghubungi Mamanya itu. Tiga kali Fiona memanggilnya namun tidak diangkat. Fiona pun memesan minuman sambil menunggu sang mama.

Drrttt ... Drrttt ...

Ponsel milik Fiona yang ia letakkan di atas meja, bergetar. Fiona meraihnya, ia pikir telepon dari Mama Iren, tapi ternyata telepon dari Nathan, kekasih hatinya.

[Hallo.]

[Hei Fio, kamu lagi apa?]

[Aku lagi di cafe.]

[Hah di cafe? Di cafe sama siapa?]

[Sama Mama aku]

[Mana Mama kamu!]

[Lagi di toilet.]

[Oh, bener kan kamu lagi sama Mama? Bukannya lagi jalan sama cowok lain?]

[Benar, aku ke Cafe sama Mama, kok.]

[Oke, nanti kirim foto kamu sama Mama ya!]

[Iya, nanti aku kirim foto aku sama Mama.]

[Oke.]

[Yaudah ya. Aku masih mau ngobrol sama Mama.]

[Iya. Byee.]

[Byee.]

Fiona menutup teleponnya, ia belum bercerita pada Nathan tentang keluarganya yang hancur berantakan. Belum saatnya Nathan tahu, nanti kalau waktunya sudah tepat, Fiona pasti akan bercerita pada pujaan hatinya itu.

Sudah cukup lama Fiona menunggu, sampai chocolate dingin di gelasnya sudah habis, akhirnya Mama Iren pun datang, lalu langsung menghampiri Fiona.

"Fio, maaf ya Mama lama!" Ucap sang mama, lalu Fiona mencium punggung tangan Mama Iren.

"Mama kesini naik apa?"

"Naik ojek online."

"Memangnya jauh dari rumah Mama ke Cafe ini?" Tanya Fiona.

"Nggak jauh sih, tapi tadi Mama ada urusan sebentar."

"Mama tinggal dimana sih?"

"Di rumah kontrakan kecil."

"Oh. Kirain di rumah Mama sendiri yang besar banget, makanya Mama rela meninggalkan rumah yang sudah Mama tempati selama dua puluh tahun." Sindir Fiona sambil melirik Mamanya itu.

"Nanti, Mama mau dibelikan rumah dan mobil sama Papa Rizal."

"Oh ya? Memangnya Papa Rizal itu kerjanya apa?"

"Dia seorang Direktur PT. Adimitra Nusantara."

'Oh, ternyata itu penyebabnya Mama mau meninggalkan Papa karena laki-laki yang lebih kaya.' Batin Fiona.

"Waawww uangnya banyak dong?" Tanya Fiona.

"Iya, makanya dia mau nikahi Mama."

Fiona memesan makanan dan minuman untuk dirinya dan juga Mama Iren.

"Mama sudah menikah sah secara hukum dan agama?" Tanya Fiona.

"Mama hanya menikah siri. Karena kan surat cerai Mama dan Papamu belum ada, jadi Mama belum bisa menikah secara hukum."

Fiona tak habis pikir, mengapa Mama Iren mau hanya dinikahi siri oleh laki-laki itu?

"Tapi, Papa Rizal itu, sudah beristri ya?"

"Iya, Papa Rizal sudah beristri."

"Oh, pada saat Mama menikah dengan Papa Rizal, istri pertama Papa Rizal tau?" Cecar Fiona.

Mama Iren menggelengkan kepalanya, "nggak, istri pertamanya nggak tau!"

'Astagfirullah, berarti Mama adalah seorang pelakor.' Batin Fiona. Betapa teganya Mama Iren, yang sudah tega menghancurkan rumah tangga orang lain.

"Mama kok tega sih menghancurkan rumah tangga orang lain?"

"Rizal yang memang mau menikahi Mama, karena dia masih mencintai Mama." Ungkap Mama Iren.

"Tapi kalau Mama nggak merespon, kalian nggak akan menikah kan?"

"Mama merespon, karena Mama juga masih cinta sama dia." Sambung sang mama.

Fiona menghela nafas, ia tidak menyangka kalau sang mama lebih mengutamakan perasaan cintanya dari pada mengutamakan perasaan anak-anak yang jadi korban perceraian orang tua.


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C3
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión