"Oh, dan ini janji ku," Kapten mengambil sesuatu yang begitu panjang dan rupanya itu pedang yang sudah memiliki sarung pedang, ada tapi pengikat untuk meletakkan pedang itu di punggung.
Line bermata besar ketika melihat itu, apalagi ketika kapten mengulurkan pedang itu padanya.
"Ini milik mu, maaf sudah menyita nya..."
Lalu Line menerimanya.
"Jika aku bisa tahu, kau dapat dari mana pedang yang begitu unik itu?" Kapten menatap.
"...Aku membuat nya sendiri," balas Line mengeluarkan pedang itu dan rupanya benar. Pedang milik Line tampak begitu unik, di sana ada tulisan janji Jepang ukiran besi yang membentuk tulisan. "リーダー" yang dibaca "rida" yang artinya "pemimpin."
"Apa kau benar benar membuat nya sendiri?" Kapten menatap.
"Yeah, aku pergi dulu," Line membalas dengan dingin lalu berjalan pergi membawa pedangnya itu.
Sementara di luar, Roland masih menguping dan dia berpikir curiga pada Line setelah mendengar pembicaraan tadi. "(Pantas saja dia sangat kuat dan rupanya kenal pada kapten... Bisa gawat jika dia akan menghianati militer ini, jangan-jangan dia nanti akan keluar dengan menipu kapten... Ini tak bisa di biarkan,)" Roland menjadi panik dalam hatinya lalu berjalan pergi.
- - -
"Hari ini kalian akan menghadapi ujian bertahan hidup. Bawa barang barang kalian dan usahakan berjalan hingga garis akhir. Akan ada banyak binatang buas yang kapan saja bisa menerkam kalian..." kata Roland.
Lalu semuanya memulai ujian satu ini, termasuk para tentara. "Hei... Menurutmu dimana anggota baru kemarin, dia tak hadir dalam upacara tadi?"
"Hmp... Sudah kuduga dia adalah orang lemah."
"Kau benar, dia sombong," mereka membicarakan Line. Mereka hanyalah beberapa tentara yang memiliki kumpulan sendiri dan sekarang berjalan bersama di tengah hutan sambil terus menjelek-jelekkan Line.
Namun, mendadak mereka mendengar sesuatu, lalu melihat dari semak-semak. Seekor singa duduk menerkam sesuatu. Mereka melihat apa yang diterkam dan rupanya itu Line.
"Hah... Dia bisa dimakan."
"Hei, tunggu dulu... Biarkan saja."
"Apa, apa kau gila!! Dia bisa mati ter-terkam singa itu."
"Dia hanyalah anggota beban, biarkan saja dia dimakan," kata rekannya. Lalu mereka diam menyaksikan. Padahal Line bukanlah beban.
Singa itu sudah selesai mengunci Line, di pandangannya berikutnya dia berlari sangat kencang dari arahnya. Singa itu melompat akan menyerang dengan auman kerasnya namun tak disangka-sangka ular besar menjatuhinya, membuatnya terjatuh dan Line hanya memandang biasa. Entah dari mana datangnya ular besar yang berhasil membuat singa itu terlilit ular besar itu.
"Apa yang terjadi?!?!" dua tentara tadi terkejut melihatnya.
"Lepaskan saja," kata Line, seketika lilitan ular itu merenggang melepaskan singa itu. Lalu ular itu pergi meninggalkan mereka. Singa itu terbaring mengumpulkan nyawa, di tengah itu Line juga meninggalkannya.
"Gila... Ini berita besar... Dia bahkan bisa membuat singa itu terkapar."
"Ini seperti aneh saja, apa dia bisa mengendalikan hewan buas?"
"Kita belum bisa memastikannya."
Lalu mereka berdua menyusul Line. Hingga Line sadar dan menoleh ke belakang. Mereka menjadi terkejut karena ketahuan.
"Mau apa kalian?"
"E—Line kouha, kami ingin pertolongan mu, tadi kami melihat di rawa sana ada teman kami yang tenggelam, bisa kami meminta bantuanmu?" kata mereka.
"Bagaimana caranya aku mempercayai kalian??"
"Ikuti saja kami, kau itu hanya kouha."
Tak lama kemudian, Line berdiri di parit rawa yang beraura gelap. Ia melihat sekitar, tak ada siapapun.
"Disini tak ada siapapun," ia menoleh dan terlihat salah satu dari dua tentara tadi menembaknya dengan cepat. Line terkejut tak bisa menghindar, alhasil ia tertembak dan tercebur ke air rawa itu.
"Hahaha, di rawa itu ada banyak buayanya," mereka tertawa lalu meninggalkan Line pergi.
Terlihat banyak sekali buaya datang ke tepi menghampiri tempat Line tenggelam tadi. Satu buaya menyelam dan kemudian naik lagi. Buaya itu menarik sebuah kain dari dalam air lalu muncul buaya satunya di dekatnya. Seketika Line muncul rupanya buaya yang menyelam tadi membantu Line naik ke atas dengan menarik baju Line.
"Fuh... Ini mulai menjengkelkan," kata Line yang memegang dada kirinya yang terkena tembakan tadi, lalu ia naik ke tanah dan menoleh dingin pada para buaya itu. Setelah itu Line berjalan pergi meninggalkan mereka. Mereka juga kembali menyelam.
"Haha... Mudah sekali kita membunuhnya tadi," dua tentara tadi berjalan dengan senang. Namun mereka tersesat dan malah menuju ke rawa.
"Kau bisa melihat peta apa tidak sih?"
"Biar aku lihat, sepertinya kita salah jalan," kata rekannya yang membawa peta. Namun mereka terdiam saat mendengar suara dari dalam air.
"Kau dengar itu?"
"Sepertinya ikan..."
"Tidak mungkinlah, disini ada banyak buaya."
"Kau bodoh, yang ada buayanya itu di hulu tempat kita menceburkan Line. Disini pastinya yang ada ikannya."
"Hm... Mungkin kau benar, baiklah ayo menangkap ikan-ikan itu," kata mereka, lalu mereka meletakkan barang-barangnya dan melihat ke air. Dan rupanya benar banyak ikan besar-besar berenang disana.
"Hehe... Kita bakalan kenyang," salah satu di antara mereka menceburkan diri untuk menangkap ikan.
Namun tiba-tiba rekannya yang ada di atas terjungkal ditendang seseorang. "Huwa..." dia tercebur.
"Hei..." mereka kesal dan menatap orang itu yang rupanya adalah Line. Mereka berdua langsung terkejut pucat.
"...Nikmati makan siangnya," kata Line yang berbalik berjalan pergi. Mereka masih terdiam kaku tapi tiba-tiba mereka terserang buaya. "Ahhh... Tolong-tolong kami!!" mereka sudah termakan dan banyak darah tersebar di rawa itu.
---
Kembali ke masa sekarang, di waktu saat ini.
Para harimau itu masih mengelilingi Line. Semua orang menyaksikan dari kaca tebal di atas. Uminoke ada disana dan melihat lebih jelas, seketika dia terkejut.
"Hah... Line," Uminoke berteriak. Labis yang mendengar itu segera mendekat.
"Mas Labis, tolong dia, dia adalah rekanku," kata Uminoke dengan panik. Tapi Labis hanya menatapnya kesal, seketika menutup mulut Uminoke.
Salah satu harimau maju dengan napas yang lapar. Namun tiba-tiba sesuatu telah muncul melesat dan berhenti di depan Line. Tak lain adalah si kucing hitam. "Kau terlambat," kata Line dengan tatapan dingin. Labis yang melihat itu menjadi terkejut.
"(Kucing itu...)"
Kembali ke masa lalu di ingatan Labis.
Line memberi makan kucing imutnya di halaman, lalu datang Labis. "Ah... Kau Line bukan, salam kenal aku Labis asisten kapten," Labis menatap.
"Ya," Line hanya membalas singkat.
"Apa kau suka hewan, karena aku memiliki seekor kucing juga sama sepertimu, dia berwarna putih," kata Labis.
"Lalu, sekarang?"
"Dia tak pernah muncul. Dia ikut mati bersama orang tuaku, teroris masuk ke rumah kami dan membunuh semua keluargaku di depan mata sendiri termasuk dia. Kucing ini pasti istimewa untukmu Line."
"Ya, dia sangat istimewa, ngomong-ngomong bisa kau tunjukkan ruanganmu, aku ingin sekali melihatnya," kata Line dengan tatapan arogannya.
"Bisa saja, kau juga harus mengajariku tentang kucingmu ini," Labis membalas.
Roland tak sengaja melihat mereka berdua berjalan ke kantor. Ia melihat mereka terpancar aura teman, seketika ia mengepal tangan dengan kesal.
"Jadi, semua ini kau urus," kata Line yang melihat rak penuh dokumen.
"Ya begitulah, tugasku memang ada di dalam dan tugas Roland adalah di luar."
"Hei, bagaimana jika kau memberitahuku kode informasi milik kemiliteran ini. Maksudku tunjukkan saja situsnya padaku."
"Oh... Situs kemiliteran ini tidak di jaga olehku."
"Siapa?"
"Situs itu di jaga kapten sendiri, tapi jika mau aku bisa menunjukkan situs depannya saja," kata Labis.
"(Situs depan saja itu tanpa kode... Aku harus memasukkan kode yang kutahu di situs terdalam,)" Line mengepal tangan sendiri.
Hari selanjutnya Line tak sengaja melihat Labis dan Roland sedang berbicara jauh darinya, ia bersembunyi dan melihat mereka secara diam-diam. Ia melihat mereka berteriak dan bertengkar hingga akhirnya Roland meninggalkan Labis. Labis hanya berdiri menundukkan badan, lalu Line datang. "Apa yang kau lakukan?" ia menatap dingin.
"Tidak apa-apa, ini bukan urusanmu," Labis membalikan badan dan berjalan pergi.
Line terdiam lalu kembali mendengar suara bising dari lapangan. Ia berjalan ke sana dan rupanya banyak tentara sedang melihat sesuatu di tengah-tengah mereka. Line semakin melihat dan rupanya kucing hitamnya sedang ditangkap oleh salah satu dari mereka.
"Hoi... Turunkan dia," Line berjalan mendekat.
"Oh... Ini kucingmu ya, kucing yang lemah ini miliknya hahaha," mereka semua menertawainya.
"Aturan di sini sudah jelas sekali harus memelihara anjing bukannya kucing... Karena kucingmu tak berguna aku akan melepaskannya di sini," orang yang menangkap kucing Line diarahkan ke kandang para anjing militer yang galak. Line terdiam sambil menatap dengan lirikannya.
"Kucing yang lemah."
"Memangnya... Kenapa harus memelihara anjing di sini?" kata Line.
"Huh... Apa kau bodoh, sudah jelas anjing itu kuat dan galak sementara kucing ini lembek hahaha."
"Lalu, bagaimana cara membuat anjing menjadi galak?"
"Ya, dengan memerintahnya."
"Kalau begitu aku akan meminta kucingku untuk menjadi buas," kata Line sambil menyila tangan sombong.
"Bwahahahaha... Kucing kecil kayak gini mana ada bisa galak apalagi buas," mereka semua tertawa. Tapi tiba-tiba kucing itu menjadi menggerang buas dari tenggorokan dan hidungnya, dia gemetar dengan gerangan itu membuat tentara yang memegangnya terdiam bingung. Tiba-tiba kucing itu berteriak keras dan memberontak mencakar tangan mereka. Orang yang mengangkatnya menjadi terkejut dan melemparnya namun kucing itu berdiri dari jatuhnya dan menggila menyerang mereka, ia juga menggigit mereka hingga berdarah.
"Ahk... Kucing gila!" mereka mulai berlarian pergi.
Semua orang terkejut dan ada yang berlari terbirit-birit sementara kucing itu terus mendekat perlahan ke tentara yang tak bisa apa-apa.
Line berjalan mendekat ke orang yang menghinanya. "Semuanya akan aku lawan, perkataan dan perbuatan akan aku lawan meskipun harus melawan hukum alam... Panggil aku raja buas," kata Line dengan tatapan membunuhnya. Semua tentara itu akhirnya mengangguk cepat ketakutan.