Descargar la aplicación
2.9% Cintaku Nyangkut Di Kantin / Chapter 8: Sekolah Favorit

Capítulo 8: Sekolah Favorit

Setelah mendapatkan ijin dari Widya perkara usaha sayur. Riski kembali ke rumahnya, ia ingin memberitahukan semua ini ke Sastro, Ibunya. Ia akan menceritakan semua yang telah ia alami dari bekerja dan bagaimana bisa mengumpulkan uang sebanyak ini.

Riski juga ingin melanjutkan ke SMK yang terbaik menurutnya. Terbaik karena lulusan dari sana banyak yang sudah bisa bekerja, Riski tak mau kuliah karena ya tentu masalah biaya. Bisa lulus dari SMK saja rasanya sudah sangat bersyukur, bukankah semua orang di dunia ini memiliki rejekinya masing-masing?

Sekolah yang di maksud oleh Riski adalah SMK Kenari Kimia. Sekolah yang mengajarkan tentang kimia, apa itu kimia, dan berbagai macam bahan-bahan kimia. Riski juga sudah membaca, pekerjaan apa yang cocok untuk lulusan dari kimia dan ternyata sangat banyak. Hampir seluruh pabrik membutuhkan orang yang paham tentang kimia, biasanya di tempatkan di bagian Quality Control atau Laboratorium di sebuah pabrik.

Itulah sebabnya Riski ingin kesana, tidak seperti sekolah SMA yang harus kuliah terlebih dahulu.

Padahal sewaktu SMP, Riski tidak mengetahui apa itu kimia karena tidak ada mata pelajaran. Tetapi, ia sering membaca buku di perpustakaan dan mengetahui dasar-dasar kimia itu seperti apa. Itu menjadi modal tersendiri bagi Riski untuk bisa memahami dan mempelajari apa itu kimia.

Setelah sampai di rumah, Riski langsung ingin menemui Sastro, ibunya.

"Buu." teriak Riski dari luar.

Sastro yang sedang berada di kamarnya langsung keluar, "Kenapa?"

"Ada yang ingin aku sampaikan..." kata Riski gugup.

"Apa itu?" tanya Sastro heran, kenapa anaknya tiba-tiba ingin menyampaikan sesuatu? Padahal sebelumnya ia tidak pernah bercerita masalah apapun.

Riski tidak mengeluarkan uang itu, ia memilih untuk menjelaskan semuanya terlebih dahulu, "Sebelumnya maafin Riski ya, buu. Karena sudah membohongi, sebenarnya Riski pulang larut sore setiap hari itu untuk bekerja. Riski bekerja menjual sayur dengan sepeda yang ada gerobaknya, sepeda dan gerobaknya itu milik seseorang dan Riski hanya menjualnya. Riski tau, habis dari SMP pasti ke SMA dan membutuhkan uang yang tidak sedikit. Oleh karena itu, Riski memutuskan untuk bekerja, bu." jelas Riski dengan menundukan kepalanya, ia tak sanggup menatap Sastro yang wajahnya terlihat sedih tapi juga bahagia karena anaknya bisa mengerti akan keadaannya.

"Jadi, selama ini kamu bekerja? Kenapa tidak bilang kalo kamu bekerja, Riskiii?" tanya Sastro.

"Riski tidak ingin membuatmu khawatir, bu." jawab Riski singkat. Memang hanya itu alasan Riski tidak memberitahu Sastro.

Sastro hanya diam dan mengusap air matanya. Tiba-tiba Sastro di kagetkan dengan Riski yang membuka tasnya, "Ini hasil bekerja selama ini, mungkin ini cukup buat uang masuk ke SMA, bu. Jadi, ibu nggak usah khawatir masalah biaya." tegas Riski.

"Ya ampun." Sastro memeluk Riski dengan erat, ia benar-benar tak menyangka akan anak yang terakhirnya ini. Fokus Sastro juga terhadap si Rudy yang masih kuliah dan membutuhkan banyak uang, tetapi ia melupakan Riski yang juga tentunya butuh biaya.

"Maafin ibu nak. Ibu sedang fokus ke kakakmu saja si Rudy, padahal di sisi lain ada kamu yang juga butuh uang. Tetapi kamu malah rela bekerja sepulang sekolah, untuk mencukupi biaya mu sendiri. Maafin ibu." Sastro menangis terisak-isak.

Melihat itu membuat Riski juga bersedih, "Udah, bu. Jangan nangis lagi."

"Itu uang sisanya buat kamu aja, terserah mau di buat apa. Ibu nggak minta, itu kan uang hasil kerja kerasmu, nak." kata Sastro mengusap air matanya.

"Jadi gini, bu. Uang sisanya akan di gunakan untuk modal usaha, Riski di kasih gerobak sama bu Widya karena beliau akan keluar kota. Riski akan berjualan sayur aja, bu. Kebetulan sudah banyak pelanggan Riski." jelas Riski yang memang sudah ia rencanakan.

"Jadi kamu sudah mempunyai rencana ya?" Sastro sungguh kagum terhadap anaknya ini. Bahkan ketika mempunyai uang ia tidak menghamburkannya, justru ia malah ingin terus bekerja. Sastro benar-benar salut.

"Iya, bu. Untuk saat ini seperti itu rencananya, tapi nanti juga akan di pikir lagi kedepannya." jujur Riski, sebenarnya untuk selanjutnya ia belum mengetahui teknik jualan sayur apa yang akan ia terapkan. Akankah seperti ia bekerja pada Widya, atau mengubah tata caranya. Ia masih terlalu abu-abu untuk memikirkannya.

"Yasudah, kamu simpan baik-baik uangnya yaa." tukas Sastro, "Oh iya, ingin melanjutkan ke sekolah mana?" sambung Sastro.

"Ke SMK kimia, bu. Di sana peluang kerjanya banyak, banyak yang membutuhkan lulusan kimia. Boleh, kan?" kata Riski.

"Kimia ya? Itu jaraknya lumayan jauh dari rumah, kamu mau naik apa kesana?" tanya Sastro, memang benar jarak rumah dari sekolah yang di inginkan Riski terlalu jauh. Mungkin kalo naik motor bisa mencapai 20-25 menit perjalanan dengan kecepatan sedang.

"Tapi, sekolah kimia di kota ini cuman itu aja, bu." jawab Riski lemas, ia tak memikirkan akan hal itu sebelumnya. Ternyata jarak juga bisa menjadi sebuah permasalahan.

"Tenang aja, masalah kendaraan ntar kakakmu ini yang membelikan." tiba-tiba ada suara dari luar. Ada secercah harapan bagi Riski. Ternyata itu si Joko, ia diam-diam mendengar obrolan Riski dan Sastro. Ia juga sangat kagum dengan adiknya, di saat yang lain sedang senang bermain tapi Riski malah giay bekerja mungkin alasan itu lah yang membuat Joko ingin menghadiahi sebuah motor kepadanya, meskipun sebenarnya gaji Joko tidak banyak-banyak amat.

"Beneran kak?" tanya Riski memastikan, takutnya kakaknya hanya membohonginya.

"Iyaa beneran. Tenang aja, lo gak usah pikirin akan hal itu." Joko menepuk pundak Riski berkali-kali.

"Yeayy, makasih. Yaudah Riski mau mandi dulu yaa." Riski berjalan menuju lemari dan kamar mandi.

Setelah melihat Riski di dalam kamar mandi, "Kamu dapat uang darimana?" tanya Sastro ke Joko. Sastro khawatir Joko akan mencuri motor, sungguh pemikiran yang buruk.

"Tenang aja, bu. Joko ada tabungan yang udah dari dulu, rencananya buat menikah tapi tak apa buat Riski dulu aja. Ia juga sudah sangat membanggakan bukan? Dengan ia giat bekerja sepulang sekolah? Bahkan ia mempunyai rencana lagi kedepannya. Masalah biaya nikah Joko kedepan, biar itu urusan Joko ya, bu." jelas Joko yang membuat Sastro meneteskan air matanya lagi. Ia bersyukur bisa memiliki anak yang mengerti akan keadaan, saling mendukung satu sama lain.

"Terkadang kita bisa mengubur impian kita demi adik bisa bahagia, bu. Nggak masalah impian itu, kan masih ada hari lain. Tetapi kalo masalah Riski? Ia benar-benar butuh akan kendaraan itu." sambung Joko lagi, dan berjalan menuju kamarnya. Ia tak tega melihat Sastro yang menangis.

Sastro mengelus dadanya, "Alhamdulillah ya allah memiliki anak yang mengerti akan keadaanku ini, aku sangat bersyukur." batin Sastro.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C8
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión