Descargar la aplicación
75% GEN / Chapter 12: BAB 12. KEKACAUAN (BANTAR)

Capítulo 12: BAB 12. KEKACAUAN (BANTAR)

Aku masih di studio kantor dan mataku masih nyanthol di kepala mikroskop saat perempuan berponi yang datang dari ruang HRD itu mengetuk pintu kaca dengan ujung kuku telunjuknya. ketika kepalaku mendongak, perempuan itu langsung melempar senyum sambil meletakan jempol tangannya di telinga dan kelingking menempel di mulut di mana memberi kode bahwa aku mendapat telepon. Kulepaskan pegangan jemari kiriku dari badan mikroskop dan kuletakan pisau pena dari jemari kananku. Tidak banyak Yang paham bahwa seorang pelukis uang pekerjaanya dengan memegang mikroskop layaknya seorang ahli biologi yang sedang meneliti spesies super kecil. Yang paham, tentu mengerti bahwa mikroskop itu digunakan untuk alat pembesar garis-garis yang aku guratkan di atas tembaga sebesar tidak lebih dari 10 cm.

Segera aku keluar dari ruang Espos, ruangan besar yang di dalamnya hanya ada aku dengan satu asistenku dan seringkali membuat iri karyawan lain. Untuk menuju ke ruang HRD yang berada di ujung koridor unit 002, aku harus melewati beberapa ruang lain seperti ruang marketing, RND, QIUSI, Desain, dan ruang Proof. Unit 002 merupakan jantung dari perusahaan swasta ini yang seharusnya mencetak uang asing jika saja tidak ada manuver politik dari perusahaan uang negara yang merasa tersaingi meskipun perusahaan negara tersebut sudah mulai kehilangan kualitasnya karena pelukis uang terbaiknya sudah pensiun. Saat ini, akulah pelukis uang terbaik yang dimiliki negeri ini, namun aku menolak penawaran perusahaan uang negara untuk bergabung dengan mereka. Bukan karena alasan gaji yang kecil, namun lebih kepada kebebasanku sebagai seorang seniman. Perusahaan uang negara memberi syarat yang cukup berat jika aku turut bergabung di sana, yakni dilarang berkarya dengan teknik engraving di luar kepentingan perusahaan itu, dan aku tidak menyanggupinya.

Tiba di ruang HRD, aku langsung menuju meja telepon yang terletak di sudut ruang dekat dengan pintu masuk.

"Hallo."

"Hallo, selamat pagi. Ini dengan Pak Bantar, Ya?"

"Iya, benar."

"Maaf pak, mengganggu waktunya. Saya dari Dari Day Care pak."

"Oh dari Day Care. Bagaiman, Bunda? Apakah ada masalah dengan anak saya?"

"Tidak ada, pak. Hanya saja kami ingin bertemu Bapak, ada hal-hal penting yang perlu kami sampaikan terkait Donya."

"Apakah harus sekarang?"

"Jika bisa secepatnya, pak."

"Saya akan segera kesana."

"Baik, pak. Terima kasih."

Kuletakan telepon kembali ke tubuh induknya, dan akupun segera beranjak menuju ke ruang kepala HRD untuk mengurus perijinan. Tidak membutuhkan waktu lama ketika ijin keluar kelar, karena meskipun aku masuk kategori staf namun bukan staf biasa dan sering diprioritaskan. Itulah keuntungan bagi kita yang memiliki kecerdasan dan kemampuan khusus. Seringkali begitulah aku memberi kebanggan pada diriku sendiri, meskipun ketika berada di hadapan perempuan yang bernama Rengganis itu selalu menjadi bodoh kemudian.

Setelah selama 20 menit aku dan motor butut kesayanganku berada di jalanan, sampailah di sebuah rumah bergaya joglo dengan halaman luas dan ditata sedemikian rupa dengan suasana ramah anak. Pada bagian bawah atap depan terpajang papan yang tidak terlalu besar dan bertuliskan "Day Care" nama TPA dan PAUD tempat Donya anak keduaku belajar dan bermain. Aku segera menuju pintu masuk dan langsung disambut oleh salah satu "Bunda", sebutan bagi guru dan pengasuh anak-anak di situ. Dipersilahkan diriku masuk ke salah satu ruangan kecil dengan satu meja dan beberapa kursi mengelilingi meja tersebut. Di salah satu kursi, di belakang meja dan menghadap ke arah pintu, duduk seorang perempuan yang dipercaya mengepalai Taman Anak tersebut. Demi melihat kedatanganku, dia langsung berdiri mengulurkan tangan menyalamiku.

"Silahkan duduk, Pak."

"Terima kasih." Kutarik kursi yang berada di seberang meja tepat berhadapan dengannya. Mata wanita separuh baya itu tetap lekat menatap setiap gerak tubuhku bahkan hingga pantatku menempel ke badan kursi tanpa melepaskan senyum yang sejak tadi terpasang di wajahnya.

"Tadi kok saya mendapat telepon dari sini untuk segera datang dan akan ada hal-hal penting tentang Donya yang harus segera disampaikan." Kataku datar.

"Iya pak, tadi awalnya saya berusaha menelepon istri anda, tapi kok Hpnya tidak aktif, kemudian saya menelepon ke HP Bapak dan juga tidak ada respon, lalu terpaksa saya menelepon ke kantor anda. Maaf jika mengganggu."

"Istri saya sedang dalam konsentrasi menulis novel barunya, mungkin saat ini sedang fokus kesitu. Dan saya, kalau sedang di kantor tidak diperbolehkan memegang alat komunikasi apapun karena unit saya unit security."

"oh begitu ya." Kata wanita itu sambil tersenyum mengangguk-angguk.

"Hal penting apa sekiranya yang berkaitan dengan anak saya, Bunda?"

"Begini, tadi ada sedikit insiden kecil di ruang Donya."

"oh, apa dia terluka?" sahutku segera dengan nampak nada kuwatir yang tidak bisa kututupi. Namun, ada yang bisa kumaklumi bahwa Donya memang anak yang sangat aktif dan ekspresif.

"Tidak pak, tidak ada yang terluka. Hanya saja, jika tidak terkendali sangat membahayakan sekitarnya?"

"maksudnya?" tanyaku dengan bingung. Saya pikir wanita ini mulai agak berlebihan.

"Mari ikut saya."

Kuikuti langkah wanita itu menuju ruang sebelah yang agak luas. Tidak ada seorang anakpun di dalamnya, namun ruang tersebut sangat berantakan dan malah terkesan hancur. Tampak pecahan kaca jendela berserakan di sekitar jendela tersebut. Ada bekas-bekas makanan meremah di lantai. Beberapa kursi plastik yang ada dekat jendela juga berserakan tak beraturan.

"Anak-anak sudah saya alihkan ke ruang lain, sementara Donya sedang ditenangkan dengan ditunggu 2 Bunda di ruang istirahat "

"Apakah, Donya yang melakukan semua ini? Apakah terjadi pertengkaran dengan saling melempar benda keras?"

"Benar. Donya yang melakukan semua ini, tapi dia melakukannya sendiri tanpa lemparan benda apapun dengan temannya."

"Mana mungkin! Dia hanya anak kecil yang belum genap berumur 5 tahun!"

"Ini sungguh terjadi pada putra, bapak. Donya melakukan semua ini hanya dengan satu teriakan panjang."

Wanita itu berjalan ke arah lemari panjang yang ada di samping papan tulis, kemudian mengambil sesuatu dan kembali untuk menunjukan padaku.

"Patung ini penyebabnya." Kuambil patung tersebut dari tangan wanita itu. Patung yang kepalanya sudah menghilang. Patung Budha, salah satu koleksiku yang biasanya kupajangkan di meja kerja rumah. Aku memang memiliki beberapa koleksi patung tokoh-tokoh dari berbagai Agama. Ada Patung Dewa Wisnu, Dewi Kwan Im, juga ada Patung Yesus dan salibnya. Ternyata Donya mengambil salah satunya.

"Tanpa sengaja patung ini dijatuhkan oleh salah satu temannya dan Donya menjadi histeris saat tahu kepala patung ini hancur"

Kemarahan seorang anak saat sesuatu yang menjadi miliknya diganggu orang lain, itu adalah hal yang wajar-wajar saja. Namun jika teriakan kemarahan itu bisa menghancurkan kaca jendela hingga berkeping, itu yang tidak aku mengerti. Hanya sebuah teriakan saja. Mana mungkin.

Sore harinya, sebelum kuletakan pantatku di sofa ruang kerja, aku duduk berhadap-hadapan dengan Rengganis, secangkir kopi dan beberapa batang rokok. Tidak banyak yang kami bahas sore ini. Ketidak mengertianku dan kesibukan Rengganis dengan pikirannya sendiri. Aku tahu yang menyebabkan pikirannya sibuk. Tentu Donya.

Bersambung..


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C12
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión