Descargar la aplicación
2.06% Terpaksa Mendua. / Chapter 8: Malam Pertama Penuh Duka

Capítulo 8: Malam Pertama Penuh Duka

"Sayang tolong panggilkan suster!" seru Ridho.

Monika terperangah karena tiba-tiba Ridho bangun lalu menyuruhnya memanggil suster.

"Kamu kenapa? Apa ada keluhan?" Monika balik bertanya.

"Aku ingin pulang dan mencabut jarum inpus Ini! " jelas Ridho.

Monika tambah panik, karena baru saja dia menerima perlakuan buruk dari dua kakaknya kini dia harus kembali dihadapkan dengan Ridho yang ingin pulang paksa.

"Suster!" teriak Ridho.

Karena Monika tak kunjung memanggil suster, maka Ridho pun segera meneriakinya supaya cepat ke sana.

"Sayang, apa kamu bisa bertahan dulu? Kondisimu masih belum stabil,"

Monika berusaha mencegahnya, namun tekad Ridho tak mampu Monika kendalikan.

"Suster!" teriak Ridho kemudian.

Ridho sama sekali tidak mau mendengar saran dari Monika, dia tetap bersikeras memanggil suster agar cepat masuk ke ruangannya untuk membantu mencabut jarum inpus.

Suster pun datang dan segera menanyakan maksud Ridho meneriakinya.

"Suster tolong segera cabut jarum inpus saya!" tegas Ridho.

Suster menoleh ke arah Monika lalu dia menelan salivanya sendiri karena ekspresi wajah Ridho yang begitu terlihat marah.

"Maaf Pak, saya tidak bisa seenaknya mengikuti apapun keinginan pasien tanpa arahan dari dokter! Jika Bapak memaksa perwakilan dari keluarga harus menemui dokter dulu!"

Suster pun takut dengan tidak sembarangan bertindak tanpa intruksi dari dokter.

"Kalau begitu biar saya sendiri saja yang menemui dokter! Saya sudah sehat dan tidak mau terus terbaring di sini!"

Ridho nekad dengan bangun dari tidurnya dan hendak berjalan sambil memegang kabel inpus.

"Ridho! Jika kamu memaksa biar aku yang menghadap dokter! Kamu tunggu saja di sini!"

Monika akhirnya mengikuti keinginan Ridho, dan Ridho pun duduk kembali di pinggir ranjang tidurnya sambil menunggu keputusan dokter.

"Ya sudah, aku tunggu!" sahut Ridho.

Tak perlu lama Monika meminta rekomendasi dokter jika Ridho boleh pulang, Monika kembali masuk ke ruangan Ridho bersama dokter untuk memeriksa dahulu Ridho.

"Baiklah saya ijinkan Pak Ridho pulang! Dengan catatan harus maksimal istirahat di rumah ya!" pesan dokter.

Dari sana barulah suster membantu Ridho mencabut jarum inpusnya.

"Terimakasih banyak dok," sahut Ridho.

Monika kelimpungan sebab dia tidak sendiri tidak tahu rencana Ridho mau apa, ke mana dan bagaimana.

Ridho berjalan keluar ruangan tersebut tanpa menoleh ke arah Monika sedikitpun atau pun mengajaknya.

"Sayang, bagaimana kalau kita ke apartemen aku saja!" cetus Monika.

Ridho tidak bergeming, dia tetap lurus berjalan. Tanpa menoleh apalagi menanggapi ajakan Monika tersebut.

"Sayang, kok kamu diam saja sih? Cara kamu berjalan pun kecepetan ini," keluh Monika.

Monika cukup kelelahan mengikuti jalannya Ridho yang setengah berlari. Namun di ujung jalan pintu gerbang rumah sakit Ridho berhenti lalu menghadap wajah Monika.

"Mana mobilmu?" tanya Ridho.

Monika tegang menghadapi sikap Ridho yang berubah total, tapi karena dia sudah merasa telanjur jatuh cinta dan menjadi istrinya baginya hal itu bukanlah masalah terlebih kini djrinya seperti dibuang oleh keluarganya sendiri.

"Kita ke apartemen aku ya!"

Monika tegaskan pada Ridho supaya dia melajukan mobilnya menuju alamat yang dia berikan.

"Ngapain ke apartemen kamu?" Ridho balik bertanya.

Monika semakin bingung menjawab apa dengan pertanyaan yang dilontarkan Ridho.

"Ya kita memulai kehidupan yang baru sebagai suami istri dong sayang," imbuh Monika.

Ridho seolah tidak peduli, dia tidak menanggapinya sama sekali. Dia lebih fokus menyalakan stater mobil dan melajukannya keluar dari area rumah sakit.

Setelah beberapa meter dari rumah sakit Ridho memarkirkan mobil Monika ke pinggir jalan. Dia tundukkan kepalanya ke setir mobil dengan mengepalkan ke dua tangannya.

"Sayang kamu kenapa? Jangan buat aku semakin panik dong! Aku lagi butuh seseorang untuk bisa membuat aku keluar dari masalah ini!"

Segera Ridho angkat kepalanya dan menjentikkan jari telunjuknya ke arah wajah Monika.

"Apa? Kamu butuh seseorang untuk keluar dari masalah kamu? " Ridho balik mengulang kata-kata Monika dengan senyum sinis lalu kembali duduk tegak di kursi supir.

Monika menyodorkan air botol mineral, dia berharap dengan cara seperti itu pikiran Ridho akan sedikit netral.

"Sayang, sebaiknya kamu minum dulu! Siapa tahu setelah ini pikiran kamu bisa sedikit tenang!"

Kali itu Ridho menyambut ide Monika dengan positif, dia raih botol air mineral tersebut dan segera menenggaknya hampir habis.

"Aku sendiri nggak bisa membantumu keluar dari masalah, buktinya kamu malah dibuang secara tidak langsung oleh keluargamu sendiri gara-gara aku. Apa yang bisa kamu harapkan dari aku?"

Nada bicara Ridho lumayan berubah rendah, dia bicara pelan sambil melipatkan ke dua tangannya ke belakang kepala dia.

"Sayang, kita kan sekarang sudah sah jadi suami istri. Jadi kita cari solusi sama-sama ya!" lirih Monika sambil menyandarkan kepalanya pada dada bidang Ridho sambil mengelus lembut dada Ridho.

Kala itu, kelelakiannya Ridho tiba-tiba muncul. Sangatlah tidak mungkin seorang pria menolak kehangatan perempuan di tempat yang sunyi seperti itu apalagi status mereka sudah sah di mata agama sehingga halal untuk saling menyentuh.

"Apa kamu pun bisa mencari solusi atas masalah yang tengah melandaku?" Ridho balik bertanya.

Dalam batinnya Ridho pun enggan melewatkan momen di mana Monika begitu dekat pasrah padanya, namun dia terlanjur penuh amarah sehingga dia tidak merubah posisi tangannya yang masih terlipat di belakang kepala dia.

"Ini kan masalahmu?" tebak Monika.

Saat Ridho balik bertanya segera Monika bangun lalu mengambil sesuatu dari saku kemejanya.

"Ponselku," ujar Ridho.

Segera Ridho meraba-raba saku celana juga kemeja dia, tempat di mana dia biasa menyimpan ponselnya.

Setelah sadar jika tidak ada, barulah Ridho paham jika ponsel yang dipegang Monika adalah miliknya.

"Kembalikan itu ponselku!" seru Ridho.

"Nggak, karena dengan ponsel ini aku tahu semua tentang kamu!" ujar Monika sembari melempar senyum kemenangan.

Jelas Ridho resah karena dalam ponsel tersebut ada kontak Rani.

"Tapi kamu tenang saja, sebelum aku tahu isi ponsel ini. Aku tahu status kamu dari data pribadi di HRD, aku paham kok sayang jika kamu sebenarnya sudah Beristri," ujar Monika sambil menyandarkan kembali kepalanya ke dada Ridho.

Ridho pun akhirnya berubah jadi tidak tertarik untuk meraih ponsel bututnya yang dipegang Monika.

"Kamu tidak merasa terganggu dengan statusku?" lanjut Ridho bertanya.

Monika menengadahkan kepalanya ke wajah Ridho sambil mengusap bakal bulu jambang yang tumbuh di sekitar wajah Ridho seraya mengungkapkan sesuatu

"Aku terlanjur sayang sama kamu sayang,"

Sontak Ridho membalas Monika dengan mengelus pipi serta menempelkan hidung lalu pertukaran saliva pun terjadi untuk yang pertama kalinya.

"Sayang, di mana alamat apartemen kamu!" tanya Ridho sambil memegang wajah Monika dengan ke dua telapak tangannya.

Monika pun menjawab sambil mengusap bekas saliva dia yang membasahi sebagian wajah Ridho.

"Jalan Merpati No 32," ungkap Monika.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C8
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión