Selir ketiga yang tidak tau apapun tentang peraturan bangsawan tampak santai, sedangkan Orchidia, tentu saja dia sangat paham bahwa sebenarnya Arabella sama sekali tidak punya pilihan untuk menolak undangan dari Julian Malven Kingston yang merupakan seorang Grand Duke.
Peraturan tak tertulis yang sudah menjadi rahasia umum di kaum bangsawan adalah, tidak boleh menolak permintaan ataupun undangan dari bangsawan yang bergelar lebih tinggi. Aturannya memang bukan dihukum oleh kerajaan, melainkan sanksi sosial. Yaitu, dikucilkan dari pergaulan kelas atas, di asingkan dari kelompok bangsawan, dan sudah pasti keluarga tersebut akan melemah dan menjadi bangsawan tanpa kekuatan.
Arabella menatap Vivaldi dan menyunggingkan senyum tipis, menyembunyikan perasaan kesalnya.
" Ayah, bagaimana mungkin saya bisa menolak undangan dari Grand Duke? Saya rasa, Ayah adalah orang yang tepat untuk mengambil keputusan itu untuk saya. Apapun pilihan Ayah, akan saya ikuti. Saya pikir, peran saya sebagai putri resmi keluarga Falzen adalah membantu Ayah menaikkan derajat keluarga kita di mata para kaum bangsawan. Bukankah begitu, Ayah?" balas Arabella dengan tutur kata semanis mungkin.
Oho, jangan anggap remeh Arabella. Emosi dan keterjutan semata tidak akan mempengaruhinya sedikitpun. Arabella menyiapkan diri bertahun-tahun sejak terlahir kembali bukan dengan main-main. Semuanya sudah Arabella persiapkan. Tidak ada yang namanya emosi dalam menjalankan balas dendamnya.
Lagi-lagi jawaban yang Arabella membuat Vivaldi senang sekaligus puas bukan kepalang, ternyata Arabella memang sangat sempurna sebagai seorang putri bangsawan.
" Bagus, Arabella. Aku sungguh sangat senang karena kamu percaya padaku, sebagai ayahmu. Jadi, menurutku kamu harus menerima undangan dari Grand Duke " ucap Vivaldi tanpa basa-basi lagi. Sedari tadi, sebenarnya Arabella memang tidak punya pilihan.
Senyum Arabella sama sekali tidak luntur meski mendapatkan balasan menyebalkan dari Vivaldi, sudah ia duga dari seorang Vivaldi. Sementara, Orchidia memandang Arabella dengan tatapan yang diam-diam prihatin. Menjadi Arabella pasti lelah, harus tetap kuat dan tegar, harus terus berpura-pura tidak tau apapun, padahal jelas hatinya terluka.
" Baik, Ayah. Kalau begitu, saya akan berusaha mencari gaun terbaik di lemari pakaian saya untuk menghadiri undangan dari Grand Duke " lontar Arabella.
' Aku sengaja menyebutkan tentang gaun, karena gaunku tidak ada satupun yang cantik. Dan Vivaldi, ayahku yang amat sombong itu pasti tidak akan membiarkanku datang ke kediaman Grand Duke dengan semua gaun lusuh itu. Ayo, keluarkan uangmu yang kamu rebut dari ibuku, Vivaldi!' batin Arabella.
Sesuai dugaan Arabella lagi, Vivaldi menaikkan alisnya sembari menatap Arabella dari kepala sampai kaki.
" Arabella, pergilah berbelanja hari ini. Gunakan saja anggaran perbulanmu, aku juga akan menambahkan uang lebih untukmu agar bisa berbelanja gaun yang sangat mewah agar membuat Grand Duke terpesona " ujar Vivaldi yang tanpa sadar mengemukakan niatnya, membuat Grand Duke terpesona.
' Wah.. ternyata Ayah sudah sangat tidak sabar untuk menjual aku ya? Apalagi, kali ini Grand Duke yang memiliki kekuasaan hampir setara dengan Raja. Ayah sama sekali tidak berubah, hanya mementingkan diri ayah. Menjijikkan ' batin Arabella muak.
" Baik, Ayah. Tapi maaf.. sejak kemarin saya sama sekali belum menerima anggaran bulanan, Ayah. Itu sebabnya saya masih memakai gaun lusuh dari desa " lirih Arabella yang ingin membuat Rose semakin dimarahi.
" Apa?! Bagaimana bisa? Memangnya siapa di kediaman ini yang berani menahan anggaran bulananmu?" geram Vivaldi.
Philip maju, " maafkan saya yang menyela, Tuan. Tapi, sejak sebelum Nona Arabella datang semua keperluan Nona di urus oleh Selir Rose, beliau memaksa. "
Bibir tipis berwarna merah cherry milik Arabella berkedut menahan senyuman, hari ini sangat menyenangkan. Cukup banyak hal yang ia lakukan untuk membalas Rose meski secara perlahan. Arabella tau bahwa semua keperluannya memang di urus Rose, dan selir pertama ayahnya itu memang sengaja menahan semua hak yang harusnya Arabella dapatkan untuk di korupsi.
Mungkin, Rose berpikir bahwa Arabella tidak akan tau dan menganggap bahwa ia memang tidak memiliki anggaran bulanan. Sayang sekali, Arabella tidak bodoh. Meski undangan dari Grand Duke di luar perkiraan Arabella, tetapi ia juga mendapatkan keuntungan dari hal itu. Seperti sekarang, ia bisa menyenggol dan menambahkan daftar kesalahan Rose lagi. Dan tak lupa juga, Vivaldi akan menambahkan uang untuk Arabella berbelanja.
' Menyenangkan, ' pikir Arabella senang.
Wajah Vivaldi merah padam, pria paruh baya itu tampak emosi.
' Mengamuklah, Ayah. Pukuli Rose lagi, seperti Ayah memukulku dulu ' batin Arabella. Sudut hatinya terasa nyeri, namun di saat yang bersamaan Arabella juga cukup puas.
" PANGGIL ROSE J*LANG ITU!!!" bentak Vivaldi. Nafasnya memburu. Vivaldi takut semua rencana yang ia susun untuk Arabella hancur berantakan karena campur tangan lancang dari Rose.
Orchidia terlihat sedikit ketakutan, tangannya gemetar. Meski ia tidak pernah dipukuli oleh Vivaldi karena selama ini Vivaldi tampak tidak peduli padanya, tapi Orchidia sering melihat bagaimana Rose dipukuli.
" Tenanglah, aku tidak akan membiarkanmu kenapa-kenapa " bisik Arabella yang ditutupi oleh kipas sehingga hanya Orchidia yang bisa tau.
Meski hanya perkataan dari seorang gadis muda, namun entah kenapa Orchidia merasa lega. Seolah, Arabella akan melindunginya.
Beberapa menit berlalu, namun Rose masih belum muncul.
" KENAPA LAMA SEKALI?!" teriak Vivaldi membahana di ruang tamu lantai satu ini.
Vivian dan Orchidia tersentak, mereka sedikit terkejut dengan teriakan Vivaldi. Namun tidak dengan Arabella, bentakan itu sudah sangat sering ia dengar dan rasakan. Makian, bentakan, hinaan, dan semua kata-kata yang menyakitkan sudah sering ia dapatkan dari mulut sang ayah di kehidupan yang lalu, jadi Arabella sudah terbiasa. Tidak ada yang Arabella takutkan lagi sekarang.
Rose muncul, dengan gaun yang sudah berganti dan wajah bengkaknya yang sedang dikompres.
" KENAPA BARU MUNCUL SEKARANG, ROSE?" tanya Vivaldi dengan suara menggelegar.
" Maafkan saya, Tuan. Tadi saya sedang mengompres wajah dan berganti gaun " lirih Rose. Pipinya bahkan masih sangat berdenyut karena tamparan Vivaldi.
Vivaldi berdecih, ia merasa muak melihat Rose hari ini. Padahal biasanya, Rose adalah penghiburnya di rumah ini.
' Kenapa baru sekarang aku menyadari bahwa Rose ini sangat menyebalkan? Sejak dulu dia selalu berusaha menjilatku, bahkan menghambur-hamburkan uangku ' batin Vivaldi kesal.
Matanya beralih pada Orchidia yang tampak anggun dan tidak menyebalkan seperti Rose, tampaknya Vivaldi sudah menemukan seseorang yang baru menggantikan Rose untuk menghangatkan ranjangnya.
" Kenapa anggaran bulanan Arabella belum kamu berikan? Kamu semakin kurang ajar! Dari pelayan, kamar, sampai sekarang anggaran bulanan milik Arabella, semuanya kamu tahan. Kamu sudah merasa hebat ya karena ku beri hak untuk mengurus kediaman ini sementara waktu?" tuduh Vivaldi sambil memicingkan matanya curiga. Ia merasa Rose mulai berpikir dirinya hebat dan berkuasa di kediaman ini.
Mata Rose terbelalak, " tidak, Tuan. Mana mungkin saya begitu!" bantahnya takut.
' Jeritan kesakitan Rose dan bentakan Ayah akan dimulai, lagi ' batin Arabella senang.