Descargar la aplicación
0.5% Malaikat Dan Iblis Yang Mencintaiku / Chapter 2: Bertemu Dengannya.

Capítulo 2: Bertemu Dengannya.

Bau hangus daging terbakar pun tercium, merebak hingga ke seantero lembah jurang itu. Asap masih membumbung tinggi ke awan. Mayat tergeletak tanpa bisa dikenali lagi. Bis sudah terbakar hangus. Alicia terbangun, namun ia tampak bingung. "Aku masih hidup?" Ia melihat telapak tangannya. Dan rasanya itu tidak mungkin sama sekali. "Gak mungkin!" Ia menoleh cepat kebelakang, ia mengingat teman-temannya dan juga para gurunya.

"Mereka ... " lidahnya kelu, ia melihat pemandangan yang sangat buruk saat ini. Pemandangan tak lazim yang ia dapati oleh matanya. "Mereka semua ... mati?" Tubuh Alicia gemetaran, ia tidak menyangka semua teman-teman dan guru dalam bis itu bisa membuat semuanya mati tanpa sisa. Dengan tubuh hangus terbakar.

Namun, langkah Alicia terhenti. Matanya melotot tajam. Ia sungguh syok apa yang ia lihat saat ini. "I-itu?" lidah Alicia kelu, ia tidak lagi bisa bicara. Dan kemudian benar-benar tidak menyangka apa yang ia lihat saat ini, kakinya terus mendekat. Alicia ingin memastikan kebenarannya itu.

"I-itu aku?" Ia langsung menutup mulut dengan tangannya. Tubuh hangus itu adalah dirinya sendiri. Ia masih mengenali tubuhnya sendiri dari sebagian wajahnya yang masih dapst ia kenali dan juga sebuah jam tangan masih terikat di pergelangan tangannya. "T-tidak mungkin?" pikir Alicia tak menduganya.

"Kalau itu aku ... l-lalu a-aku ini s-siapa?" Ia melihat telapak tangannya. Nyatanya, ia sudah dalam keadaan tembus pandang. "A-aku s-sudah m-mati?" pikirnya lagi. Tubuhnya langsung lemas, ia terduduk di depat jasadnya yang hampir seluruhnya terbakar.

"I-ini... t-tidak mungkin?" Tangannya menjuntai, ia hendak menyentuhnya. Namun apa yang terjadi? Tiba-tiba,

Syuuut.

Rohnya seolah ada yang menarik dari dalam jasadnya. Masuk kembali. Jari-jari itu mulai bergerak, lalu matanya mengerjap. Terbuka secara perlahan-lahan. Alicia hidup kembali.

Ia bangun, mengingat satu persatu apa yang terjadi. Namun anehnya, luka bakar itu sudah tak nampak di wajahnya. Ini benar-benar keajaiban bagi dirinya. Ia memegang wajahnya, semua tampak baik-baik saja. "Apa ini?" Hari ini, banyak hal-hal yang berada di luar nalarnya. Ia merasa sudah mati, dan tubuhnya sudah setengah terbakar. Dan sekarang, tiba-tiba ia hidup kembali dengan tubuh masih dalam keadaan utuh.

Alicia kembali menoleh, semua tidak ada yang hidup kembali kecuali dirinya. "Ini mu'jizat!" pikir gadis berusia enam belas tahun itu.

Mahluk-mahluk bercahaya putih dan bersayap itu pun mulai bermunculan. Mereka turun dari langit ke bumi. Bukan hanya satu, namun puluhan. Persis seperti yang Alicia lihat. "M-mereka? Bukankah mereka malaikat yang aku lihat tadi?" pikir Alicia. "Tidak, aku harus pergi dari sini sebelum mereka melihatku." Alicia bergegas bangun dan pergi dari tempat itu.

Ia bersembunyi tidak jauh dari tempat kecelakaan. Matanya terus fokus pada mahluk bercahaya putih dengan sayap berbulu halus yang menyilaukan.

Satu persatu mahluk yang disebut malaikat itu turun. Alicia terkesiap kala malaikat-malaikat itu sama persis yang ia lihat dan ia tidak sedang dalam keadaan bermimpi, sebelum kecelakaan di dalam bus tadi. "Jadi, mereka hendak menjemput jiwa-jiwa semua teman-temanku!" guman batin Alicia.

Ia menyaksikan penjemputan para roh teman-teman dan guru pendampimg perkemahan. Malaikat-malaikat itu menarik paksa jiwa-jiwa yang belum keluar dari dalam jasadnya. Kemudian mereka mencatat siapa saja yang sudah dijemput oleh mereka. Setelah itu, jiwa-jiwa itu mulai berjalan memasuki lorong berwana putih, warna yang sangat kontras dengan warna jiwa-jiwa itu.

"Apakah sudah semua jiwa-jiwa itu kalian jemput?" tanya salah satu malaikat bersayap paling lebar di antara yang lainnya. Suaranya membuat Alicia merinding dan ketakutan. Malaikat itu sangat berbeda dengan malaikat-malaikat lainnya. Ia begitu dihormati juga terlihat sangat bijaksana dan sangat kuat.

"D-dia, s-suaranya begitu menakutkan. D-dan auranya pun sangat berbeda dari malaikat lainnya. A-apakah dia malaikat maut sebenarnya?" tanya batin Alicia. Seluruh tubuhnya gemetaran dan merinding.

Para malaikat bersayap kecil terdiam, ia ketakutan. Kepala yang menunduk dan wajah yang sangat pucat.

"Kenapa kau diam, hah? Apa kau tuli sampai-sampai kau mengabaikan ucapanku?"

"M-maaf Tuan Rail, s-saya hanya tidak tau apa yang harus saya katakan pada anda, Tuan," kata Malaikat bersayap kecil itu sangat gugup.

"Maksud kamu?"

"Salah satu jiwa dari daftar penjemputan ini tidak bisa kami temukan!"

"APA?" Teriak Malaikat itu bersuara menggelegar, melebihi suara petir yang menyambar. "BAGAIMANA BISA JIWA ITU KABUR DARI PENGAWASAN KALIAN?"

Alicia duduk di antara pepohonan dan semak-semak, ia sangat ketakutan sampai tubuhnya gemetaran di pojokan dekat pohon besar, sambil menutup mulut saat mendengar suara Malaikat maut itu. Ia menduga-duga siapa jiwa yang kabur dari penjemputan para malaikat itu, "Jiwa yang kabur? Siapa? Siapa jiwa itu?"

"M-maafkan k-kami tuan. Biar k-kami mencarinya sekali lagi!"

"Cepat kalian cari, sebelum matahari terbenam para jiwa itu harus sudah ke surga!" ujar malaikat maut bernama Rail itu. "Dan aku tidak mau ada alasan lain." Kalimat akhir yang penuh penekanan dan tidak boleh di bantah sedikitpun oleh para malaikat-malaikat asisten itu.

Para malaikat asisten itu menuruti apa yang Rail perintahkan. "Sial, kenapa jiwa itu harus kabur?" pikir Rail. Ia menampakan wajah seram yang menakuti Alicia yang masih bersembunyi.

Gadis itu tidak sengaja mendengar percakapan antara Rail dan para malaikat asistennya. "Siapa satu jiwa yang mereka sebutkan itu? Atau jangan-jangan satu jiwa itu adalah ...." Alicia tidak melanjutkan ucapannya lagi. Ia terlalu takut untuk memikirkannya. Bila ia memang harus mati, ia akan mati. Tapi bukan sekarang ia harus merasakan kematian itu. "Tidak ... tidak ... tidak ... aku tidak mau mati sekarang. Pokoknya aku harus pergi sekarang juga agar malaikat itu tidak menemukanku," pikir Alicia. Ia membalikan tubuhnya dan berjalan dengan posisi berjongkok. Ia tidak mau malaikat itu melihatnya.

Namun, mendadak saja langkahnya terhenti. Di hadapannya, ia melihat sosok itu perlahan-lahan dari ujung kaki, sayap yang besar hingga menyentuh tanah. Lalu mata Alicia melihat terus ke atas, pakaian serba putih terlihat di tubuh malaikat itu tampak bersih dan menyilaukan. Dan hingga mata itu melihat wajah malaikat maut. Wajah yang ia pikir begitu mengerikan seperti di dalam film-film animasi yang ia tonton.

Tetapi, malaikat satu ini begitu berbeda. Wajah yang terlihat begitu tampan dengan tubuh yang begitu kekar. Tubuhnya juga bersinar terang dengan cahaya berkilauan. Ia benar-benar tidak akan menduga bisa melihat dan bertemu langsung dengan malaikat maut.

"T-Tuan M-Malaikat Maut?"

"Akhirnya, aku temukan juga kau. Jiwa yang hilang," ujarnya dengan tatapan dingin kearah Alicia.

****

Bersambung.


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
KSIndra KSIndra

Hi, please support me with the collection my story into your library, give also my story with tour power stone. and after then you can click gift for makin me always up date a new chapter. Because your support making me have the power for make a good chapter.

thanks a lot for you support.

KS Indra.

Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C2
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión