Kedatangan Reagan dirumah Marco mendapatkan sambutan yang begitu meriah dari sang tuan rumah dan para tamu yang sudah datang terlebih dahulu, kabar pernikahan Reagan benar-benar sudah diketahui banyak orang. Tidak mau membuat sang tamu kehormatan merasa tidak nyaman, Marco lantas bergegas menghampiri Reagan dan Jarvis yang masih berdiri didepan pintu masuk.
"Welcome." Marco langsung melingkarkan tangannya pada pundak Jarvis dan Reagan. "Kenapa kalian berdua datang telat sekali? Sungguh sangat tidak biasa, apakah ini ada hubungannya dengan berita yang aku dengar tadi siang?"
"Shut up!" Reagan melepaskan tangan Marco dari pundaknya dengan kasar dan berjalan cepat menuju tempat pesta meninggalkan Marco yang masih merangkul Jarvis.
Marco terkekeh. "Sepertinya pengantin baru kita sedang begitu sensitif, apakah ini ada hubungannya dengan pengantinnya yang cantik itu?"
"Aku tidak bisa memberikan jawaban apapun padamu, jika kau penasaran kau bisa.."
"Akh kau ini terlalu kaku Jarvis, sama sekali belum berubah. Masih persis seperti tujuh tahun yang lalu," ucap Marco pelan memotong perkataan Jarvis. "Katakan padaku, darimana si brengsek itu bertemu istrinya yang sangat cantik itu, huh?"
Jarvis menaikkan satu alisnya. "Sangat cantik."
"Gadis yang diperkenalkan Roman West tadi siang dihadapan para wartawan benar-benar sangat cantik, kecantikan alami yang sangat jarang ditemukan di masa-masa seperti ini dan jujur saja aku iri pada temanmu yang bodoh itu," celoteh Marco tanpa sungkan, dia sama sekali tidak merasa malu memuji istri temannya sendiri. "Jadi cepat katakan padaku dimana Reagan menemukannya, aku juga ingin mencari satu istri yang cantik seperti gadis itu."
Meskipun saat ini Jarvis bekerja pada Reagan namun Jarvis tetaplah seperti Jarvis yang dikenal Marco dan teman-teman kuliahnya yang lain. Dalam gerakan cepat Jarvis berhasil melepaskan diri dari pelukan Marco yang menempel padanya seperti lintah, Jarvis tidak peduli jika dirinya saat ini sedang berada dirumah Marco.
"Gunakan akal sehatmu Marco, wanita yang kau kagumi itu adalah istri Reagan teman baikmu sejak sepuluh tahun yang lalu. Kau tentu tidak akan merusak persahabatan kita yang sudah terjalin lebih dari sepuluh tahun ini hanya karena seorang wanita saja bukan?"
Marco menyeringai lebar. "Oh come on, aku hanya bergurau Jarvis. Kenapa kau serius sekali? Aku juga tidak akan mungkin merebut istri teman kuliahku sendiri, aku tidak serendah itu."
"Baguslah kalau begitu, aku akan ingat kata-kata ini dengan baik," sahut Jarvis cepat, secepat langkahnya menuju tempat pesta menyusul Reagan yang sudah berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Meskipun Jarvis saat ini bekerja pada Reagan, namun backgroundnya yang berasal dari satu kampus yang sama dengan Reagan dan Marco membuat Jarvis mengenal semua teman-teman Reagan dan Marco. Karena itulah dia berani bersikap sekasar itu pada Marco, sang tuan rumah.
Melihat Jarvis pergi begitu saja membuat Marco tersenyum kecil, kedua mata hitamnya menatap ke arah Jarvis dan Reagan yang sedang berbicara berdua tanpa dengan penuh arti. Sebuah tatapan penuh rasa iri dan kedengkian yang nyata.
***
"Sekolah kepribadian?" Crystal mengulangi perkataan James dengan kaget.
Sebenarnya Crystal sudah sangat senang saat menikmati makan malam seorang diri di ruang makan, namun kesenangannya itu berubah menjadi kepanikan saat James tiba-tiba datang. Beruntung tiga jam yang lalu Crystal langsung mengoleskan salep pereda memar milik Reagan ke pipinya sehingga James tidak menyadari ada yang aneh dengan pipinya saat ini.
James mengangguk. "Tuan besar melakukan ini demi kebaikanmu Crystal."
"Tapi aku…"
"Kau pasti akan menyukainya, ditempat itu kau akan bertemu dengan banyak orang baru. Ada banyak sekali gadis muda seusia dirimu di sekolah itu dan kau bisa berteman dengan salah satunya sehingga kau bisa beradaptasi dengan cepat di London," ucap James kembali melanjutkan perkataannya.
Crystal menundukkan kepalanya, dia lupa jika dirinya bukan siapa-siapa yang berhak menolak perintah sang tuan rumah. Crystal hampir melupakan posisinya di rumah ini.
"Kau tidak usah khawatir, Reagan tidak akan marah jika Tuan besar sudah bersabda jadi tidak usah takut. Yang perlu kau lakukan saat ini adalah tidur dengan cepat sehingga besok pagi kau tidak terlambat datang ke sekolah barumu."
"Aku mengerti."
James menipiskan bibir. "Baiklah kalau begitu, kau sudah boleh kembali lagi ke kamarmu."
"Terima kasih James," ucap Crystal sedikit terbata.
James menganggukkan kepalanya, tidak lama setelah itu dia membalik tubuhnya dan berjalan pergi meninggalkan ruang makan dimana Crystal berada. Ruang makan besar itu kembali terasa hening setelah James pergi, sama seperti sebelumnya disaat Crystal menikmati makan malamnya. Karena merasa tidak nyaman berada di ruang makan yang besar itu seorang diri, Crystal lantas memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Kamar tidurnya dan Reagan yang sekarang entah sedang bersama siapa dan melakukan apa, Crystal justru merasa lebih tenang jika di dalam kamar itu tidak ada Reagan.
"Selamat malam Crys, semangat untuk menghadapi hari esok. Kau sudah sangat hebat hari ini," ucap Crystal pelan setelah menyelimuti tubuhnya dengan selimut pemberian Reagan keseluruh tubuhnya.
Meskipun Crystal terpaksa menjalani pernikahan ini namun dalam hati Crystal begitu bersyukur, saat ini dia tidak perlu lagi merasakan lagi dinginnya angin malam yang menembus dinding rumah sewanya yang tidak layak itu setiap malam datang. Namun, dilain sisi Crystal merasa takut. Dia takut terlalu nyaman dengan semua kenikmatan yang didapatkannya saat ini, Crystal belum siap merasakan sakitnya dijatuhkan dari ketinggian lagi seperti sembilan tahun yang lalu saat semua kebahagiaannya direnggut oleh seorang wanita jahat yang wajahnya masih sangat Crystal ingat dengan baik.
Bersambung