"Tidur jam berapa sih lo sampai terlambat bangun? Untung gue punya inisiatif nelpon lo bolak-balik." David, manajer Raditya langsung mencecar Raditya, nadanya bicaranya sedikit jengkel.
Raditya cuma tersenyum lebar, tidak ada gunanya mendebat David, lebih baik diam dan mengakui kesalahan. Lagipula itu memang kesalahannya. Raditya menepuk punggung David, meminta David untuk bersabar dan mengerti dirinya. David hanya menghela napas panjang. Nggak ada gunanya juga harus marah-marah dengan Raditya.
"Gue masih ngantuk, nanti di pesawat gue mau tidur."
"Ada acara apa sih? Biasanya lo selalu disiplin. Lo selalu mempersiapkan diri dengan baik."
"Kemarin gue diundang makan malam sama seseorang, terus selesainya udah malam banget. Ya udahlah, gue tidur telat. Akhirnya begini. Sorry Bro!" Raditya menangkupkan kedua tangannya di depan dada, matanya bersinar jenaka.
"Siapa yang ngundang lo? Gue kenal?"
"Tetangga gue, lo nggak kenal sama dia."
"Cewek?" Melihat raut muka Raditya yang terlihat bahagia, David yakin pasti ada sesuatu dengan Raditya. Apalagi kalau bukan soal cinta.
Raditya hanya mengangguk, senyum tak lepas dari wajahnya.
"Pacar lo?"
"Belum jadian, gue naksir nih cewek. Entar deh kalau udah jadian gue kenalin ke lo."
"Artis juga? Venita? Kayaknya lo lagi dekat sama dia. Infotaiment kemarin beritanya lo sama Venita di pesta sepupu Venita. Lo udah masuk ke keluarga Venita, mau kawin sama dia?"
"Bukan Venita! Gila aja gue sama dia!" Raditya cepat menyanggah berita itu. Ekspresi Raditya terlihat tidak senang.
"Gue kirain dia, kemarin heboh di infotaiment. Lagian lo ada diacara sepupu Venita, pasti dikira ada sesuatu lah."
"Gue nggak enak mau nolak, si Venita maksa. Lagian gue masih harus promo film sama dia. Gue harus tetap berbaik-baik sama Venita. Biarin lah, mungkin dengan begini film gue jadi laris."
"Trus cewek yang waktu itu kepergok jalan sama lo di bioskop, siapa lagi tuh? Gue ketinggalan banyak banget cerita tentang lo."
"Makanya jangan kelamaan bertapa di luar negeri."
"Gue kan mengunjungi oma gue yang sakit. Selagi bisa gue lihat ya gue ke sana lah."
Mereka berdua tidak lama berada di ruang tunggu, karena pesawat akan segera terbang. Raditya sudah tidak sabar untuk duduk di kursi pesawat dan tidur. Dia sangat membutuhkannya.
***
Selama dua jam di pesawat Raditya tidur nyenyak, dia sudah berpesan pada David untuk tidak diganggu oleh siapapun, termasuk David.
"Jadi lo nggak usah ngajak gue ngobrol. Kalau ada yang bikin lo penasaran, atau ada hal lucu, atau sesuatu yang penting yang mau lo bilang ke gue...lo simpan dulu ya. Oke Bro!" Raditya menepuk lengan David. Lalu dia segera memejamkan mata.
"Eh, lo belum jawab pertanyaan gue soal cewek yang di bioskop itu?"
"Entar gue jawab! Gue mau tidur!"
***
Raditya baru saja pergi tapi Rembulan sudah merasa sepi. Pagi ini dia minum kopi sendiri, biasanya ada Raditya yang duduk dihadapannya sambil bercerita banyak hal. Rembulan paling suka kalau Raditya cerita tentang kehidupannya di lokasi syuting, tentang teman-temannya dan kejadian-kejadian lucu yang sering membuat Rembulan tertawa. Raditya pandai memainkan ekspresi wajah saat menceritakan semua itu, mungkin karena Raditya seorang aktor. Rembulan ikut terhanyut mendengarnya.
Ternyata aku merindukannya. Rembulan menyesap kopinya, dan memandang langit yang berubah warna.
***
"Dit, bangun! Udah mau landing!" Raditya menegakkan tubuhnya, melihat ke arah David. "Kita langsung ke hotel kan?"
"Ya, nanti malam ada acara penggalangan dana untuk amal. Lo diundang diacara itu. Sekadar formalitas, Lo cuma setor tampang aja," kata David.
"Serius cuma setor tampang? Lo yakin?" Raditya tersenyum tipis. Biasanya kata setor tampang berarti dia harus bicara satu dua patah kata, atau menyanyikan sebuah lagu dengan suaranya yang biasa-biasa saja. Begitu saja sudah banyak yang bertepuk tangan. Terkadang dia merasa lucu, mereka berani membayar hanya untuk melihat tampangnya atau mendengar suaranya yang biasa-biasa saja.
"Besok agenda lo, jadi juri diacara pemilihan model. Biasanya lo bahagia kan kalau ada acara kayak gitu." David nyengir lebar.
"Sialan Lo! Gue cuma mengagumi sesuatu yang cantik dan indah. Mata gue bisa dimanjakan dengan pemandangan seperti itu selama dua jam kan menyenangkan. Apalagi kalau modelnya pinter."
"Dan lo biasanya jadi penasaran!" David tergelak.
"Tau aja lo!" Raditya menyikut David. Raditya memang penasaran kalau melihat perempuan cantik dan pintar. Namun biasanya dia hanya sekedar penasaran, jarang sekali dia mendekati perempuan itu. Walaupun sangat mudah baginya untuk mendekati seorang perempuan. Dia harus memiliki ketertarikan yang kuat baru akan berusaha mendekati seseorang. David sudah sangat mengenal dirinya. Kalau Raditya sedang mendekati seseorang, berarti di mata Raditya perempuan itu sangat istimewa.
***
Raditya melihat kearah luar, menikmati pemandangan kota. Dia mengambil ponselnya, kemudian menelpon Rembulan. Bibirnya tersenyum saat mendengar suara Rembulan.
"Aku sudah sampai, sekarang sedang menuju ke hotel." Diseberang sana Rembulan hanya mengucapkan ya.
"Apa agendamu hari ini?"
"Aku akan ke kantor penerbit, bertemu editor, membicarakan soal naskahku. Menemani Bang Ari mencari buku." Raditya mencengkram pegangan kursi, jarinya mengepal. Dia tidak suka Rembulan dekat dengan Ari.
"Bang Ari nggak bisa pergi sendiri? Harus bareng kamu?"
"Dia meminta bantuan ku untuk mencarikan buku yang mau dihadiahkan buat temannya. Kenapa?"Rembulan bertanya dengan nada polos.
Raditya yakin itu hanya alasan Ari biar bisa mendekati Rembulan. Raditya ingat betapa Ari tadi malam bersikap sok romantis dengan Rembulan.
"Nggak apa-apa. Ya udah, nanti aku kabari lagi. Semoga hari ini semua berjalan lancar ya." Raditya mematikan ponselnya. David yang duduk disamping Raditya sedari tadi melirik Raditya dan melihat perubahan raut wajahnya.
"Cewek yang lo suka? Tadi gue lihat lo tersenyum bahagia." Raditya hanya mengangguk.
"Sekarang kenapa muka lo jadi begini?"
"Gue nggak suka dia dekat sama laki-laki lain. Itu cowok mantannya waktu sekolah. Jelas aja gue nggak rela!"
"Bang Ari itu, gue kenal?"
"Iya, lo kenal dia."
"Tunggu! Cuma satu Bang Ari yang gue kenal...sutradara?" David bertanya meyakinkan.
"Iya." Raditya menjawab dengan nada malas.
"Gue jadi penasaran kayak apa sih cewek ini bisa membuat seorang Bang Ari dan lo suka."
"Dia perempuan yang kecantikannya biasa aja, tubuhnya biasa aja. Tapi ada sesuatu yang membuat lo akan merasa nyaman di dekat dia. Itu!"
"Gue baru tahu lo bisa begini." David menggeleng-gelengkan kepalanya, dia tersenyum kecil mendengar Raditya bicara.
David mengenal Raditya sekitar tiga tahun sehingga membuat mereka dekat. Hubungan mereka bukan sebatas hubungan manajer dan artis tapi menjadi sebuah persahabatan.
David baru mendengar alasan Raditya mendekati seseorang karena dia merasa nyaman. Bah, alasan apa pula itu!
David menjadi sangat penasaran dengan perempuan ini. Nanti kalau mereka pulang ke Jakarta, David ingin segera dikenalkan dengan perempuan yang sudah membuat Raditya merasa nyaman.
Dilihatnya lagi Raditya yang sibuk dengan ponselnya, memandangi foto seorang perempuan yang sedang duduk dan memegang cangkir. Fotonya seperti sebuah siluet. Mungkin itu perempuan yang membuat Raditya jatuh cinta.