.
.
.
Di dalam sebuah ruangan gelap, Mu Shenan memandang gelas whizkinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Beberapa kali, dia mencoba menggoyangkan alcohol di dalamnya hanya untuk melihat gelembung-gelembung kecil dari dalam gelas itu untuk naik ke permukaan. Cukup lama dia melakukan hal itu. Hingga pada akhirnya, sebuah kata terucap dari bibir tipisnya.
“Cari tahu, apa saja yang terjadi pada wanita itu selama ini,” tuturnya kepada asisten Bai yang juga ada disana.
“Siap Tuan!” sahutnya seraya menyambar ponsel untuk menghubungi orang-orang dalamnya.
Masih tetap terpaku pada gelembung whizki itu, Mu Shenan tidak dapat mengusir pikiran yang saat ini tengah menguasai pikirannya.
Bagaimana tidak, selama ini, dia tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan wanita itu. Bukan karena dia tidak bisa, melainkan karena dia sebelumnya memang tidak perduli dengannya.