.
.
.
Meskipun sedikit geram, Mu Shenan mencoba menahan dirinya dan lekas berlari tanpa aba-aba. Tidak ada pikiran lain di otaknya selain ketakutannya pada koin yang akan dijatuhkan oleh isterinya yang sedang marah itu ke dalamnya.
Berlari dan terus berlari. Mu Shenan tidak memperdulikan keringatnya yang mulai menetes di dahinya. Pandangannya lurus ke depan. Bahkan ketika, seorang petugas meneriakinya, dia tidak memperhatikannya.
“Hey, Tuan! Lokasi akan ditutup 10 menit lagi!” kata seorang pemandu wisata di tempat itu.
Mu Shenan tidak memperdulikan suara itu. Dia terus saja berlari di sepanjang jalan setapak yang diterangi oleh lampu-lampu jalan berwarna kuning disekitarnya. Rasanya, dia sedang berlomba. Dadanya berdegup dengan kencang seraya mengikuti arah peta yang sudah terekam di otaknya.