Descargar la aplicación
71.42% Wind of Dreams / Chapter 7: Chapter 7 : Planning for Future

Capítulo 7: Chapter 7 : Planning for Future

"Abang sekarang planningnya mau ngapain, sekarang?" tanya Arya yang sepertinya penasaran dengan apa yang dibicarakan abangnya dalam cafe tadi.

Dia membuka tasnya yang berada di depan dengan tulisan "Surat Berkas Analisis" dan sebungkus rokok yang sepertinya tidak dibuka selama lebih dari dua minggu, mungkin akan ada progress yang sepertinya lebih besar dari yang ia pikirkan.

"Kakak mau ikut lomba estafet lari 200 km, Jakarta - Bandung via puncak, kakak Sefa juga ikutan partisipasi untuk lomba ini."

Mendengar itu, matanya melotot dengan sangat ternotis. Dia seolah mendengarkan omong kosong tanpa bukti dari kakaknya. Ssepertinya, saat ini dia sedang membual sesuatu yang membuatnya senang.

"Lu serius? T-Tapi gue gak pernah liat lari keliling lapangan, atau bahkan lari dengan rute."

"Sayangnya tim gue lolos untuk kualifikasi lomba lari esafet dengan catatan waktu lima belas menit."

"Ah anjirr, dongeng mulu lu! Ngerokok terus mana bisa lari 20 kilo, orang yang normal kagak ngerokok aja suka ngos-ngosan."

"Tadi, lu ngeliat kan rokok gue blm dibuka, itu udah gue tahan sejak 45 hari yang lalu, menu latihan gue juga berat selama jangka waktu itu, jadi kalau dipikir-pikir, lu yang harusnya mikir, jadi atlit sepak bola itu gak gampang."

Percakapan tentang lomba lari ultra marathon itu menjadi penjaga waktu di tengah menusuknya angin malam dalam membelah keheningan diantara mereka melintasi padang batu yang disebut dengan aspal. Inilah yang ia pikirkan selama ini untuk menjadi berkualitas.

******

"Kakak lu keren juga, ya."

Arya hanya bercerita kepada Sefa tentang apa yang ia ingin pikirkan. Tapi, tidak terasa cerita tersebut hanya berlangsung selama beberapa waktu saja dan kemudian bel istirahat berbunyi yang suaranya mencapai dari ujung sekolah.

"Ehhh, kalau hari pertama ke kantin, bakal kena omel senior gak sih?" tanya Sefa yang sepertinya masih ragu-ragu untuk pergi.

"Mending ke kelas dulu, kayaknya pecah banget deh rusuhnya."

Tiba-tiba salah satu kakak kelas, mendekat ke arah mereka dan kemudian berbicara kepada Arya dan Sefa yang ada disitu.

"Lu punya nyawa berapa dateng ke tempat ini?" tanya Pasan, senior tahun ke-3 yang bersikap sangat kasar dan tidak peduli dengan siapapun.

"Mau punya berapa kek, apa peduli gue, ini bagian lingkungan sekolah."

Arya yang berbicara dengan terang-terangan langsung ketakutan, karena orang itu memakai tongkat bisbol untuk menyerang Arya. Ternyata, sekolah ini lebih mengerikan daripada yang dipikirkan. Sepertinya, Sefa akan lebih menderita ketika ia tahu bahwa sekolah yang ia pilih salah.

******

"Aku mau masuk sekolah ini!" kata Arya yang sedang memutuskan untuk memilih sekolah yang sepertinya predikat prestasinya tidak terlalu baik.

"APAA?? SESAMPAH ITU KAMU DEMI SEPAK BOLA, KAMU SAMPAI MEMILIH SEKOLAH BURUK ITU!!" ujar Nindy yang tidak terima dengan pernyataan anaknya yang berkata seperti itu.

"Orang tua tuh gak pernah kebahagiaan anaknya, kenapa orang tua selalu memberi pikirannya buat anaknya, seolah anaknya harus banget ngikutin pemikiran itu, bahkan pendapatnya aja dikekang, bagaimana anak bisa bebas? Ayolah aku bukan anak-anak lagi, aku sudah mau kuliah, berhak menentukan apa yang aku inginkan."

"Kamu anak nakal! Saya gak bisa percaya kamu," ujar orang tuanya yang sepertinya tidak tahan lagi dengan jawaban Arya yang begitu blak-blakan.

"Cuma karena saya pulang malam untuk latihan dan anda mengatai saya anak nakal, apa korelasinya? JAWAB!!" ujar Arya yang sepertinya mulai bersikap gegabah.

"BERHENTI ARYA!!"

Suara tersebut adalah suara ayahnya yang bernama Deno, dia sangat kesal mendengar perdebatan diantara kedua orang tua tersebut, ayahnya sendiri saat ini adalah seorang pengangguran yang malas bekerja. Mungkin, hanya menunggu waktu untuk memastikan bahwa mereka berdua akan berpisah dan mengkhianati kepercayaan seorang anak.

"Gue sebagai bapak disini, ga suka liat lu pada ribut-ribut, buat lo Arya, kalau gue denger lo ribut lagi, gue gak segan-segan sikat lu! Buat Nindi, biarin aja lakuin apa yang dia mao, kalau dia jatuh atas kesalahannya sendiri, kita lepas tangan, karena itu salahnya dia, terserah dia mau ngapain."

Jawaban ayahnya tidak pernah memuaskan hatinya sendiri. Dia merasa bahwa ini adalah sebuah pernyataan yang menyakitkan. Lebih baik dia menyudahi apa yang ia pikirkan saat ini. Karena, ini adalah tahap menyakitkan daripada berpikir hal yang baik terkait itikad baik terhadap orang tua.

******

Arya yang tidak bisa berbuat apapun, akhirnya dibela Sefa. Dia tahu bahwa Arya hanya bisa berdebat tanpa akhir, tanpa melakukan tindakan apapun. Sedangkan, Sefa hanya diam mengamati dan mencoba untuk memukulnya dengan kekuatan yang ia miliki. Semoga ini bukan akhir dari sebuah kebodohan yang dibuat oleh temannya.

"Gue pikir, kalian terlalu nekat! Ini adalah lapak senior dan bisa-bisanya ada anak kelas utas, junior yang berani nginjekin tempat in-," sebelum selesai berbicara tongkat Pasan melayang ke arah Arya dan mengincar bagian kepalanya.

Sesaat sebelum kepalanya ingin dipukul. Sefa sudah melakukan pergerakan secara cepat dan tak terlihat untuk menghentikan senior kurang ajar.

"Dasar senior goblog! Lu pikir dengan lu main alat, lu bakal menang?" tantang Sefa yang sepertinya terlalu berani.

Ia mengincar pergelangan tangannya dan kemudian tongkat baseball itu langsung jatuh, dia mengambilnya dan hampir memukul balik Pasan.

"Bajingan lu!"

Sefa tak berbicara lagi mendengar umpatan kakak kelas tersebut, kemudian dia langsung diam dan pergi meninggalkan kakak kelas tersebut. Mereka kemudian pergi menuju ke kantin dan mengambil makanan yang ingin mereka makan.

"Nasi ayam itu isinya berapa?"

"Kayaknya dibawah 10 ribu deh, mending ambil roti aja soalnya lagi gak mood makan nasi."

Mereka sepakat untuk mengambil roti demi menghemat uang mereka yang akan mereka sepulang sekolah, lalu mengambilnya dan membawa masuk ke kelas.

Saat dalam perjalanan ke kelas, tiba-tiba mereka melihat kerumunan yang berada di wilayah tangga sedang menunggu mereka, lalu kemudian mereka berhenti dan menanyakan apa yang terjadi kepada mereka.

"Maaf mau nanya, ini jalannya kenapa di blokade ya?"

"Lagi seru depan, tawuran kelas tiga sama kelas dua sains, sepertinya gara-gara ada yang prookasi tadi pagi, lihat aja perempuannya pada teriak-teriak ketakutan, tapi guru gak ada satupun yang mau datang ke tempat ini."

Melihat itu, dia merasa bahwa ini adalah mimpi buruk diantara semua mimpi yang pernah ia lihat, dimana momen ketika itu adalah sebuah hal yang tidak dapat ia hindarkan, lalu kemudian semuanya agresif dan kembali mengenang masalah yang terjadi.

"Permisi."

Dia melihat seorang perempuan yang pendek menyuruh seluruh kerumunan untuk memberikan jalan kepada semua orang dan sampailah ia berada di barisan paling depan, sepertinya dia merupakan tokoh kunci yang penting, tapi entahlah, mungkin dia hanya ingin numpang lewat. Pemikirannya benar-benar mungkin diluar dari dugaan dia.

"Kalian semua berhenti! Aku tidak ingin kalian ribut karena melibatkan aku, semua sudah selesai! Kerumunan bubar, gue gak suka dikerubutin!!" ujar perempuan tersebut yang sepertinya merupakan tahun kedua, menyuruh para kerumunan untuk pergi.

Akhirnya, kerumunan pergi membubarkan barisan dan semua berakhir begitu saja, Sefa dan Arya masuk ke kelasnya dengan melihat banyak darah.


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C7
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión