"Panji... Mengapa kamu ingin ngaji ke pesantren?" tanya Jack yang matanya berkaca - kaca.
"Di Surabaya... Aku sedang di cari polisi Bang, karena kasus pencurian! Mungkin Ibu ku sangat marah kepada ku, dan tidak mau menerima ku lagi. Mungki juga aku akan di sel beberapa bulan bahkan bisa setahun. Dari pada aku tidak sekolah... Lebih baik aku belajar ngaji di pesantren, walaupun aku tahu dari majalah... Yaa saya coba saja, apakah aku bisa dan betah tinggal di pesantren," kata Panji.
"Jadi... Kamu mau mesantren itu karena terpaksa...? Kamu anak yang jujur dan pemberani! Dari pada jadi preman seperti ku... Lebih baik jadi santri, walau santri Nakal," kata Jack lirih.
"Baiklah Panji, aku tidak memaksa mu harus ikut kelompok ku, habis ini ikut aku... Aku antar kamu naik bus ke Serang Banten. Setelah itu kamu oper naik angkot atau bus metro mini... Mumpung masih sore," kata Jack.
"Baiklah Bang," kata panji.
Sore itu... Jack mengantar Panji naik bus ke jurusan kota Serang Banten.
"Panji... Ini uang buat ongkos naik bus, dan buat jajan kamu di pesantren. Belajar ngaji yang sungguh - sungguh yaa...! Biar tidak seperti aku! Doakan aku panjang umur dan bisa tobat. Kalau kamu ke jakarta... Singgalah ke tempatku," kata Jack.
"Iya Bang, terimakasih atas kebaikan abang. Sampai jumpa lagi," jawab Panji.
Bus melaju perlahan - lahan menuju kota Serang Kabupaten Banten. Karena bus nya pelan - pelan sambil cari penumpang... Jam 7 Malam bus baru memasuki area terminal Serang. Setelah turun dari bus... Panji mencari angkutan umum untuk pergi ke pesantren.
Setelah tanya sana - sini... Ternyata angkutan umum menuju kecamatan Kramat Watu terakhir jam 6 Sore. Dengan langkah gontai... Panji duduk di bangku terminal dan terpaksa menunggu hingga pagi hari.
Waktu terus berlalu, malam pun merambat pelan. Pada tengah malam... Ketika Panji duduk sendiri di bangku terminal, ada seorang pemuda duduk di sebelah nya, bertanya,
"Adik mau kemana? Kok bawah tas sendirian di terminal?"
"Saya mau pergi ke pesantren Arrohman Mas, di kecamatan Kramat Watu. Saya kemalaman, tidak ada angkutan umum, jadi terpaksa menunggu sampai pagi," jawab Panji.
"Emang dari mana Adik ini...?" tanya pemuda tadi.
"Dari Surabaya Mas," kata panji.
Silahkan di minum, ini rokok, ambillah buat Adik. Ini ada uang seribu untuk naik bus metro mini. Ongkosnya bus hanya 200 rupiah... Bilang saja turun pesantren Arrohman, pasti tahu kondekturnya. Kamu santai saja ya disini, kalau ada yang ganggu... Bilang saja keponakan Bang Ipin," kata pemuda yang duduk di sampingnya.
"Baiklah Bang, terimakasih," kata Panji
Setelah itu... Bang Ipin pergi meninggalkan Panji sendirian. Karena menghormati santri... Bang Ipin pun berpesan kepada beberapa preman sekitar terminal Serang, untuk tidak menganggu Panji.
***
Malam yang melelahkan, hampir sepanjang malam Panji duduk sambil tiduran di bangku terminal.
"Hemmm... Badanku rasanya pegal semua. Matahari sudah bersinar menerangi bumi... Lebih baik aku sarapan dulu, kemudian pergi ke pesantren," gumam Panji lirih.
Setelah menikmati sarapan dan menikmati teh hangat... Panji berjalan kemudian naik bus metro mini jurusan Merak. Setelah duduk di bangku belakang... Tiba - tiba kondektur berkata,
"Mau turun mana A'?" panggilan orang sunda untuk seorang laki - laki.
"Mau turun pesantren Arrohman Pak," jawab Panji sambil memberi uang 200 rupiah.
"Mas, mau ke pesantren Arrohman...?" tanya seorang bapak setengah tua yang duduk di sampingnya.
"Iya Pak," jawab Panji.
"Ini Dik, uang buat jajan di pesantren," ujar bapak setengah tua.
"Terimakasih Pak," ujar Panji sambil menerima selembar uang 1000 rupiah.
"A' ... Ayo berdiri, siap - siap!" Di depan adalah pesantren Arrohman," kata kondektur.
Setelah bus metromini menepi... Panji keluar dari bus, lalu... Tanpa melihat dan membaca tulisan di papan atau plakat yang tertempel di depan bangunan... Panji remaja langsung nyelonong masuk ke pintu gerbang pesantren.
"Permisi," ujar Panji.
"Iya Dik, ada perlu apa..?" tanya Salim salah satu santri yang berusia kurang lebih 20 tahun.
"Saya ingin belajar ngaji di pesantren ini Mas," jawab Panji polos.
"Adik dari mana? Kok sendirian...? Tidak di antar orang tuanya? Silahkan masuk, mari duduk sini," tanya Salim.
"Saya dari Surabaya Mas, saya sendirian... Karena orang tua saya sibuk sekali," kata panji.
"Wah, wah, wah...! Calon santri aneh ini," gumam Salim.
"Kang Subur...! Sini," seru Salim.
"Adaapa Kang Salim teriak - teriak!?" kata Subur.
"Ini ada anak usia remaja dari Kota Surabaya, dia bilang ingin mesantren di sini... Terus bagaimana?" kata Salim
"Ooooh gitu... Mari Dik, ikut saya, ke ndalem Kyai," kata Kang Subur.
Setelah di depan pintu dapur rumah Kyai Nuruddin... Kang Subur mengucapkan salam,
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam... Eeeh Kang Subur, silahkan masuk, ayoo duduk sini, di dapur saja. Hemmmm... Ada apa Kang Subur," jawab Kyai Nuruddin.
"Begini Kyai... Anak ini tadi baru datang dari Kota Surabaya... Dia bilang ingin belajar ngaji di pesantren ini," kata Kang subur sambil menundukkan kepalanya,
"Jadi... Saya bawah ke hadapan kyai. Dia sendirian Kyai... Katanya orang tuanya sibuk kerja."
"Oh iya iya," kata Kyai Nuruddin,
"Masnya ini siapa namanya...?"
"Nama saya Panji Kyai," jawab Panji santai.
"Mau mesantren belajar ngaji, kalau sendirian... Lalu bagaimana dengan kebutuhan sehari - hari...? Belum makan, jajan, beli kitab dan lain lain," tanya Kyai Nuruddin.
"Saya kesini tanpa sepengetahuan orang tua saya Kyai, saya pergi dari rumah," jawab Panji,
"Saya tahu pesantren ini dari majalah yang saya baca... Katanya makan dan biaya di pesantren ini gratis!"
"Oooh... Kamu ini minggat yaa dari rumah?!!!" ujar Kyai Nuruddin,
"Di sini gak ada yang gratis... Memang yang kamu baca di majalah itu pondok pesantren mana...? Namanya pesantren apa...?"
"Pondok pesantren Arrohman Kyai," jawab Panji.
"Iya, iya," gumam Kyai Nuruddin lirih,
"Ini pondok pesantren Meteor Garden. Di desa Pelamunan ini ada tiga pondok pesantren... Yang di seberang jalan itu namanya pondok pesantren Arrohman..."
"Oooh begitu yaa kyai," kata Panji lirih,
"Berarti... Saya salah masuk ke pesantren...! Saya mohon maaf yaa Kyai, sungguh saya tidak tahu kalau ini pondok pesantren Meteor Garden. Kalau begitu... Saya permisi Kyai, saya mohon pamit untuk pergi ke pesantren Arrohman... Karena saya tidak punya biaya sama sekali."
"Panji... Kamu belajar ngaji di sini saja," kata Kyai Nuruddin,
"Masalah biaya sehari - hari... Biar aku yang menanggungnya. Niat mu baik, kamu sedang fiisabilillah, jihad di jalan Allah. Walau bagaimana latar belakang mu juga keluarga mu... Kamu termasuk golongan hamba yang di pilih oleh Allah dan Allah telah menuntun mu hingga ke sini. Jadi... Aku harus menerima mu dengan lapang dada dan senang hati.
Mulai sekarang... Kamu mencuci piring di dapur, menyapu halaman rumah, membersihkan juga mengepel rumah saya. Kamu makan di rumah saya. Jika kamu butuh uang buat beli kitab... Kamu bilang sama saya yaaa
Panji... Sekarang istirahat dulu di kamar pesantren, nanti... sehabis Solat Asar, kamu kesini membantu pekerjaan bu nyai yaaa...
Kang Subur... Kamu ajari dia ngaji Al qur'an, ajari dia cara solat dll. Carikan kamar untuk Panji."
"Sendiko dawuh Kyai," jawab Kang Subur, kemudian pamit pergi bersama Panji.
Panji yang sudah berada di kamar... Di datanggi santri - santri senior. Panji dan teman - teman barunya ngobrol dan bercanda.
"Panji...! Kamu itu sangat ber-untung sekali," kata Kang Subur sambil menikmati kepulan asap rokok inter.
"Untungnya gimana Kang Subur," kata Panji.
"Kyai Nuruddin itu... Tidak pernah memiliki khodam, atau santri yang mengabdi sama kyai," kata Kang Subur,
"Baru kamu orang pertama yang menjadi abdi ndalem."
"Muali besok siang, sehabis Solat duhur... Kamu sekolah Diniyah ke pesantren Arrohman," kata Kang Subur,
"Besok saya antar, karena kamu santri baru."
"Baiklah Kang Subur," jawab Panji.
Suara adzan duhur berkumandang, para santri bergegas bersuci mengambil air wudhu. Sementara... Panji masih enak - enak menikmati rokok surya 12.
"Hee Panji...! Ayo wudhu, bersuci," kata Salim dengan suara agak kencang,
"Kita solat berjamaah."
"Saya gak bisa solat Kang Salim," kata Panji,
"Saya gak tau caranya wudhu bersuci."
"Kamu cuci muka dulu yaaa... Kemudian kumpul di musollah sama aku," kata Salim,
"Kalau solat sudah di mulai... Kamu ikuti saja gerakan teman - teman yang lainnya. Ingat...! Ikuti gerakan - gerakkan tubuh santri lainnya."
"Baiklah Kang Salim," jawab Panji, kemudian berjalan untuk cuci muka.