"Pasti ini semua ulahnya Aleysa. Kenapa si dia harus lakuin itu semua ke aku? Berharap kalo aku akan buka hati untuk dia kalo dia bersikap seperti ini? Hah, ga akan pernah," ucap Hans di dalam hatinya.
Akhirnya Hans justru mengambil handuk yang lainnya. Dan bahkan Hans juga memakai pakaian kantor yang lainnya. Dia tidak memakai apa yang sudah di siapkan oleh Aleysa untuknya.
Setelah semua orang yang di rumah itu bersiap-siap, kini saatnya semua anggota keluarfa berkumpul di ruang makan untuk sarapan bersama. Termasuk di dalamnya ada Aleysa dan Catline juga sebagai anggota keluarga baru di sana.
"Makanannya enak. Tumben Bibi bisa masak seenak ini," ucap Hans yang tidak mengetahui jika masakannya itu adalah masakan Aleysa. Bukan asisten rumah tangganya.
Aleysa melihat pakaian kantor yang Hans pakai pagi ini. Itu bukan lah pakaian kantor yang dia pilihkan untuk Hans tadi pagi. Aleysa pun merasa sedih mendapati perlakuan Hans seperti itu kepadanya.
"Ternyata Mas Hans juga ga mau pakai baju yang udah aku siapin buat dia. Sebegitu ga sukanya dia sama aku," ucap Aleysa di dalam hatinya.
Namun walaupun begitu tetapi Aleysa tetap mau mengurus suaminya dengan baik.
"Mas. Aku sendokin ya nasi sama lauknya."
"Ga perlu. Aku bisa sendiri."
Aleysa lagi-lagi mengalah. Dia tidak jadi melayani suaminya itu. Hans mengambil nasi dan lauk pauknya sendiri.
"Kamu itu sembarangan bicara. Semua ini tuh bukan masakannya Bibi," jawab Neneknya.
"Loh, terus siapa yang masak kalo bukan Bibi?"
"Siapa lagi kalo bukan istri kamu."
Seketika Hans langsung tersedak. Kemudian Hans mengambil segelas air yang ada di sampingnya dan Hans meminumnya.
"Kamu kenapa? Kamu seharusnya bersyukur punya istri seperti Aleysa. Udah cantik, baik, pintar masak lagi."
"Iya. Apa yang dibilang Nenek benar. Kamu harus bersyukur Hans punya istri seperti Aleysa. Aku kalo punya istri seperti Aleysa, udah pasti aku akan sangat bersyukur," sambung Faqih, suami dari Danisa, adik dari Hans.
Danisa yang emosi mendengar jawaban dari suaminya itu pun langsung marah kepadanya.
"Maksud kamu apa bicara seperti itu? Jadi kamu ga bersyukur gitu punya istri seperti aku?"
"Entah. Bukan gitu maksudnya sayang."
"Sudah, sudah. Kalian berdua ini apa-apaan si malah bertengkar seperti itu," bentak Neneknya.
"Maaf Nek, Mah, semuanya. Aku harus pergi ke kantor sekarang juga. Soalnya aku baru ingat kalo ada meeting penting pagi ini. Aku pamit semuanya."
Setelah mengetahui jika masakan itu adalah masakan Aleysa, Hans justru langsung pergi meninggalkan rumah begitu saja dan tidak melanjutkan sarapannya lagi.
"Aleysa. Maafin sikapnya Hans ya. Hans itu emang orangnya keras kepala. Kamu harus sabar-sabar hadapi dia," ucap Neneknya.
"Iya, Nek. Ga apa-apa kok," jawab Aleysa sambil tersenyum. Padahal di dalam hatinya Aleysa juga sedih mendapatkan perlakuan seperti itu dari suaminya sendiri.
*******
Di luar rumah Hans marah-marah sendirian tidak jelas.
"Nenek itu apa-apaan si. Dia selalu aja belain Aleysa. Nenek kenapa ga ngerti si sama perasaa aku kalo aku itu ga ada rasa sama dia. Lebih baik sekarang aku telepon Emily. Aku mau jemput dia aja."
Namun sayangnya ketika Hans hendak menelepon Emily, handphone Emily tidak aktif. Hans langsung merasa khawatir dengan keadaan Emily sekarang ini. Apalagi yang Hans tahu jika semalam itu Emily sedang tidak enak badan.
"Kenapa handphonenya Emily ga aktif ya? Atau terjadi sesuatu sama Emily? Kalo gitu aku harus ke Apartemennya sekarang juga. Aku harus pastiin kalo Emily ga kenapa-kenapa."
Dengan sigapnya Hans langsung pergi ke Apartemen Emily hanya untuk memastikan jika Emily baik-baik saja di sana. Hans memang masih sangat mencintai Emily dan belum bisa menerima jika Aleysa itu sekarang adalah istri sah nya.
Padahal sebenarnya pagi ini Emily masih berada di rumah sakit. Emily masih menemani anak semata wayangnya yang sakit akibat perbuatannya sendiri semalam. Di sana selain Emily yang menemaninya, tetapi juga ada satu laki-laki yang menemani Selly, anak Emily.
Laki-laki itu adalah orang yang mencintai Emily juga. Tetapi sayangnya Emily tidak mencintainya. Alasannya karena laki-laki ini tidak kaya raya seperti Hans. Padahal laki-laki itu dan anaknya sudah sangat dekat. Bahkan anaknya sudah memanggilnya dengan sebutan Papah.
"Yaudah kalo gitu aku mau pulang ke Apartemen dulu ya. Aku mau siap-siap ke kantor," pamit Emily.
"Emily. Kamu itu apa-apaan si? Kamu bukannya jagain anak kamu di sini tapi kamu malah mau pergi ke kantor. Di mana si hati kamu sebagai seorang Ibu, Emily?" jawab laki-laki itu yang bernama Irsyad.
"Irsyad. Aku udah temanin dia di sini semalaman. Dan aku pergi kerja itu demi Selly juga. Emangnya siapa yang akan bayar rumah sakit ini kalo bukan aku? Kamu? Ga akan mampu kan. Jadi aku harus tetap kerja. Kamu jagain Selly selama aku kerja. Bye."
Emily tetap pergi meninggalkan Selly begitu saja tanpa mendengar saran dari Irsyad. Irsyad hanya menggelengkan kepalanya karena tidak percaya dengan sikap Emily yang seperti ini kepada anak kandungnya sendiri.
"Emily. Aku ga ngerti sama cara jalan kamu. Tega kamu bicara seperti itu ke aku. Padahal aku tau, pasti kamu pergi ke kantor karena mau ketemu sama kekasih kamu itu. Bukan untuk kerja," ucap Irsyad di dalam hatinya.
*******
Sekarang Emily sudah tiba di Apartemennya. Setibanya di sana dia langsung bersih-bersih dan siap-siap untuk pergi ke kantor.
"Aku harus siap-siap sekarang juga. Karena pasti Hans akan jemput aku ke sini. Kalo aku belum siap, nanti yang ada Hans curiga lagi sama aku."
Benar saja, tidak lama kemudian Hans tiba di Apartemennya. Hans memencet bel Apartemen Emily beberapa kali tetapi tidak ada jawaban juga dari Emily. Karena Emily masih make up di meja riasnya. Setelah selesai, baru Emily membukakan pintu untuk Hans. Di sana wajah Hans sudah sangat khawatir. Karena Hans takut terjadi apa-apa dengan Emily.
"Kamu kenapa lama banget si buka pintunya?" tanya Hans.
"Iya maaf sayang. Soalnya tadi aku masih di kamar mandi. Kamu kenapa wajahnya bete kaya gini? Kamu itu kenapa si sayang?"
"Kamu yang kenapa? Kenapa handphone kamu ga aktif tadi pagi? Aku kan jadi khawatir. Aku takut kamu kenapa-kenapa."
"Ya ampun sayang. Handphone aku lagi di charge tadi. Makanya mati. Sayangnya aku, segitu khawatirnya ya kamu sama aku."
"Ya iya lah sayang. Aku kan sayang dan cinta banget sama kamu."
Hans langsung memeluk Emily dengan sangat erat. Begitupun pelukan Emily kepada Hans. Hans tega bermesraan dengan Emily. Padahal di rumah, istrinya sendiri sedih karena sikapnya tadi pagi.
-TBC-