Burung-burung bernyanyi dengan merdu membangunkan para penghuni bumi pagi hari ini. Cuaca pagi hari ini juga cukup cerah, menambah semangat Vallerie untuk berangkat ke sekolah. Bertemu dengan teman baiknya, Nara. Satu-persatu anak tangga Vallerie turuni, kondisi kakinya sudah mulai membaik tidak pincang lagi seperti kemarin.
Sebelum berangkat sekolah, Vallerie hendak melaksanakan sarapan pagi terlebih dahulu bersama kedua orang tuanya. Tapi ketika baru saja Vallerie hendak duduk tepat di samping Nasha, suara berat Ragil berhasil menghentikan pergerakannya.
"Ini sudah jam enam Valle, lebih baik kamu berangkat. Oh iya, ini ongkos buat naik angkot." Lalu, Ragil memberikan satu lembar uang berwarna biru kepada Vallerie.
Vallerie menerimanya dengan berat hati. "Y-yah, t-tapi kan aku harus sa--" Belum sempat Vallerie menyelesaikan ucapannya, Nasha sudah dengan cepat memotong ucapannya.
"Ikuti apa ayah, Valle! Jangan membantah!" ucap Nasha tegas.
Pasrah, Vallerie hanya bisa menuruti apa yang dikatakan kedua orang tuanya. Meski perutnya terasa lapar, tapi Vallerie tetap berangkat sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu. Dia berjalan lemas menuju depan komplek. Peluh mulai membasahi tubuh Vallerie baru jalan sedikit saja sudah terasa sangat penat, akibat perutnya sejak malam belum diisi apa-apa.
Pandangan Vallerie tertuju pada sebuah bangku panjang berwarna cokelat yang ada di sisi jalan. Dia memutuskan untuk duduk terlebih dahulu mengistirahatkan tubuhnya yang terasa lemas karena tidak makan apa-apa. Vallerie menatap area sekelilingnya dengan tatapan sendu, berharap ada teman baiknya menawarkan tumpangan untuk berangkat bersama.
"Valle, lo ngapain di sini?" Suara seorang gadis kedengaran di telinga Vallerie.
Vallerie melihat gadis yang sekarang sudah duduk tepat di sebelahnya. "Nara? Untung ada kamu, aku laper Ra. Badan juga lemes dari malam belum makan, jadi istirahat dulu deh," jelasnya.
"Ya ampun, kasian banget kamu. Kebetulan ini aku bawa bekel roti, kamu mau makan?" tawar Nara dan dibalas anggukan kepala cepat oleh Vallerie.
Sebuah kotak bekal berwarna orange Nara keluarkan dari dalam tasnya, isinya dua lembar roti dengan selai kacang kesukaannya. Nara dengan senang hati memberikan bekalnya itu kepada Vallerie, daripada teman baiknya sampai kenapa-kenapa. Lebih baik Nara membeli bekalnya untuk istirahat nanti di kantin sekolah.
Vallerie melahap roti pemberian Nara dengan cepat, lalu berucap, "Makasih banyak Ra, aku gak tahu lagi deh bakal gimana."
"Santai kali, Vall. Gue kan temen baik lo. Jadi kalau lo ada butuh apa-apa jangan sungkan minta bantuan gue, ya. Gue siap kok bantuin lo selagi gue bisa," jawab Nara lembut.
Sesampainya di sekolah, Vallerie dibuat kaget karena tiba-tiba saja Ayana menariknya entah akan membawanya ke mana. Yang pasti Vallerie bingung, apa kesalahan yang sudah dia perbuat sampai-sampai Ayana marah besar seperti ini. Nara yang menyaksikan hal itu tidak tinggal diam, dia berusaha mengejar Ayana dan Vallerie.
Ternyata Ayana membawa Vallerie ke kelas lalu mempermalukan gadis itu dengan cara mengejeknya, menyebutnya anak haram. Ayana kesal melihat Vallerie karena ada yang mengirimkan foto ketika Bagas datang ke rumah Vallerie. Ayana sudah lama suka kepada Bagas, maka dari itu dia tidak suka melihat ada orang lain dekat dengan Bagas.
Tidak hanya Vallerie yang menjadi korban bully Ayana, tetapi beberapa siswi lain juga pernah menjadi korban bully Ayana hanya karena dekat dengan Bagas. Wajah Vallerie dicoret-coret dibuat seperti badut, di punggungnya tanpa sepengetahuan Vallerie tertempel tulisan aku anak haram. Ayana sengaja membuatnya agar Vallerie kapok dan tidak mau dekat-dekat lagi dengannya.
"Ay! Stop ya, lo! Jangan gini sama Valle!" teriak Nara, rasa kesalnya tidak dapat ditahan lagi.
Ayana menatap Nara tajam. "Jangan ikut campur, lo! Oh, atau lo mau gue bully juga?" ancamnya dengan tidak main-main.
Kedua tangan Nara terkepal kuat, hampir saja dia memberikan satu tonjokan di pipi kanan Ayana kalau dia tidak mengingat bahwa sekarang tengah berada di sekolah. Nara menurunkan tangannya yang sudah melayang di udara dengan perasaan kesal yang masih terus menguasai dirinya. Lalu, mendorong tubuh Ayana sehingga gadis itu terjatuh ke dinginnya lantai kelas.
Ayana berdiri dengan emosi yang membara, kemudian dia mengeluarkan dari saku seragam sekolahnya sebuah benda tajam dan mengarahkannya ke perut Nara lalu berucap, "Lo belain dia lagi atau maju selangkah, nyawa lo melayang."
"Udah langsung aja sih, biar anak bodoh itu gak ada temen lagi kalau pahlawan kesiangannya mati," paksa Vidella.
Senyum jahat terpampang jelas di wajah licik Ayana. Dia maju selangkah lalu langsung menancapkan pisau kecil itu ke perut Nara, tubuh Nara ambruk ke lantai dengan banyak darah kental yang mengalir dari perutnya. Para murid yang menyaksikan hal itu shock, beberapa murid ada yang memilih untuk keluar kelas terlebih dahulu karena tidak kuat melihat darah.
"Astaga! Apa yang gue lakuin?" Ayana menatap pisau kecil yang ada di genggaman tangannya yang bergetar.
Vallerie berjongkok di samping Nara yang sedang terbaring lemah di lantai saat ini, kemudian mengucapkan kata-kata penguat untuk gadis itu, "Bertahan Nar, aku cari bantuan dulu. Jangan tutup mata kamu, oke?"
Vallerie cepat-cepat berdiri, kemudian dia berlari keluar kelas berteriak mencari pertolongan. Tapi ketika dia baru saja sampai di pertengahan tangga hendak turun ke bawah melaporkan kepada guru, tubuhnya menabrak tubuh tegap Bagas yang sedang menaikki tangga. Untung saja keduanya tidak ada yang jatuh.
Bagas menatap Vallerie penuh tanya. "Lo kenapa? Kok panik gitu? Terus, muka lo itu kenapa? Dibully lagi?" tanyanya bertubi-tubi.
"Nanti aku jelasin, sekarang ayo ikut kelas selamatin Nara. Dia ditikam sama Ayana, ayo!" Vallerie menarik Bagas secara paksa menuju kelas.
Sesampainya di kelas, kedua bola mata Bagas membelalak seketika saat melihat kondisi Nara. Ada perwakilan dari para murid yang melaporkan hal ini kepada guru, ada juga yang sudah menelepon ambulans. Bagas menatap nyalang Ayana yang sedang berjongkok tepat di samping tubuh kaku Nara, Vidella senantiasa memeluknya.
Bagas menghampiri Ayana, lalu memaksa gadis itu untuk berdiri kemudian berucap, "Dasar pembunuh! Ayo ikut gue, lo harus mempertanggung jawabkan perbuatan yang udah lo lakuin!"
"Gas, jangan. A-aku gak sengaja, aku cuma emosi aja. Aku mohon jangan kasih tahu guru atau polisi, aku gak mau dipenjara ..." pinta Ayana lirih.
"Lo pikir gue bakal peduli? Gak akan, sekarang lo ikut gue. Dan yang lain cepet bawa Nara ke rumah sakit jangan sampai dia kenapa-kenapa." Kemudian, Bagas menarik lengan Ayana secara kasar dan membawanya menuju ruang guru.
***
Pelajaran bahasa Jepang sedang berlangsung di kelas sebelas akuntansi tiga. Bu Ayesha selalu guru bahasa Jepang menerangkan dengan serius, para murid memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Banyak murid yang suka pelajaran bahasa Jepang karena gurunya baik hati dan seringkali memberi toleransi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas.