'Kita makan saja, habis itu ke apartemen.'
Kata-kata itu masih sangat jelas terekam diingatan Reva. Namun pada kenyataannya semua buyar! Jangankan ke apartemen, makan pun tidak jadi.
Gara-gara siapa lagi selain Jihan?
Selama diperjalanan Reva memilih diam, dia sama sekali tidak menghiraukan perkataan atau tindakkan Sean. Beberapa terdengar helaan napas dari pria di samping, namun Reva masih tetap dengan egonya. Kalau tahu seperti ini, lebih baik dia tidur sepanjang hari sebelum besok pergi.
"Stop di halte aja."
"Kenapa? Saya bisa antar kamu sampai depan rumah, saya juga ga akan turun."
Reva menggeleng-gelengkan kepalanya. Kali ini emosinya sedang naik ke ubun-ubun, maka dari itu Reva lebih memilih menghindari daripada berdebat lalu bertengkar.
Sesampainya di depan halte, Reva bergegas untuk turun, namun dengan cekatan Sean menahan tangan Reva yang ingin membuka sabuk.
"Apa lagi? Lekaslah pulang, bukannya Jihan butuh kamu? Aku bisa sendiri, ga usah khawatir."