Adel melihat Max masih diam saja di ranjang meminta pria itu untuk segera pakai baju. Entah mengapa dia tiba-tiba merasa malu saat melihat tubuh Max yang terlihat sangat indah dipandang.
"Apa kamu tergoda dengan tubuhku?" tanya Max.
Max menjilati bibirnya membuat Adel menjadi salah tingkah.
"Kamu tidur aja. Aku tidak mau kamu besok marah-marah lagi karena flu," kata Adel.
"Aku lagi stres," balas Max.
"Stres kenapa? Uang kamu banyak dan keluarga kamu lengkap," kata Adel.
"Kamu tidak tahu aja kalau keluargaku lagi dalam masalah besar," balas Max.
"Sayang, masalah besar apa?" tanya Adel.
Max menatap Adel. Dia tidak mungkin berkata jujur tentang masalah yang keluarganya hadapi, apalagi masalah itu menyangkut Hanna.
"Kamu tidak akan mengerti," kata Max.
"Aku tidak mungkin mengerti serumit apa masalah itu kalau kamu tidak mau cerita," balas Adel.
"Sini tidur di samping aku. Kamu sekarang ceritain cerita kamu," kata Max.
"Lebih baik kamu minum sebelum mendengar cerita aku," balas Adel.
Adel mengambil minuman di atas meja lalu memberikannya pada Max.
"Oke aku minum. Sepertinya cerita kamu menguras emosi," kata Max.
Adel reflek merapatkan kakinya saat melihat Max yang terlihat sangat tampan saat meminum air.
"Sudah selesai?" tanya Adel.
"Sudah. Kamu mau cerita apa?" tanya Max sambil merangkul pinggang Adel yang duduk di sampingnya.
"Aku sangat merasa kehilangan Hanna. Apakah bisa kamu membantu? Aku mohon, Max. Aku tahu kamu akan menolak," jawab Adel.
"Kamu masih saja meminta bantuan padaku untuk menemukan teman kamu itu, padahal kamu sudah tahu aku akan menolak," balas Max.
"Ya sudah aku besok berencana untuk menemui keluarga Hanna. Aku sudah lama tidak bertemu dengan mereka. Aku sangat merasa bersalah sama dia. Seharusnya waktu itu aku melarang Hanna untuk tidak berkenalan dengan orang asing di media sosial," kata Adel.
"Aku mengizinkan kamu bertemu dengan mereka, tapi jangan terlalu ikut campur urusan mereka. Kamu bukan keluarga mereka," balas Max.
"Max, tapi mereka sudah aku anggap seperti keluargaku," kata Adel dengan mata berkaca-kaca.
"Aku sudah bilang aku tidak bisa membantu!" bentak Max.
"Memang kenapa? Kamu ini kenapa seperti menyembunyikan sesuatu? Apakah kamu tahu di mana keberadaan Hanna?" tanya Adel sambil menatap mata Max.
"Aku mana tahu dia di mana. Kenapa kamu berpikir aku akan menculik temanmu itu?" tanya Max sambil berbaring dan menutup matanya.
"Aku tidak bermaksud mengatakan itu. Kamu jangan marah dong," kata Adel.
"Adel, aku tidak marah. Lebih baik kamu tidur," balas Max.
"Baiklah," kata Adel.
Adel yang kesal berbaring dan memejamkan mata juga. Dia merasakan Max memeluk dan mengecup puncak kepalanya hanya diam saja.
***
Pagi-pagi sekali di rumah sakit, Hanna sudah didatangi oleh keluarga Edgar.
"Mama kangen banget sama kamu," kata Agatha.
"Mama," panggil Hanna sambil tersenyum lebar dan memeluk Agatha dengan erat.
"Iya, Hanna. Kamu kencang banget meluknya. Dokter bilang kamu hari ini bisa dirawat di rumah," kata Agatha.
Hanna memegang kepalanya. Dia seperti melihat bayangan seseorang.
"Sayang, ada apa? Ayo tarik napas dan hembuskan," kata Edgar.
Hanna memejamkan mata sejenak. Dia lalu mencengkram tangan Edgar.
"Maaf, tadi aku melihat bayangan seorang perempuan terlihat tersenyum dan sedih," kata Hanna.
"Sayang, aku sudah bilang kamu jangan banyak berpikir. Nanti kepala kamu pusing," tegur Edgar.
"Aku hanya ingin mengingat sesuatu, termasuk hal-hal manis tentang kita," kata Hanna.
"Iya kita buat ulang hal-hal manis tentang kita," balas Edgar.
"Benarkah?" tanya Hanna bersemangat.
"Benaran dong. Aku tidak mungkin berbohong," jawab Edgar sambil mencubit gemas pipi Hanna.
"Sakit!" teriak Hanna.
"Apa kita bisa kembali ke rumah sekarang?" tanya Oscar.
"Ayo kita pulang," jawab Hanna penuh semangat.
Edgar menatap tajam papanya yang menatap dia juga.
"David, tolong bawa pakaian milik aku dan Hanna," perintah Edgar.
"Baik," kata David.
"Dokter, nanti kami akan hubungi Dokter kalau Hanna juga membutuhkan bantuan," kata Agatha lembut.
"Iya, Nyonya. Nona bisa menghubungi kami setiap saat," balas James.
"Dok, terima kasih banyak," kata Agatha.
"Dok, tolong agar selalu ada jika kami butuh," pinta Oscar.
"Baik, Tuan," balas James dengan sopan.
Edgar membantu Hanna untuk duduk di kursi roda. Dia lalu mendorong kursi roda itu menuju lobi rumah sakit.
"Edgar, kenapa aku harus memakai selendang dan kacamata?" tanya Hanna.
"Ini demi keamanan kamu karena kamu baru kelar operasi," jawab Edgar.
Edgar menunduk lalu menggenggam tangan Hanna dan mengecupnya.
"Rambutku tidak ada sekarang karena operasi," kata Hanna dengan suara kecil.
"Rambut kamu akan tumbuh dan akan seindah dulu. Jangan sedih, aku akan selalu bersama kamu," balas Edgar.
Hanna membelai lembut wajah Edgar. Dia merasa sangat beruntung memiliki Edgar yang baik sekali padanya.
"Aku beruntung memiliki kamu," kata Hanna.
"Aku lebih beruntung," balas Edgar.
"Apa kalian tidak bisa melanjutkan keromantisan kalian di rumah?" tanya Oscar.
"Papa, biarkan saja mereka mau ngapain. Papa jangan-jangan iri sama mereka," kata Agatha.
Oscar menatap istrinya datar. Dia menggenggam tangan istrinya lalu mengajak berjalan kembali.
***
Hanna yang sudah sampai di lobi menatap sekelilingnya dipenuhi para pengawal yang berjaga.
"Kenapa banyak pengawal di sini?" gumam Hanna.
Tubuh Hanna digendong oleh Edgar setelah Rex membukakan pintu mobil. Dia lalu dibawa masuk ke dalam mobil.
"Nyaman?" tanya Edgar.
"Nyaman," jawab Hanna.
Rex menutup pintu mobil setelah Agatha dan Oscar sudah masuk ke dalam mobil.
"Hari ini kamu tidak melihat adikku," kata Edgar.
"Kamu punya adik?" tanya Hanna.
"Iya aku punya adik. Nanti aku kenalkan sama kamu," jawab Edgar.
"Iya, aku juga tidak mengingatnya," balas Hanna.
"Nanti kamu juga ingat," kata Oscar ketus.
Hanna terdiam. Dia menggenggam tangan Edgar.
"Pa, tolong jangan ketus begitu," tegur Edgar kesal.
"Mama nanti sampai rumah mau tunjukin kamu taman belakang rumah. Kamu akan menyukainya," kata Agatha semangat.
"Iya, Ma. Aku tidak sabar lihat rumah kalian," balas Hanna.
"Pa, apakah pelayan kita yang bandel itu sudah dikeluarkan? Aku tidak mau dia sampai membahayakan Hanna," kata Edgar.
"Sudah, Edgar. Pelayan tidak becus begitu ngapain kita pertahankan," balas Oscar.
"Sayang, apa salah pelayan itu sampai dipecat?" tanya Hanna.
"Dia buat masalah akhir-akhir ini. Dia sudah buat cucian luntur dan ada juga yang robek," jawab Edgar.
"Mungkin dia ada masalah di rumahnya. Jangan langsung dipecat begitu, kasihan," balas Hanna.
"Sayang, jangan memikirkan hal yang tidak penting," kata Edgar.
Agatha hanya diam saja saat mendengar penuturan Oscar dan Edgar.
"Kalian begitu tega memecat ibu dari Hanna. Aku ingin memberitahu dia kalau Hanna bersama kita, tapi aku tidak bisa berbuat apa pun saat ini. Aku tidak mau Hanna dicelaikai keluargaku," gumam Agatha.