"Hei, di mana aku?"
Sembari mengucek mata, Griz meyakinkan di mana dirinya saat ini. Terbangun dalam ruangan yang begitu luas. Namun berbentuk kamar yang sangat megah. Dia terbangun masih dalam keadaan memakai pakaian yang sebelumnya dia pakai. Terlintas dalam benaknya mengingat ayah yang semalam bersamanya.
"Ayah! Ayah di mana?"
Griz beranjak dari kasurnya lalu menuju pintu untuk keluar. Namun dia terpental ketika menyentuh pintu itu.
"Aarrgghh!!"
Pintu itu sudah terpasang listrik, hingga yang menyentuh akan terpental. Terkejut bukan main, Griz meringis kesakitan dan semakin bingung dengan apa yang sudah terjadi pada dirinya. Kembali dia berusaha mencari celah pintu agar dapat keluar dari penjara yang mengerikan itu. Seketika Griz pun melihat jendela yang tertutup hordeng dengan rapat. Dia buka begitu lebar sehingga terlihat jelas cahaya dari matahari yang semakin meninggi saat itu. Ternyata dia sudah lama dalam ruangan itu. Begitu pula, terlihat beberapa orang sedang bercanda ria di luar. Griz berusaha minta tolong. Namun ruangan terlalu kedap dengan suara, sehingga tidak terdengar sedikit pun suaranya dari luar.
"Tolong! Tolong! Tolong buka pintunya!" Teriak Griz. Kembali tanpa di sengaja dia memegang jendela itu lagi. Namun terjadi hal yang sama seperti sebelumnya ketika dia menyentuh pintu. Sengatan tidak begitu kuat namun hampir membuatnya pingsan dan terpental. Sepertinya orang jahat itu sudah sengaja memperlakukan dirinya seperti itu.
"Percuma aku minta tolong!" Griz pun lesu dengan semua yang terjadi pada dirinya saat ini.
"Apakah ini perbuatan ayah lagi? Atau bahkan ayah juga terperangkap di dalam rumah ini?"
Begitu banyak pertanyaan Griz saat ini yang tidak bisa dia pecahkan sendiri. Dia harus mencari bukti dan kebenaran apa yang sudah terjadi pada dirinya.
Tidak lama kemudian, pintu perlahan terbuka. Namun pintu itu tidak menggunakan kunci mau pun gagang untuk membuka. Hanya dengan sebuah remote langsung terbuka begitu saja.
Sosok pria berpakaian jas dan celana serba putih lalu menggunakan topi koboi. Hisapan demi hisapan rokok dan mengakibatkan banyak asap yang keluar dari mulutnya. Masih bersikap santai sembari melangkah masuk kamar tersebut. Griz masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, bahkan sesekali dia menampar pipinya sendiri.
"Kau siapa?"
Tanya Griz masih dengan polos. Namun, pria itu tidak langsung menjawab.
"Aku di mana? Kenapa aku bisa ada di sini? Apa mau kamu? Di mana Ayahku?"
"Diam!" Hanya satu kata yang terlontar namun getaran suara bagaikan sengatan listrik yang Griz rasakan sebelumnya. Griz tidak dapat berkata banyak lagi. Dia hanya diam pasrah dengan penuh pertanyaan. Perlahan pria itu mendekati tubuh Grizelle yang berdiri tepat didepannya kini. Hingga perlahan tubuh Grizelle langkah demi langkah mundur kebelakang sampai mengenai kasur. Lalu dia pun terjatuh terhempas diatas kasur yang begitu besar. Mata bulat, bening semakin berkaca-kaca. Dalam ketakutan yang amat sangat, Grizelle tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kini pria itu sangat dekat dengannya.
"Hahaha!" Suara terbahak begitu keras terdengar. Pria itu tak lain bernama Verrell, tidak begitu muda juga tidak begitu tua. Memiliki wajah tampan dan menggoda namun mengerikan. Wajah yang penuh jambang bak artis India.
Grizelle semakin bingung dengan perilaku pria itu.
"Kamu tentu bingung bukan, kenapa kamu ada di sini?"
"Iya!" Jawabnya dalam ketakutan.
"Sudahlah, ayo!" Ajaknya sembari mengulurkan tangannya kearah Grizelle. Lantas Grizelle hanya bergidik ngeri penuh keraguan entah apa yang akan pria itu lakukan.
"Ayo lah, ikut aku. Akan aku tunjukkan semua yang ada di rumah ini. Oh iya, aku Verrell. Aku teman ayah kamu."
"Jadi ayah terlibat dengan semua ini?" Tanyanya lugas. 'Sudah aku duga.' Gumamnya.
"Iya, em. Maksud aku, tidak seperti yang kamu bayangkan. Nanti juga kamu akan tahu semuanya."
"Lalu? Apa yang akan kamu lakukan padaku? Pasti Ayah sudah menjual tubuhku lagi 'kan?"
"Diam lah, ayo ikut denganku. Atau tidak kamu akan membusuk dalam kamar ini. Kamu pasti lapar 'kan?"
Grizelle hanya menelan ludah pahit antara rasa lapar, ragu dan bingung perangkap apa lagi yang sudah ayahnya lakukan. Apa lagi jika bukan ayahnya sudah menjual tubuhnya. Namun kali ini, Griz mau tidak mau menuruti perintah Verrell untuk ikut keluar dari kamar bersamanya. Terlihat tidak ada seorang pun di luar, tidak seperti yang dia lihat tadi banyak orang sedang bersenda gurau.
"Duduklah!" Ucapan Verrell menghentikan lamunan Grizelle saat itu.
Terhidang banyak makanan di atas meja. Mulai dari makanan lauk pauk, juga buah-buahan dan lainnya. Grizelle semakin menelan ludahnya pelan-pelan. Makanan diatas meja begitu sangat menggoda dan belum pernah dia temui sebelumnya. Bahkan baru kali ini dia di perlakukan istimewa di rumah orang yang tidak dia kenal sama sekali. Datang pelayan ikut membantu dirinya untuk mempersiapkan segalanya. Mulai dari piring, sendok dan pisau daging untuk memotong pisau itu. Dengan lahapnya pula, Grizelle memakan semua makanan yang dia suka. Karena memang sejak kemarin dia belum makan sedikit pun nasi.
"Kamu tidak ikut makan?" Griz menghentikan suapannya ketika melihat pria tampan sedang memandanginya.
"Tidak. Aku sudah kenyang. Habiskan saja apa yang kamu suka. Kamu pasti sangat lapar bukan?"
Tanpa menjawab dan peduli lagi, Griz hampir menghabiskan makanan di atas meja. Badan yang terlihat kecil, namun ternyata bisa memuat makanan begitu banyak. Hal itu membuat Verrell hanya menggelengkan kepalanya.
Sendawa Grizelle begitu kuat ketika sudah selesai makan. Kini dia harus berusaha mencari informasi kembali dengan apa yang dia alami.
"Boleh aku pulang?" Tanya Grizelle dengan polos.
"Memang kamu pikir semua makanan ini gratis!"
"Jadi aku harus bayar semua?" Tanyanya kembali karena tidak tahu pada akhirnya dia harus membayarnya.
"Ya, kamu harus bayar semuanya."
"Berapa?"
"Cukup lima juta saja!"
"Apa?" Mata Grizelle terbelalak mendengar nominal yang di sebutkan Verrell. Mendadak Grizelle ingin memuntahkan makanannya kembali.
"Kenapa? Kamu tidak bisa bayar?"
"Sebenarnya apa sih maksud dari semua ini?"
"Hai, Sayang!"
Datang seorang wanita tinggi, putih, langsing dan cantik bak model.
"Siapa dia?" Tanya wanita itu menunjuk Grizelle.
Belum sempat Verrell menjawab, wanita itu sudah menerka sendiri.
"Ah, aku tahu. Pasti ini wanita bayaran kamu lagi 'kan sayang? Em, tidak apa-apa kok!" Ucapnya enteng seolah sudah terbiasa akan hal itu. Namun semakin membuat Grizelle bingung.
"Maksud kamu wanita bayaran apa?" Ujarnya semakin marah karena bukan mendapatkan jawaban, namun selalu mendapatkan pertanyaan yang tidak bisa terpecahkan.
"Tunggu-tunggu. Biar aku jelaskan, Griz. Kenali, ini pacar aku. Namanya Sonya."
Tidak lama datang lagi satu wanita cantik, terlihat pendiam namun pemarah.
"Dasar, pria tidak tahu diri. Selalu tidak puas dengan satu wanita. Sudah cukup kamu sakiti aku. Kita putus!" Ucapnya tegas ketika baru datang.