Descargar la aplicación
7.81% Harem milik Suamiku / Chapter 10: Bab 11 : Percaya diri

Capítulo 10: Bab 11 : Percaya diri

"Sudah sampai, non," kata pak sopir sambil menoleh ke arah jok belakang mobil MPV hitam miliknya.

"Ini uangnya, pak. Ambil saja kembaliannya," kata Marigold sambil memberikan sejumlah uang pada pak sopir online. Lalu membuka pintu mobil dan menggeser tubuhnya untuk keluar dari mobil.

Si bapak segera menghitung uang, lalu mendongak dan menatap penumpangnya. "Tapi ini uangnya kurang, non."

"Benarkah, pak? Masa sih kurang? Aku sudah menghitung uangnya dengan benar lo," bantah Marigold sambil mengerutkan kening, mengingat-ingat antara total tagihan dan jumlah uang yang dibayar.

"Benar non. Bapak ini kerja cari duit dengan jujur. Untuk apa makan uang haram?" protes pak sopir dengan wajah memelas sambil menunjukkan uang yang telah dibayarkan oleh Marigold.

"Dasar," gerutu Nina, sepupu Marigold kesal. "Kurangnya berapa, pak?"

"Enam ribu, non."

Nina berdecak semakin keras dan melotot tajam pada Marigold yang sedang berpikir keras, entah itu benar karena suatu ketidaksengajaan atau hanya sekedar berakting karena sedang kekurangan uangnya, namun masih ingin bergaya dengan memberi uang tip pada pak sopir. Ck, ada-ada saja ulah Marigold.

"Ini uangnya, pak," kata Nina sambil memberikan uang kekurangannya.

"Ya non. Lalu ini uang kembaliannya."

"Tidak perlu, ambil saja," jawab Nina sambil menggelengkan kepala. "Anggap saja sebagai bonus karena drama sepupu saya."

"Terima kasih, non."

"Cepat turun," bentak sebal Nina sambil memukul bahu Marigold, agar segera keluar dari mobil pak sopir. "Bikin malu saja," gerutunya sambil menutup pintu mobil.

Nina menemani Marigold ke kafe untuk mengambil sepeda motornya yang disimpan pemilik kafe, karena kejadian penjambretan beberapa waktu yang lalu. Sebuah catatan diterima, ketika Nina hendak membayar biaya tagihan rumah sakit. Ternyata tagihan itu sudah dibayar oleh seseorang bernama Pak Umar.

"Apa kamu mengenal seseorang bernama Pak Umar?" tanya Nina pada Marigold yang saat itu sedang duduk menunggu di ruang tunggu loket pembayaran. Nina yang kebingungan, memberikan resi tagihan itu pada Marigold. "Sudah lunas dibayar."

"Tidak kenal," jawab Marigold yang juga sama bingung nya. Tapi lumayan lah, uang bulanannya yang sudah menipis gara-gara dipakai untuk biaya tes keperawanan, tidak perlu terkuras lagi oleh biaya tagihan rumah sakit yang sudah pasti setinggi langit.

"Ini ada catatan dari Pak Umar."

"Catatan? Catatan apa?"

"Sepeda motormu ada di kafe tempat kejadian penjambretan. Pemilik kafe sudah menyimpan motormu."

Jadi disinilah, Marigold dan Nina yang sudah mengambil sepeda motornya dan tidak lupa mengucapkan beribu-ribu terima kasih pada pemilik kafe, karena sudah menjaga motor kesayangannya itu. Kemudian keduanya melaju ke pusat kota, pergi ke suatu tempat untuk bersenang-senang.

Karaoke 'Heaven'.

Marigold telah memesan sebuah single room untuk dirinya dan Nina memuaskan diri untuk menyanyi. Dua botol minuman soft drink juga telah dibeli sebagai bekal pereda haus saat menyanyi nanti. Satu jam penuh, Marigold dan sepupunya akan menguasai ruangan kedap suara ini untuk menyanyi tanpa dikritik, karena suara keduanya bisa membuat sakit telinga untuk orang yang mendengarnya. Alias fales suaranya.

Marigold menyanyikan beberapa lagu sekaligus. Semua lagu tentang cinta, diantaranya.. Diam-diam suka, Cherrybelle. Pemuja rahasia, Sheila on seven. Andai dia tahu, Kahitna. Cinta dalam hati, Ungu. Cinta terbaik, Casandra.

Nafas Marigold terengah-engah dan nyaris putus, ketika akhirnya sukses menyelesaikan lima lagu tentang 'CINTA' berturut-turut. Kemudian Marigold membanting tubuhnya yang penuh keringat ke sofa, duduk di sebelah Nina yang sedang bingung memilih lagu apa yang ingin dinyanyikannya.

"Heh Marigold, kenapa kamu memilih semua lagu yang kesannya bertepuk sebelah tangan sih?" tanya Nina yang menukar buku lagu berbahasa Indonesia dengan buku lagu bahasa Inggris.

Marigold mengangkat bahu. "Hanya ingin saja."

"Kamu belum bilang padaku, kenapa tiba-tiba mengajak diriku pergi ke karaoke," kata Nina penasaran, sambil meraih remote dan alat pengeras suara untuk memulai bernyanyi.

"Dalam rangka melepas masa lajang."

Nina syok mendengarnya, lalu menoleh cepat ke arah sepupunya yang seringkali membuat keputusan yang tidak masuk akal. Nina bahkan mengabaikan lagu pilihannya yang sudah mulai. "Melepas masa lajang?!" seru Nina dengan pengeras suara. "Aku tidak tahu kalau kamu akan segera menikah. Dengan siapa? Sudah pasti, bukan menikah dengan Nolan, si orang hilang itu kan. Apakah mungkin.. kamu akan menikah dengan Adam, si playboy kampung itu?"

Marigold melipat kedua tangannya di belakang kepala, lalu menengadah menatap langit-langit ruang karaoke. "Dengan Nolan, andai saja mimpi itu menjadi kenyataan, aku akan menjadi pengantin yang paling berbahagia." Lalu Marigold menurunkan kedua tangannya lalu menyibakkan rambutnya dengan kasar. "Tetapi jika menikah dengan Adam, dalam mimpi pun aku tidak akan sudi."

"Lalu?" tanya Nina bingung. "Kamu akan menikah dengan siapa? Tidak mungkin kan, kamu sesumbar akan melepas masa lajang lalu menikah tanpa pasangan?"

"Tentu saja, aku mempunyai pasangan. Aku akan menikah dengan milyader terkenal yang super kaya dan sangat tampan, Maximilian Alexander," sesumbar Marigold sambil menepuk dadanya dengan sombong.

Mulut Nina membuka lebar dan matanya membesar sempurna. Tangan Marigold terulur untuk mengatupkan rahang sepupunya.

"Tidak perlu terkejut hingga syok begitu, sepupuku sayang," decak sombong Marigold. "Aku sangat percaya diri akan memenangkan acara pemilihan gadis perawan untuk tuan milyader. Aku pasti menjadi istri sang milyader idolaku itu."

"Anda.. pede sekali?"

"Percaya diri itu sangat dibutuhkan, ketika melihat banyaknya lawan yang harus aku hadapi," jawabnya mantap sambil mengangguk.

"Kamu.. tidak sedang berhalusinasi kan?"

"Aku sehat. Aku normal. Aku percaya diri," jawab Marigold setengah berteriak. "Dan aku calon istri Maximilian Alexander. Aku akan segera mengumumkan pada dunia, bahwa aku berhasil mencapai puncak dunia dengan menikahi idolaku."

"Terserah apa katamu saja. Aku pusing mendengarmu mengoceh," keluh Nina sinis.

*****

Di ruang kerja Maximilian Alexander.

"Martin, ke ruanganku sekarang," panggilnya melalui telpon interkom. Sambil menunggu kedatangan Martin, asisten pribadinya, Max sedang membaca informasi lengkap mengenai data pribadi seorang gadis bernama Marigold Flora. Gadis istimewa itu adalah gadis yang pernah diselamatkan dari dua orang penjambret.

Tok-tok-tok.

"Masuk," sahut Max langsung.

Martin membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan atasannya. "Anda membutuhkan bantuanku, Tuan Max?" tanya Martin dengan nada formal. Di kantor, Max adalah bosnya. Diluar jam kantor, Max adalah sahabatnya. Martin selalu membuat jengkel Max, dengan sikap kakunya yang tidak masuk akal itu.

Max memberikan sebuah map kepada Martin.

"Apa ini?" tanya Martin sambil membuka map itu. Alis Martin terangkat tinggi melihat isi dari map tersebut. "Apa yang ingin anda lakukan dengan gadis ini?" tanyanya lanjut sambil menutup map itu. Martin mengetahui dengan jelas siapa, gadis yang identitasnya tercantum dalam map tersebut.

"Pastikan dia masuk ke dalam final," perintah Max sambil menunjuk ke arah map itu.

"Tapi, anda tahu sendiri, bahwa juri utama dalam pemilihan ini adalah Nyonya Alexander, mama anda sendiri. Bagaimana aku bisa mempengaruhinya?" keluh Martin akan permintaan Max yang berlebihan. Lagipula, dilihat sekilas dari foto dan biodatanya saja, tidak ada yang istimewa dari gadis itu. Tetapi, mengapa Max tetap ngotot?

"Aku tidak mau tahu bagaimana caranya. Pokoknya kerjakan saja tugasmu."

"Ck, aku paling benci jika mendengar kata 'pokoknya' dari bibirmu," gerutu Martin yang tanpa sadar mengubah nada bicaranya menjadi bahasa santai.

Bersambung...


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C10
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión