Suara heels yang bertemu dengan keramik rumah dua lantai itu terdengar mengalun indah di telinga Saga. Tanpa melihat sosoknya, ia sudah tau bagaimana tubuh molek wanita itu berlenggak-lenggok bak model catwalk internasional.
"Yaampun, belum balik juga?" Wanita yang sedang membetulkan ikatan rambutnya itu terperangah menatap punggung sosok yang sama sejak tadi.
Merasa terpanggil, Saga tolehkan kepalanya ke arah tangga. Ines dengan sejuta pesona. Mungkin kalian akan bosan membaca kalimat betapa Saga memuji model multitalenta itu.
Dan, what the hell?! Pakaian macam apa itu? Sumringah di wajah Saga luntur seketika memikirkan bagaimana tatapan lapar pria hidung belang di luaran sana melihat Ines mengenakan outfit layer putih yang transparan seperti itu. Dipadukan dengan hotpants jeans yang hanya menutupi setengah paha mulusnya.
Siapapun pria yang melihat itu pasti matanya akan menggelap dan tubuhnya kelojotan bak cacing kepanasan.
"Baju apa itu ada bolong-bolongnya? Mana tipis banget lagi."
Si wanita hanya melirik tajam ke arah Saga yang masih menatapnya horor. Saga memang selalu cerewet kalau ia pakai baju terbuka. Biasanya, pria itu akan uring-uringan tak jelas seharian. Kecuali bila hal itu untuk pemotretan dan tuntutan dari agensi.
"Lagian kenapa jauh-jauh ke Jawa Timur? Pantai di Yogya kan banyak."
"Udah pernah semua. Nih ya, G-land atau Pantai Plengkung di Banyuwangi itu adalah pantai dengan ombak terbaik kedua di dunia setelah Hawaii." Jelasnya panjang dengan mata berbinar.
"Coba bayangin kalau aku ketemu sama salah satu peselancar profesional yang gagah, kekar, atletis, sixpack, macho, ahh yang tubuhnya sempurna deh. Pasti aku bakal kepincut sama dia." Imbuhnya lagi seraya berimajinasi hingga senyum-senyum sendiri.
Hal itu malah membuat Saga muak seketika. "Nggak usah halu! Aku juga punya semua bentuk tubuh sempurna yang kamu sebutin. Nyatanya juga kamu nggak kepincut sama aku."
'Nah kan, ngeselinnya kumat.' Batin Ines dongkol.
"Kan beda, Sagarong! Kamu rekan kerja, mereka peselancar."
"Sama-sama manusia. Aku juga nggak kalah atletis dari mereka, Inestapa."
Apa-apaan itu?! Inestapa panggilan dari galaksi mana pula?
Wanita itu memilih diam lantas menyeret sebuah koper dari kolong meja yang sudah ia tata semalam. Baginya, debat sama Saga hanya menguras tenaga. Kalau nggak kalah, ya harus mengalah duluan.
"Baju kamu transparan banget. Masa ke pantai pake gituan? Mau pamer body apa gimana? Ganti baju, Nes."
Mendengar celetukan Saga barusan, rasanya Ines perlu menanggapinya. "Kamu siapa ngatur-ngatur aku terus? Udah kayak suami aja ini itu dilarang."
Saga tak mau kalah, ia tetap dengan argumennya meski ia tau mungkin hal ini bisa membuat keduanya ribut.
"Kalau bukan aku yang ngatur kamu, lalu siapa? Kamu yatim piatu dan di sini juga merantau jauh dari saudara. Harusnya kamu bersyukur punya sosok kayak aku di hidup kamu. Aku bisa jadi pengganti buat mereka."
Berbeda dengan Saga yang menganggap ucapannya biasa saja, Ines malah merasa Saga semakin semena-mena atas dirinya. Pria itu semakin terlihat sikap otoriternya.
"Kamu kenapa sih bawa-bawa keluarga?! Kamu kira kamu itu pahlawan di hidup aku? Jangan sok deh! Jangan berlagak paling tau segalanya tentang aku! Mau bagaimanapun hidupku, kamu tetap nggak berhak buat mengaturnya!"
Air muka wanita itu telah berubah menjadi merah. Ia geram terhadap ucapan Saga yang seolah menjadi sosok penting di hidup Ines. Padahal sebelum bertemu Saga pun, hidupnya baik-baik saja. Saga pikir sepenting apa dirinya hingga berlaku angkuh pada wanita itu?
Tanggapan Saga malah tertawa hambar. "Ya ya ya, aku memang nggak berhak. Mau aku bicara benar sekalipun kamu tetap nggak mau dengerin." Pria itu lantas berdiri.
"Oh- mungkin saja, kamu sengaja pakai baju kurang bahan kayak gitu biar dilirik om-om ya? Atau duda kaya? Oh atau jangan-jangan biar dilirik daddy sugar atau pria hidung belang di luar sana? Setelah itu diajak tidur, dan kamu ayo-ayo aja. Udah kayak jalang ya lama-lama?" Imbuhnya lagi.
Ucapan Saga kali ini benar-benar kelewatan. Bisa-bisanya ia mengatakan jalang pada orang yang ia cintai? Kalimatnya benar-benar tak berdasar sama sekali.
Bak ditusuk ribuan belati, bukan main sakitnya hati Ines disebut jalang oleh mulut orang yang ia anggap sahabat selama ini. Dengan teganya pria itu merendahkan Ines hanya karena masalah pakaian? Padahal Saga sendiri tau, bahwa Ines tak mudah diajak bergaul dengan orang baru. Apalagi sampai diajak tidur.
Cemburu buta memang selalu menutup nurani dan meluruhkan akal sehat.
Sebetulnya Ines tau, ucapan Saga barusan merupakan bentuk dari rasa cemburunya. Tetapi tak bisakah pria itu meredam untuk tak mengeluarkan kalimat itu? Atau paling tidak, mungkin bahasanya lebih diperhalus sedikit.
Makin kesini Ines tau sikap temperamental yang jarang ditunjukkan pria itu saat bersamanya.
Buliran bening yang terus mengucur ke pipi mulusnya kian mengalir deras. Sementara Saga gelagapan. Ia tak bermaksud menyinggung perasaan Ines. Bahkan kalimat tadi sepertinya meluncur begitu saja sebagai bentuk ketidaksukaan dari alam bawah sadarnya.
"Nes, aku--"
"Pergi!"
"Please, dengerin aku."
"Pergi, Saga!"
"Demi Tuhan, aku nggak ber--"
"Aku bilang pergi! Keluar dari rumahku sekarang!"
"Please Nes, I'm sorry if--"
"Kalau kamu nggak keluar, maka aku yang akan keluar." Final wanita itu lantas mengambil ponselnya di atas meja kemudian berlalu.
Namun cekalan Saga berhasil menghentikan langkahnya. "Oke oke! Kamu di sini, aku akan keluar." Napas pria itu sedikit tersengal dan nada suaranya sudah lebih rendah daripada sebelumnya. "Yang harus kamu tau Nes, aku nggak bermaksud mengatakannya. Dan kalau kamu terluka dengan ucapanku, aku minta maaf."
Pria itu menunduk, ia lepaskan tangan Ines kemudian berjalan menuju pintu dan sebelum hilang ditelan tembok, ia sempat menoleh ke belakang. Menampilkan Ines yang terduduk di sofa seraya menghapus air matanya. Saga tau ia salah sudah mengatakan itu. Tapi sungguh, ia tak bermaksud demikian.
Saga meneruskan langkahnya menjauhi pelataran rumah Ines lantas menyetir Fortuner hitamnya keluar dari sana. Pria itu akan langsung ke Malioboro setelah ini. Berharap urusannya di sana cepat selesai dan bisa kembali menemui Ines nanti.
Sedangkan wanita yang menyeka bulir air matanya itu tak henti-hentinya berpikir. Bagaimana bisa seorang Saga mengatakan hal kotor itu? Bahkan selama terjun di dunia model, belum ada orang yang berani mengatainya jalang.
Memang benar kata pepatah; seseorang yang paling dekat denganmu, memiliki peluang paling besar untuk menyakitimu. Mereka hanya perlu membuatmu terikat, lalu dengan mudahnya kamu akan hancur oleh mereka.
Sebuah notif pesan di ponsel pintarnya membuyarkan lamunan Ines. Pesan spam dari Disha- asisten barunya, membuatnya segera mengeluarkan segala tetek bengek yang dibutuhkannya untuk 2 hari ke depan di Banyuwangi. Sebelum itu, Ines memblokir nomor Saga, serta semua akun sosial media pria itu.
Saga pasti akan terus-menerus menghubunginya nanti, besok, bahkan lusa. Apalagi keduanya yang sedang bersitegang seperti tadi. Pria itu pasti akan merengek maaf dari Ines.
Enggan memikirkan pria brengsek itu, Ines segera mengemasi barang bawaannya untuk kemudian diangkut sopir pribadinya menuju bandara.
Disha memberitahunya bahwa mereka harus sampai di bandara paling tidak 2 jam sebelum keberangkatan. Namun karena ia tadi harus meladeni Saga bahkan bertengkar dengan pria itu, membuat waktu Ines terbuang 1 jam.
G-Land Banyuwangi, ia berharap dengan liburan di sana, mampu mengurangi rasa lelahnya akibat schedule yang padat belakangan ini.
****
Sagarong × Inestapa😭🤝
Marah-marahan dulu ye🤪
Part nya dikit bgt btw🗿👍
To be continue❤
Cemburu buta memang selalu menutup nurani dan meluruhkan akal sehat.