Descargar la aplicación
8.99% ANESKA BELAVINA / Chapter 25: KONTAK MATA

Capítulo 25: KONTAK MATA

Tepuk tangan terdengar sangat meriah ketika puncak acara akan segera dimulai. Dengan suara yang lantang, selaku pembawa acara memanggil Thomas untuk maju ke depan.

Thomas yang masih duduk disebelah Ervin nampak menarik napas untuk menghilangkan kegugupannya sebentar. Ervin yang melihat Thomas gugup, nampak berbisik. "Tenang, jangan gugup. Mereka hanya ingin mendengarkan kisahmu bukan untuk memvonis hukuman mati untukmu."

Josh yang sedikit mendengar bisikan Ervin, tersenyum dan ikut berbisik. "Jangan kencing dicelana. Malu dengan gadis Desa," ucapnya.

Setelah dipanggil Thomas hanya diam saja, pembawa acara memanggil kembali. "Silahkan untuk Pak Thomas William, waktu dan tempat kami persilahkan."

"Cepat," kata Ervin menyenggol tangan Thomas untuk maju ke depan.

Thomas berdeham sebentar, kemudian melihat ke arah timnya yang sedang melihat kearahnya. Galang nampak mengangguk agar Thomas segara maju.

Thomas menepiskan semua kegugupan yang ada dalam dirinya, berdiri dengan gagahnya membetulkan kancing jasnya sebentar kemudian melangkah dengan tegas menuju ke podium, tempatnya akan memberikan sedikit motivasi pada seluruh murid SMU Harapan Bangsa.

Hening, itu yang terasa di saat Thomas melangkah menuju ke depan. Semua mata memandang, tidak terkecuali dengan Aneska yang begitu tajam melihat ke arah Thomas. "Ternyata wajahnya blasteran, pantas saja dia tinggi dan putih. Tapi lumayan juga, ganteng," ucap Aneska dalam hati.

Thomas yang sudah berdiri di depan, menyapu pandangannya ke seluruh penjuru yang ada didepannya. "Jangan gugup, tetap fokus," Thomas bicara sendiri di dalam hatinya.

Terdengar tepuk tangan meriah menyambut Thomas yang berdiri di depan dengan tersenyum. Begitu pun dengan Ervin dan Josh yang ikut memberikan tepuk tangan untuk sahabatnya.

Sepatah dua patah kata Thomas mulai ucapkan, dimulai dari perkenalan namanya sampai dengan semua yang menyangkut dirinya. Hal yang ditakutkan Thomas tidak bisa bicara di depan banyak orang akhirnya terbantahkan. Seiring berjalannya waktu dengan santainya, akhirnya Thomas bisa menguasai keadaan.

Hening, semua mendengarkan apa yang dikatakan Thomas di depan. Menyimak seluruh perjalanan hidup Thomas sampai dia menjadi sukses dan punya perusahaan sendiri, menciptakan lapangan kerja untuk orang-orang. Sampai pada sesi tanya jawab pun, dengan santainya Thomas bisa menjawabnya dan menjelaskannya sehingga di mengerti semua yang mendengarkan.

Tidak terasa waktu terus bergulir sehingga waktu yang diberikan telah habis. Tepuk tangan sangat meriah terdengar menggema ketika Thomas menutup semua kisah hidupnya.

"Hebat, sangat hebat. Ini salah satu contoh yang harus kalian ikuti ketika sudah terjun ke dalam lingkungan masyarakat. Contoh orang sukses yang berdiri karena kerja kerasnya," ucap sang pembawa acara langsung maju ke depan sebelum Thomas kembali kekursinya.

"Saya juga tidak terlalu hebat dengan apa yang telah aku lakukan. Di luar bahkan dibelahan dunia lain, banyak sekali orang-orang yang lebih sukses dari saya," kata Thomas merendah.

"Selain sukses dan punya paras yang sangat tampan, ternyata Pak Thomas juga sangat rendah hati," kata pembawa acara. "Karena ini adalah kesempatan langka yang jarang terjadi, alangkah lebih baiknya kalau kita juga memperkenalkan orang-orang sukses lainnya. Bagaimana?" tanya pembawa acara sambil bercanda dengan diakhiri tertawa kecil. "Kalian mau?" tanyanya kemudian.

"Mau!" Jawab semua dengan serentak.

"Baiklah," pembawa acara menjeda sebentar ucapannya untuk mengambil napas. "Inilah salah satu pengusaha yang juga sangat sukses, masih muda dan sangat bertalenta dan tentunya banyak wanita di luar sana yang mengantri ingin menjadi pendamping hidupnya, Josh Abraham."

Josh yang namanya disebut, beberapa detik sempat melongo. "Kenapa aku dibawa bawa? Sialan nih orang," dalam hatinya Josh menggerutu.

Ervin menyuruh Josh untuk maju ke depan. "Maju," ucapnya dengan tersenyum meledek menyenggol lengan Josh, dirinya tahu sahabatnya kesal karena namanya dipanggil.

Mau tidak mau, Josh dengan tingkat percaya diri yang tinggi maju ke depan. Kemudian tersenyum menyapa semua orang yang ada didepannya padahal dalam hatinya menggerutu kesal karena dipanggil untuk maju ke depan.

Thomas yang berdiri disampingnya, menahan tawa melihat Josh yang wajahnya menyembunyikan rasa kesal. Thomas sangat tahu, meski pun Josh tersenyum di depan semua orang tetapi hatinya sangat kesal.

Setelah melihat Josh selesai memperkenalkan diri, pembawa acara memanggil satu nama lagi. "Ervin Wijaya, seorang pengusaha yang juga sangat sukses. Kami persilahkan juga untuk Pak Ervin maju ke depan."

Ervin yang sedang duduk santai di buat melongo, tiba-tiba dirinya juga dipanggil untuk ke depan. Dalam hatinya Ervin bertanya-tanya sendiri. "Acara apa sih ini sebenarnya? Kenapa semua orang dipanggil? Aji mumpung ini namanya. Sialan nih, si pembawa acara!"

Karena Ervin hanya diam saja, akhirnya pembawa acara memanggilnya lagi. "Silahkan Pak Ervin, untuk ke depan."

Mau tidak mau seperti Josh, akhirnya Ervin juga maju ke depan dengan hati yang dipenuhi dengan kekesalan. Berdiri di depan, disamping Thomas. Mereka bertiga berjejer seperti orang yang sedang mendapat hukuman dari guru.

Thomas menyenggol tangan Ervin. "Senyum, perlihatkan gigimu," bisik Thomas meledek.

Ervin dengan terpaksa tersenyum sambil mendengarkan pembawa acara memperkenalkan mereka lagi satu per satu lengkap dengan jabatan mereka bahkan nama perusahaan mereka.

Ervin menyapu pandangannya ke seluruh murid yang ada didepannya. Sekarang matanya bisa melihat wajah-wajah yang dari tadi berada dibelakangnya ketika dirinya sedang duduk.

Di antara barisan yang paling depan, nampak Aneska tidak memalingkan pandangannya dari wajah Ervin. "Ya Tuhan, tampan sekali lelaki itu." Hati Aneska bicara sendiri mengagumi paras Ervin.

Jarak yang tidak terlalu jauh, memudahkan Aneska untuk melihat dengan jelas wajah ketiga orang tersebut. "Mereka memang sangat tampan-tampan tetapi yang paling tampan menurutku si Ervin Wijaya ini."

Aneska melihat tanpa berkedip, pandangannya melihat ke Ervin yang dari tadi mengedarkan tatapannya ke sekeliling, sampai pada akhirnya tatapan mereka bertemu sehingga kontak mata pun terjadi.

Ervin dengan tajam melihat Aneska yang juga sedang melihatnya dengan tajam. "Siapa gadis itu? Dia terlihat bening di antara murid yang lain. Kulitnya sangat putih dengan rambut hitamnya. Dia juga sangat berani menatap diriku." Tanpa sadar Ervin tersenyum.

"Ervin, ayo. Kamu mau berdiri terus di sini?" ajak Thomas untuk duduk kembali.

Ervin gelagapan mengikuti Thomas yang menarik tangannya untuk duduk. "Sudah selesai? Aku tidak sadar sudah selesai."

"Kamu dari tadi cuma bengong saja. Entah apa yang kamu lihat di depan sana?" bisik Thomas ditelinga Ervin.

Josh yang duduk disebelah Ervin ikut bicara. "Apa kamu melihat sesuatu yang menarik perhatianmu? Aku sangat mengenalmu, tidak mungkin kalau kamu tidak melihat yang menarik perhatianmu sampai lupa sedang berada di mana. Kamu melihat apa?" tanya Josh berbisik.

"Tidak ada, mereka semua itu anak Sekolah yang memakai seragam. Dimataku semua terlihat sama dengan baju seragamnya," jawab Ervin.


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
lyns_marlyn lyns_marlyn

Ikuti terus yaaa ceritanya dan dukung dengan meninggalkan jejak vote dan power stone.

Terima kasih :-)

Capítulo 26: PERKENALAN YANG SANGAT BERKESAN

Suasana kembali ramai setelah Thomas, Josh dan Ervin kembali duduk. Semua pasang mata melihat ke arah mereka. Apalagi murid-murid siswi yang tidak melepaskan pandangannya dari mereka bertiga.

"Aneska, ternyata mereka sangat bening sekali," senggol Laras pada tangan Aneska.

"Kamu ini seperti tidak pernah melihat laki-laki saja," ucap Aneska, padahal dalam hatinya juga mengagumi sosok Ervin.

"Matamu tidak rabun?" tanya Laras melihat Aneska.

"Kenapa? Mataku normal," jawab Aneska tidak mengerti, berbisik melihat Laras.

"Aku kira kamu rabun, tidak bisa melihat laki-laki ganteng. Apa tidak ada satu pun yang menarik perhatianmu?" tanya Laras.

Aneska tidak menjawab, senyumnya dia sembunyikan dengan memalingkan wajahnya melihat ke arah lain.

Satu per satu, acara penutupan telah di mulai dengan diakhiri ucapan rasa syukur karena semuanya berjalan lancar.

Semua murid dibubarkan dari lapangan, mereka diarahkan untuk kembali ke kelas masing-masing. Begitu pun dengan Aneska dan Laras yang berjalan menuju kekelasnya lagi.

"Mereka langsung pulang atau ke ruang Kepala Sekolah?" tanya Laras.

"Siapa?" tanya Aneska.

"Tamu undangan, ketiga pangeran itu," jawab Laras.

"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu," jawab Aneska asal.

"Sombong sekali," jawab Laras melihat Aneska.

Aneska menjawab hanya dengan tertawa. "Kita bagaimana ini? Belajar lagi atau langsung pulang?" tanyanya.

"Sepertinya pulang," jawab Laras.

Aneska duduk di bangkunya, begitu pun dengan murid-murid yang lain sedang duduk sambil mengipasi tubuh yang panas.

"Aku mau ke kamar mandi," kata Aneska berdiri. "Kamu mau ikut?"

"Nggak, kakiku pegal. Tadi berdiri lama sekali. Kamu sendiri saja," jawab Laras.

Aneska langsung ke luar dari dalam kelas dengan terburu buru, menuju ke arah kamar mandi yang jaraknya cukup jauh. Sepanjang perjalanan melewati beberapa ruang kelas, Aneska melihat tidak ada guru yang mengajar. "Sepertinya semua Guru masih sibuk di kantor," ucapnya dalam hati.

"Hai, Aneska. Mau ke mana?" tanya temannya yang kebetulan berpapasan dengannya.

"Kamar mandi," jawab Aneska pelan, takut terdengar anak murid laki-laki yang sedang duduk.

"Aku baru dari sana. Kamar mandi untuk murid penuh, banyak yang mengantri. Lebih baik kamu ikut kamar mandi yang Guru saja, aku juga tadi pakai yang di sana."

"Tidak apa-apa ikut di sana?" tanya Aneska karena setahunya itu khusus untuk para Guru.

"Tidak. Semua Guru juga sedang sibuk, daripada pipis di celana karena mengantri," jawabnya lagi sambil tertawa.

"Betul juga. Aku ke kamar mandi Guru saja. Aku ke sana ya," kata Aneska pergi meninggalkan temannya.

Aneska melanjutkan langkahnya dengan sesekali melihat ke arah ruangan kelas yang dilewatinya. Ada beberapa anak murid laki-laki yang sengaja memanggilnya ketika melihatnya tapi Aneska tidak menghiraukannya.

Sampai di kamar mandi Guru, Aneska melihat ke kiri dan ke kanan. Sepi, tidak ada orang. "Tumben sepi," gumamnya.

Tanpa berpikir panjang lagi, langsung saja Aneska masuk. Dan melakukan ritualnya, membuang semua yang dari tadi ditahannya. "Lega sekali."

Setelah selesai, Aneska kembali ke luar dengan terlebih dahulu bercermin untuk melihat wajahnya yang kusut. "Wajahku kusut sekali. Lebih baik aku cuci muka dulu," gumamnya sendiri.

Tanpa sepengetahuan Aneska, seseorang masuk dengan terburu buru dan hampir saja menabrak dirinya yang sedang mencuci muka. "Siapa itu?" tanya Aneska karena ketika tubuhnya hampir tertabrak, matanya sedang tertutup.

Tidak ada yang menjawab, hanya terdengar suara air dari dalam. Aneska mengeringkan wajahnya dan kembali bercermin. "Sekarang wajahku kembali segar."

Pintu kamar mandi terbuka, seseorang ke luar sambil membetulkan resleting celananya. "Lega sekali," ucapnya.

Aneska langsung melihat ke belakang karena mendengar seseorang bicara. Matanya tertegun melihat sosok yang sekarang ada dihadapannya. Dadanya berdetak kencang, sedikit pun tidak menyangka akan bertemu dengannya di sini.

"Hai! Kamu lihat apa?!" tanyanya.

Aneska langsung tersadar. "Maaf." Hanya kata itu yang ke luar dari bibirnya.

Orang itu melihat Aneska dari atas sampai ke bawah. "Aku seperti pernah melihat wajahmu. Kamu tadi yang menatapku tanpa berkedip bukan?" tanyanya tanpa basa basi.

Aneska gugup, langsung ditanya seperti itu. "Semua orang melihat ke arah depan tempat kalian berdiri jadi bukan aku saja."

"Tapi kamu yang aku tangkap melihatku dengan tajam. Kamu murid kelas berapa?" tanyanya mencairkan suasana karena melihat kegugupan.

"Kelas terakhir," jawab Aneska menjawab begitu saja.

"Kelas terakhir?" tanya orang itu, kemudian langsung tersenyum. "Biar kamu tidak gugup, bagaimana kalau kita berkenalan?" Tangan orang tersebut terulur mengajak bersalaman.

Dengan ragu-ragu, Aneska menyambut uluran tangan orang tersebut. "Aneska Belavina. Kamu bisa memanggilku Aneska."

"Nama yang indah, pasti orang tuamu sangat menyayangimu sampai memberikan nama yang begitu indah," ucapnya tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi. "Dan namaku sendiri, Ervin Wijaya. Kamu bisa memanggilku Ervin."

Aneska menarik tangannya kembali. "Iya, Pak Ervin," ucapnya, karena merasa tidak enak bila hanya memanggil namanya saja.

"Pak juga tidak masalah, terserah kamu saja tapi aku jadi merasa tua kalau dipanggil Pak," ucapnya tersenyum.

"Aku merasa tidak sopan bila hanya memanggil nama saja," jawab Aneska.

Ervin tersenyum, menatap wajah muda yang pipinya nampak merona karena malu. Sungguh sangat menggemaskan buat Ervin. Dilihatnya dari atas sampai bawah. "Gadis ini punya wajah yang sangat cantik, kulitnya sangat putih apalagi pipinya yang merona merah." Hati Ervin bicara sendiri.

Aneska yang merasa diperhatikan, langsung minta pamit. "Aku mau kembali ke kelas," ucapnya.

"Iya, silahkan," jawab Ervin. "Aku juga mau kembali ke ruang Guru. Teman temanku sedang menungguku. Sampai bertemu lagi Aneska Belavina," ucap Ervin tersenyum menatap dalam iris mata Aneska.

Aneska balas tersenyum. Lesung pipi yang dari tadi tidak nampak, sekarang terlihat jelas di mata Ervin sehingga membuatnya terpana.

Setelah mengucapkan kata permisi, Aneska buru-buru pergi meninggalkan Ervin yang masih terpaku melihat lesung pipi yang Aneska miliki.

Jantung Aneska berpacu dengan kencang, mengiringi langkah kakinya yang berjalan dengan cepat. Tangannya gemetar. "Tuhan. Kenapa dadaku berdebar seperti ini melihatnya?"

Sampai di depan pintu kelas, Aneska menarik napas untuk menormalkan dirinya yang tidak karuan. "Jangan sampai Laras tahu kalau aku seperti ini. Bisa habis aku, diintrogasi olehnya dengan berbagai macam pertanyaan," ucapnya dalam hati.

"Kamu dari mana? Lama sekali pergi ke kamar mandi?" tanya Laras yang melihat Aneska sudah duduk kembali disampingnya.

"Tadi banyak yang antri. Kamu tahu sendirikan, kamar mandi di Sekolah kita ini cuma sedikit? Jadi aku mengantri lama," jawab Aneska.

"Untung aku nggak ikut. Malas kalau harus mengantri begitu," kata Laras.

"Ada Guru yang datang?" tanya Aneska.

"Tidak, padahal kita dipulangkan saja kalau tidak belajar. Ngapain kita hanya duduk begini? Di rumah bisa tidur," kata Laras.

"Iya," jawab Aneska tersenyum.


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
lyns_marlyn lyns_marlyn

Jangan lupa ya tinggalkan komentar atau power stone untuk author agar lebih semangat lagi dalam menuangkan ide :-)

Terima kasih banyak atas segala dukungannya.

Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C25
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank 200+ Clasificación PS
    Stone 0 Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión

    tip Comentario de párrafo

    ¡La función de comentarios de párrafo ya está en la Web! Mueva el mouse sobre cualquier párrafo y haga clic en el icono para agregar su comentario.

    Además, siempre puedes desactivarlo en Ajustes.

    ENTIENDO